Analisis Filosofi Khamr

Kolom Santri2365 Dilihat

Mahally.ac.id – Sebagaiman kita ketahui, bahwasanya khamr adalah minuman yang mengandung alkohol, yang mana alkohol sendiri merupakan suatu zat yang dapat memabukan jika dikonsumsi. Khamr atau arak berasal dari bahasa Arab, dalam Al-Qur’an asal kata khamr   خمرadalah ‘tutup’. Segala sesuatu yang berfungsi sebagai penutup disebut khimār  خما رKemudian, lebih populer kata itu diartikan sebagai ‘kerudung atau tutup kepala wanita, seperti yang terdapat di dalam surat an Nūr/24: 31. Adapun arti lain dari kata khamr adalah minuman yang memabukkan. Disebut khamr  karena minum َan keras mempunyai pengaruh negatif yang dapat menutup atau melenyapkan akal pikiran[1].

Dikalangan masyarakat bahwasanya minuman khamar pada saat ini peredaran nya begitu sangat bebas dikalangan masyarakat, baik dilingkungan remaja dan juga para orang tua, padahal kita sudah mengetahui minuman khamar ini begitu sangat buruk bagi tubuh dan tidak baik untuk kesehatan. itu sebabnya mengapa minuman khamar ini dilarang.baik dari peraturan perundang-undangan negara maupun di aturan syari’at. Dan telah di sepakati bahwasanya minuman khamar ini dilarang dan tidak boleh di konsumsi. begitu pula di dalam Fiqh Islam yaitu Fiqih jinayah hukum khamar telah jelas hukumnya haram.

Mengkonsumsi khamr merupakan salah satu dosa besar, perlu kita ketahui bahwasa nya alkohol hanyalah salah salah bentuk zat kimia. Zat ini juga dimanfaatkan untuk berbagai keperluan lain seperti dalam pembersihan, bahan bakar, pelarut, dan sebagai bahan campuran produk kimia lainnya. Untuk contoh pada pemakaian tersebut, maka alkohol tidak bisa dianggap sabagai khamar, karena haramnya khamar kalau ia di manfaatkan untuk di minum atau dimakan dan menyebakan peminum khamar tersebut menjadi mabuk, oleh karena itu pemakaian yang sesuai tidak dilarang dari ajaran islam.[2]

Syariat Islam sudah mengharamkan khamar sejak empat belas abad yang lalu dan nonmuslimpun menyadarinya akan manfaat diharamkan nya minuman khamar karena telah terbukti bahwasanya minuman khamar dan sejenisnya membawa madharat bagi tubuh dan kesehatan.[3] Maka dari itu, sudah selaknya bagi kita untuk bisa menjaga diri dari mengkonsumsi khamr. Kemudian bagaimana khamr ditinjau dari sisi filosofi Islam? Apa urgensi khamr ditinjau dari sudut pandang filosofi Islam?

Khamr ditinjau dari sudut pandang hukum Islam

Sebelum kita membahas filosofi khamr, alangkah baiknya kita mengetahui hukum khamr terlebih dahulu. Menyangkut haramnya khamr, ada dua ayat yang akan coba kami kemukakan dalam tulisan ini, yakni surat al-Māidah (5): 90:

  يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْاَنْصَابُ وَالْاَزْلَامُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطٰنِ فَاجْتَنِبُوْهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ

Artinya: Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung.”  

Kemudian di dalam surat al-Māidah (5): 91:

اِنَّمَا يُرِيْدُ الشَّيْطٰنُ اَنْ يُّوْقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاۤءَ فِى الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللّٰهِ وَعَنِ الصَّلٰوةِ فَهَلْ اَنْتُمْ مُّنْتَهُوْنَ

Artinya: “Sesungguhnya dengan minuman keras dan judi itu, setan hanyalah bermaksud menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu, dan menghalang-halangi kamu dari mengingat Allah dan melaksanakan salat, maka tidakkah kamu mau berhenti?”  

Surat al-Māidah/5: 90 tidak menyatakan bahwa yang disebut khamr adalah air perasan anggur atau apel, namun hanya disebutkan khamr secara umum yang berarti bahwa yang dikatakan khamr adalah segala kategori apa saja yang menutup akal. Yang lebih mengejutkan para ulama tafsir bahwa ayat ini turun di Negeri yang tidak memperoduksi air anggur, hal ini disebabkan mereka menduga bahwa yang memabukkan itu hanya air perasaan angur[4]. Apa yang dijelaskan oleh Imam Sya’rawi ini menegaskan bahwa sesuatu yang membukkan itu bukan hanya minuman keras namun dapat saja dalam bentuk yang lain. Jadi inti larangan pengharaman bukan pada bentuk atau merek tapi pada kategori yang memabukkan.

Sedangkan melalui ayat ini (al-Māidah/5: 90-91), dipahami bahwa khamr dan perjudian mengakibatkan aneka keburukan besar. Keduanya adalah rijs yakni sesuatu yang kotor dan buruk. Banyak segi keburukannya pada jasmani dan ruhani manusia, akal serta pikirannya. Khamr dan narkotika pada umumnya menyerang bagian-bagian otak yang dapat mengakibatkan sel-sel otak tidak berfungsi untuk sementara atau selama-lamanya dan mengakibatkan peminumnya tidak dapat memelihara keseimbangan pikiran dan jasmaninya. Apabila keseimbangan tidak terpelihara, permusuhan akan lahir, bukan hanya yang bersifat sementara, tetapi dapat berlanjut sehingga menjadi kebencian antar manusia. Setan yang memperindah khamr dan judi mengoda manusia sehingga ia lupa diri dan melupakan Allah, baik dengan berzikir memohonan ampunan-Nya maupun shalat kepada-Nya. Alasan yang dikemukakan ini terlihat dengan jelas dalam kehidupan sehari-hari.[5]

Kemudian hukum Khamr juga dijelaskan di dalam hadist Nabi saw. yang menjadi rujukan para ulama atas keharaman khamr, salah satu hadist tersebut adalah:

قالَ وَائلُِ بْنُ حُجْرٍ ان طارق بن سُوَيْدٍ سأل النبي صَلىَّ اللهُ عَليَْهِ وَسَلَّمَ عَن الخَمْرِ، فلَهََاهُ عَنْهَا فقََالَ: أصَْنَعهُا لِلدُّوَاءِ.

قاَلَ: إنَِّهُ ليَْسَ بدَِواء وَ لَكِنَّهُ دَاءٌ. )رواه مسلم)

Artinya: “Wail bin Ḥujr telah berkata, bahwasanya Thariq bin Suwaid pernah bertanya kepada

Nabi SAW tentang khamr, maka Nabi melarang hal itu. Lalu ia berkata, “Saya membuatnya untuk dijadikan obat”. Maka Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya khamr itu bukan obat, tetapi penyakit”. [HR. Muslim)[6]

Berdasarkan penjelasan tentang larangan meminum khamr baik melalui dalil AlQur’an, hadis dan pendapat ulama maka dapat dikatakan bahwa motif keharaman khamr dikarenakan beberapa sebab. Pertama, merupakan perbuatan dosa. Kedua, merupakan perbuatan yang melampaui batas. Ketiga, merusak nalar. Keempat, merupakan perbuatan setan. Kelima, minuman yang haram zatnya banyak atau sedikit tetap haram.

Menurut pendapat jumhur ulama, dari kalangan Malikiyah, Syafiiyah, serta pengikut mazhab Ahmad bin Hanbal cukup tegas bahwa minuman yang berpotensi memabukkan, sedikit atau banyak, ia tetap diharamkan. Demikian sebagaimana dinyatakan Imam Ibnu Qudamah dalam Al-Mughni. Peminum khamar dan juga nabidz ini juga beroleh deraan had cambuk. Dalil yang digunakan antara lain:

عَنِ ابْنِ عُمَرَ أنََّ رَسُولَ  الل صلى الل عليه وسلم قاَلَ: كُلُّ مُسْكِرٍ خَمْرٌ، وَكُلُّ مُسْكِرٍ حَرَا مٌ.

Artinya: Diriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah bersabda, “Setiap yang muskir (memabukkan) adalah khamar, dan setiap yang muskir adalah haram.”  (HR. Muslim)[7]

Selain itu ada juga hadits yang diriwayatkan Jabir bin Abdullah dalam Sunan Abu Dawud, Sunan at-Tirmidzi, serta muhaddits lainnya, bahwa Nabi bersabda,

  ما أسكر كثيره فقليله حرا م …

Artinya: “Sesuatu (minuman) yang banyaknya dapat memabukkan, maka sedikitnya pun haram.” (HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi)

Melalui dua hadits di atas jumhur ulama berpendapat bahwa minuman yang memabukkan itu haram, apapun jenisnya, berapapun kadarnya, serta apakah meminumnya sampai mabuk atau tidak.

Melalui dua hadits di atas jumhur ulama berpendapat bahwa minuman yang memabukkan itu haram, apapun jenisnya, berapapun kadarnya, serta apakah meminumnya sampai mabuk atau tidak.   Imam Malik, Imam asy-Syafi’i, serta Imam Ahmad dikenal sebagai ulama yang banyak beraktivitas di Hijaz. Rupanya, pendapat soal khamar dan nabidz ini berbeda di kalangan ulama Irak, dengan tokohnya antara lain tabi’in Ibrahim an-Nakhai dan Sufyan Ats-Tsauri, serta Imam Abu Hanifah. Ulama Irak, mencakup juga dari daerah Kufah dan Basrah, berpendapat bahwa keharaman khamar itu pada jumlah kadar yang diminum, bukan dari substansi zat minumannya.

Khamr Ditinjau Dari Sisi Filosofi Islam 

Setelah mengetahui bagaimana huhkum khamr itu sendiri , lalu bagaimana pandangan filosofis islam terhadap khamr? Sebelum masuk dalam pembahasan filosofi islam, alangkah baiknya kita mengetahui konstruksi filosofi islam terlebih dahulu, dalam tulisan ini pembahasan khamr dalam pandangan filosofi islam kami menggunakan teori/ metode maqashid syari’ah , Maqashid al-syari’ah terdiri dari dua kata, maqashid dan syari’ah. Kata maqashid merupakan bentuk jama’ dari maqshad yang berarti maksud dan tujuan, sedangkan syari’ah mempunyai pengertian hukum-hukum Allah yang ditetapkan untuk manusia agar dipedomani untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia maupun di akhirat. Dan  dalam menafsirkan suatu hukum yang tertera dalam nas alquran maupun hadis tidak cukup hanya memahami secara tekstual saja , tapi butuh pemahan makna secara kontekstual , maka dari itu dalam kajian pendekatan makna atau maqasid syari’ah, kajian ini  lebih dititk beratkan dengan melihat nilai-nilai filosofis yang yang berupa kemaslahatan dan keadilan manusia dalam setiap taklif yang diturunkan Allah.

Selaras dengan tujuan kemanusiaan yang menjunjung tinggi keharmonisan dan kemaslahatan dan menciptakan keadilan dalam kehidupan masyarakat sosial, maqashid asyariah menjadi salah satu solusi permasalahan permasalahan baru yang belum pernah atau baru kita jumpai, meskipun tidak secara tegas disebutkan hukum hukum dari permasalahan yang baru dijumpai, tapi maqashid mungkin menjadi salah satu opsi yang mungkin cukup dapat diterima oleh masyarakat, karena hasil dari maqashid sendiri melibatkan kondisi yang terjadi dalam masyarakat secara real, dan keputusan yang di tetapkan sudah pasti demi kemaslahatan dan keadilan bagi masyarakat luas.

Dan kemsalahatan sendiri harus sejalan dengan tujuan syara’, sekalipun bertentangan dengan tujuan-tujuan manusia, karena kemaslahatan manusia tidak selamanya didasarkan kepada kehendak syara’, tetapi sering didasarkan kepada hawa nafsu[8]. Lalu imam as syatibi menjelaskan bahwa kemaslahatan yang akan diwujudkan menjadi beberapa jenis ,yang pertama kemaslahatan yang dilihat dari tingkatan kebutuhan permasalahan yang terjadi, yaitu terbagi kepada tiga tingkatan, yaitu:

  1. Al Maslahah al Dharuriyyah ( المصلحة الضروري ة ,(yaitu kemaslahatan yang berhubungan dengan kebutuhan pokok manusia yang harus ada atau kebutuhan primer. Apabila kebutuhan ini tidak terpenuhi, akan terancam keselamatan umat manusia di dunia maupun di akhirat. Kemaslahatan seperti ini ada lima, yaitu memelihara agama, memelihara jiwa, memelihara akal dan memelihara keturunan dan memelihara harta benda.
  2. Al Maslahah al Hajiyah ( المصلح ة الحاجية ,(yaitu kemaslahatan yang dibutuhkan dalam menyempurnakan kemaslahatan pokok (mendasar) yang sebelumnya yang berbentuk keringanan untuk mempertahankan dan memelihara kebutuhan mendasar manusia atau kebutuhan-kebutuhan sekunder. Apabila kebutuhan ini tidak terwujud tidak sampai mengancam keselamatan, namun mengalami kesulitan.
  3. Al Maslahah al Tahsiniyyah ( المصلح ة التحسنية ,(kemaslahatan yang dapat melengkapi kemaslahatan sebelumnya. Kebutuhan al tahsiniyyah ialah tingkat kebutuhan yang apabila tidak terpenuhi tidak mengancam eksistensi salah satu dari lima pokok di atas dan tidak pula menimbulkan kesulitan. Tingkat kebutuhan ini berupa kebutuhan pelengkap seperti menghindarkan hal-hal yang tidak enak dipandang mata dan berhias dengan keindahan yang sesuai dengan tuntutan norma dan akhlak[9]

Jenis kedua adalah maslahat yang dilihat dari aspek cakupannya yang dikaitkan dengan komunitas (jama’ah) atau individu (perorangan). Hal ini dibagi dalam dua kategori, yaitu :

  1. Maslahat kulliyat, yaitu maslahat yang bersifat universal yang kebaikan dan manfaatnya kembali kepada orang banyak. Contohnya membela negara dari serangan musuh, dan menjaga hadits dari usaha pemalsuan.
  2. Maslahat juz’iyat, yaitu maslahat yang bersifat parsial atau individual, seperti pensyari’atan berbagai bentuk mu’amalah.

Jenis ketiga adalah maslahat yang dipandang dari tingkat kekuatan dalil yang mendukungnya. Maslahat dalam hal ini dibagi menjadi tiga, yaitu :

  1. Maslahat yang bersifat qath’i yaitu sesuatu yang diyakini membawa kemaslahatan karena didukung oleh dalil-dalil yang tidak mungkin lagi ditakwili, atau yang ditunjuki oleh dalil-dalil yang cukup banyak yang dilakukan lewat penelitian induktif, atau akal secara mudah dapat memahami adanya maslahat itu.
  2. Maslahat yang bersifat zhanni, yaitu maslahat yang diputuskan oleh akal, atau maslahat yang ditunjuki oleh dalil zhanni dari syara’.
  3. Maslahat yang bersifat wahmiyah, yaitu maslahat atau kebaikan yang dikhayalkan akan bisa dicapai, padahal kalau direnungkan lebih dalam justru yang akan muncul adalah madharat dan mafsadat[10]

Dari pemaparan pembagian maslahat di atas dapat dimaksudkan dalam rangka mempertegas maslahat mana yang boleh diambil dan maslahat mana yang harus diprioritaskan di antara sekian banyak maslahat yang ada. Maslahat dharuriyat harus didahulukan dari maslahat hajiyat, dan maslahat hajiyat harus didahulukan dari maslahat tahsiniyat. Demikian pula maslahat yang bersifat kulliyat harus diprioritaskan dari maslahat yang bersifat juz’iyat. Akhirnya, maslahat qath’iyah harus diutamakan dari maslahat zhanniyah dan wahmiyah.

Lalu bagaimana dengan hukum keharaman khamr? Apakah khamr dikategarikan sebagai sesuatu yang dharuriyat, hajiyat,atau tahsiniyat?, dalam konteks khamr , khamr sendiri di kategorikan sebagai suatu masalah yang dharuriyat , karena khamr sendiri merupakan sesuatu yang dapat mengancam dan merusak individu maupun masa depan bangsa, dan oleh sebab itu khamr di kategorikan sebagai suatu masalah yang bersifat dharuriyat. Lalu imam as syatibi menjelaskan juga tentang maslahat dharuriyat, yang mana imam as syatibi menjelaskan bahwa seluruh ketetapan hukum terdiri dari lima bagian utama yang dikenal dengan al-dhuriyat al-khams dalam rangka membentuk hukum yang ditekankan dapat dipertahankan. Menjaga agama atau hifzh al-din, menjaga kejiwaan atau hifzh alnafs, menjaga akal atau hifzh al-‘aql, menjaga turunan atau hifzh al-nasl, serta menjaga harta atau hifzh maal, akan tetapi dikalangan para ulama memiliki pandangan tersendiri atas urutan dharurat al khams ini[11],

Kemudian sudah diketahui bahwa khamr merupakan suatu masalah yang bersifat dharuriyat, dan merusak ketetapan hukum dharurat al khams, yaitu dari sisi merusak hifdzu ad din (merusak agama) dan hifdzu aql (merusak akal).

  1. Hifdzu ad din ( menjaga agama)

Sudah sepatutnya kita sebagai umat islam untuk menjaga keimanan kita kepada agama allah , dan menjalankan perintah perintah, dan menjahui larangan larangan yang ditetapkan oleh syari’at, dan khamr sendiri merupakan suatu hal yang harus dijauhi karena sudah terpampang jelas dalam alquran atas larangan khamr, dan allah tidak akan memberikan ridhanya di hari kiamat kepada orang orang yang melanggar syari’at syari’at yang telah ditetapkan allah.

2. Hifdzu an nafs ( menjaga jiwa)

Kandungan yang ada didalam khamr dalam segi medis sudah terbukti, bahwa alkohol yang terkandung di dalam khmr dapat merusak dan mengancam kehidupan manusia yang mengkonsumsinya , baik dalam jangka waktu dekat maupun panjang, dan oleh sebab itu khamr di larang baik agama maupun negara, karena dapat mengancam kehidupan manusia baik beragama maupun bernegara.

3. Hifdzu aql ( menjaga akal)

Sudah diketahui bahwasanya kandungan alkohol dalam khamr dapat merusak dan mengancam kehidupan manusia , efek yang ditimbulkan bukan hanya merusak kesehatan jasmani, akan tetapi juga merusak akal, karena alkohol sendiri mempunyai sifat yang memabukkan dan dapat mempengaruhi kesehatan akal dan jiwa jika di konsumsi, dan berdampak juga kepada kehidupan sosial seseorang tersebut dalam melakukan kegiatan sehari hari, dan jika khamr sudah di konsumsi dan menyebabkan seseorang tersebut mabuk, maka seseorang tersebut akal pikirannya tidak berfungsi dengan normal .

4. Hifdzu an nasl ( menjaga keturunan )

Khamr jika dikonsumsi tidak hanya berdampak pada kesehatan jiwa dan raga, akan tetapi juga mempengaruhi keturunan yang di hasilkan, seperti halnya studi penelitian tentang seseorang alkoholic yang dapat menurunkan riwayat penyakit yang di deritanya kepada keturunanannya, seperti stroke hemoragik, serangan jantung[12] dsb. Hal tersebut sangatlah berbahaya bagi generasi penerus masa depan , sikap mengonsumsi khamr juga menjadi teladan yang buruk bagi generasi penerus yang akan datang.

5. Hfdzul Mal

Harta yang dianggap penting bagi manusia untuk dijaga secara umum tidak hanya seputar uang, emas dan perak, melainkan mencakup apappun yang ada dan penting bagi kehidupan manusia, sepertihalnya kesehatan , keluarga, teman dan lain sebagainya, maka dari itu wajib bagi kita untuk menghindari khamr ,karena khamr memiliki dampak besar bagi kehidupan manusia yang mengkonsumsinya, dan dapat merusak bahkan mengancam kehidupan dan generasi yang akan datang.

Dapat disimpulkan bahwa khamr sendiri merupakan suatu masalah dalam masyarakat yang mana dari segi pandangan filosofis maqashid al syariat khamr sendiri merupakan permasalahan yang bersifat dharuriyat dan merusak ketetapan hukum dharurat al khams, yaitu dari sisi merusak hifdzu ad din (merusak agama) dan hifdzu aql (merusak akal),

Akan tetapi khamr tak hanya berpengaruh pada urusan agama dan akal saja, bahkan akan berdampak pada kehidupan individu yang mengonsumsinya, dan dapat dikatakan khamr merupakan cikal bakal dari rusaknya kehidupan seseorang dalam kehidupan bersosial, berkeluarga,beragama dan bernegara.

Kesimpulan 

Khamar telah diharamkan syariat islam sejak empat belas abad yang lalu, bahkan nonmuslimpun menyadari akan manfaat diharamkan nya minuman khamar karena telah terbukti dengan mengkonsumsi minuman khamar dan sejenisnya membawa madharat bagi tubuh dan kesehatan. perlu kita ketahui bahwasa nya alkohol hanyalah salah salah bentuk zat kimia. Zat ini juga dimanfaatkan untuk berbagai keperluan lain seperti dalam pembersihan, bahan bakar, pelarut, dan sebagai bahan campuran produk kimia lainnya. Untuk contoh pada pemakaian tersebut, maka alkohol tidak bisa dianggap sabagai khamar, karena haramnya khamar kalau ia di manfaatkan untuk di minum atau dimakan dan menyebakan peminum khamar tersebut menjadi mabuk, oleh karena itu pemakaian yang sesuai tidak dilarang dari ajaran islam. Sedangkan ditinjau dari sudut pandang filosofi islam, khamr sendiri merupakan suatu masalah dalam masyarakat yang mana dari segi pandangan filosofis maqashid al syariat khamr sendiri merupakan permasalahan yang bersifat dharuriyat dan merusak ketetapan hukum dharurat al khams, yaitu dari sisi merusak hifdzu ad din (merusak agama) dan hifdzu aql (merusak akal), dan tak hanya seputar agama dan akal , akan tetapi juka berdampak ke aspek aspek kehidupan yang lain , yang menjadi awal mula rusaknya kehidupan seseorang karena disebabkan oleh khamr.

End Notes:

[1] al-‘Alāmah al-Rāghib al-Ashfāhānī, Mufradāt Alfādz Al-Qur’ān, Dimasq: Dār alQalam, 1997. hal. 298.

[2] Fiqih Sunnah 4, Sayyid Sabiq hlm. 69

[3] Fiqih jinayah bab 7, Dzajuli hlm. 95

[4] Muḥammad Mutawallī Sya’rāwī, Tafsīr al-Sya’rāwī, juz VI, hal. 3378

[5] M. Quraish Shihab, Tafsīr al-Mishbāḥ, Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an,vol III, hal. 238.

[6] Zakiyuddīn ‘Abdul ‘Azhīmal-Mundzirī al-Dimasyqī, Mukhtashar Shaḥīḥ Muslim li alImām Abī AlḤusain Muslim Ibnu al-Ḥajjaj al-Qusyairī al-Nīsābūrī Taḥqīq Muḥammad Nāshiru al-Dīn al-Albānī, Bairut: al-Maktabu al-Islāmī, cet. VII, juz II, hal. 345, no. hadis 1279, Kitāb al Asyribah, bab al-Tadāwī bi al-Khamr.

[7] Shohih Muslim Juz III, Hal. 1587

[8] Aris Rauf, MAQASID SYARI’AH DAN PENGEMBANGAN HUKUM

[9] Satria Efendi, M. Zein, Ushul Fiqh (Jakarta: Kencana, 2009), h. 237

[10] Al-Zuhaili, 1986, hal . 1023-1029

[11] M. A. Rifqi A. H. Thahir, “Tafsir Maqasidi: Membangun Paradigma Tafsir Berbasis Mashlahah”, Millah J. Stud. Agama, 335–356, 2019.

[12] Halodoc.com . pecandu alkohol. (diakses 3 januari 22.52 wib)


Kontributor: Ahmad Atho’irrohman, Santri Ma’had Aly PMH semester VI.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *