Analisis Filosofis Fiqih Anak Dalam Buku Dr. Hj. Huzaemah Tahido Yanggo
Oleh: Siti Hodijah
A. Latar belakang
Hukum islam menaruh perhatian yang sangat terhadap anak-anak. Karena kelak mereka akan menjadi orang-orang dewasa yang mempunyai peran penting di masa depan. Artinya mereka adalah tumpuan generasi tua sekarang. Hukum Islam sendiri memiliki berbagai hukum mengenai hak dan kewajiban anak-anak. Adanya hukum islam mengenai anak-anak ini tidak lain dimaksudkan agar tercipta masyarakat yang paripurna lahir dan batin, masyarakat yang harmonis serta untuk melindungi setiap individu dari gangguan orang lain.[1]
Ketentuan hukum-hukum yang berkaitan dengan anak-anak selain merupakan bentuk perhatian atas segala urusannya sejak lahir ke dunia juga merupakan peringatan bagi para pengasuh dan pendidik bahwa penting sekali memperhatikan anak-anak dari sejak kelahirannya dikarenakan supaya hak-hak mereka dapat terlindungi dan mereka dapat tumbuh dewasa menjadi seorang manusia yang sehat serta kuat jasmani dan rohani. Selain itu, karena mereka juga merupakan generasi penerus bangsa yang potensial dan tangguh.[2]
Dalam buku yang saya analisis ini, yaitu Fiqih Anak karya Dr. Hj. Huzaemah Tahido Yanggo MA, seluruh bab yang terdapat di dalamnya membahas persoalan-persoalan yang berkaitan dengan anak-anak. Sehingga penulis dapat menyimpulkan bahwa alasan buku ini diberi judul “Fiqih Anak” karena di dalamnya membahas segala persoalan yang berkaitan dengan anak-anak.
B. Pembahasan
- Definisi Fiqih
Dalam dunia islam salah satu bidang kajian yang menyedot perhatian lebih terhadap umat islam adalah kajian fiqih. Kata fiqih yang secara bahasa memiliki arti paham/mengerti merupakan bentuk mashdar dari kata faqiha-yafqahu-fiqhan.[3] Sedangkan fiqih secara istilah adalah ilmu tentang hukum-hukum syari’at atau kumpulan hukum-hukum syari’at yang berkaitan dengan perilaku manusia, yang mana hukum-hukum syari’at tersebut digali oleh para mujtahid dari dalil-dalil yang terperinci. Penejelasan ini terdapat dalam Ilmu Ushul Fiqih karya Syaikh Abdul Wahab Khollaf sebagaimana berikut :
الفقه إصطلاحا هوالعلم بالأحكام الشرعية العملية المكتسبة من أدلتها التفصيلية، أو هو مجموعة من الأحكام الشرعية العملية المستفادة من أدلتها التفصيلية. [4]
Adapun maudlu’ (tema) bahasan dalam fiqih adalah perbuatan manusia mukallaf. Ini sebagaimana keterangan dalam ilmu ushul fiqih syaikh Abdul Wahab Khollaf :
موضوع البحث في علم الفقه هو فعل المكلف من حيث ما يثبت له من الأحكام الشرعية.[5]
Dalam fiqih, pembahasan manusia yang seringkali dibahas adalah manusia yang berakal dan baligh (mukallaf) karena dalam ilmu fiqih manusia mukallaf itu tidak hanya memiliki hak tetapi juga memiliki kewajiban. Kalaupun manusia tak mukallaf dibicarakan, maka itu terkait dengan haknya sebagai manusia karena mereka memang tidak memiliki kewajiban. Adapun istilah bagi orang tak mukallaf dalam ushul fiqih itu adalah orang yang tidak memiliki ahliyyah al-ada’ (kepantasan atau keahlian dalam mendapatkan hak dan memenuhi kewajiban).[6]
- Tinjauan Umum Tentang Anak
Ash-Shaghir secara bahasa adalah anak kecil, yakni lawan dari kata al-kabir (orang dewasa/yang besar). Ash-shagir berasal dari kata shagura, shagiir (shifah musyabbahah) dan jamaknya adalah shighar. Sedang ashgharahu ghayruhu, shaghgharahu tashghiran, dan istashgharahu artinya menganggapnya kecil atau hina. Sementara kata ash-shugra adalah bentuk mu’annats dari ashgar (lebih kecil).
Sifat ash-shigar (kecil) merupakan sifat ‘aridhah (baru) bagi manusia, artinya sifat ash-shighar bukanlah sifat zat (asli) manusia karena sifat ash-shighar bukan sesuatu yang lazim atau mesti ada pada hakikat manusia, oleh karena itu sifat as-shighar tidak termasuk dalam kategori mahiyatul insan (hakikat manusia).[7]
Pada dasarnya, manusia diciptakan atas dasar suatu sifat yang menjadi perantara untuk mencapai maksud dan tujuan dari penciptaannya. Yakni, bahwa manusia, diciptakan untuk mengemban berbagai beban, tanggung jawab dan untuk mengenal Allah SWT. Sejak hari pertama kemunculannya dalam dunia kehidupan telah ditetapkan padanya keahlian atau kelayakan untuk mendapatkan hak-haknya dan melaksanakan kewajibannya.[8]
Namun, dengan munculnya ‘awaridh (sifat-sifat yang bukan karakter asli) dari manusia menjadikan keahlian atau kelayakan (ahliyyah) manusia dalam melaksanakan tujuan-tujuan diciptakannya tersebut terpengaruhi. Misalnya karena :
- Kematian: Dengannya dapat menghilangkan keahlian atau kelayakan manusia secara total dalam melaksanakan kewajiban atau tugas-tugasnya.
- Gila: Dengannya dapat merubah sebagian hukum saja tanpa merubah hukum lainnya.
- Tidur: Dengannya dapat menghilangkan keahlian dan kelayakan dalam menunaikan kewajiban.
- Kebodohan: Walaupun tidak berpengaruh terhadap keahlian atau kelayakannya, tetapi karena kebodohan dapat menimbulkan perubahan dalam sebagian hukum yang ditetapkan padanya.[9]
Termasuk ‘awaridh, yaitu sifat ash-shighar (kecil) yang merupakan lawan dari kata al-kibar (dewasa/besar/tua), juga dapat mencegah terlaksananya tujuan-tujuan diciptakannya manusia. Dengan demikian, tidak ada taklif bagi mereka, karena salah satu syarat seseorang dapat ditaklif atau dibebani untuk mengamalkan syari’at islam adalah bahwa seorang mukallaf tersebut harus berakal dan memahami taklif atau beban syari’at , karena taklif itu mengandung khitab (perintah), sedangkan memerintah atau mengkhitab seseorang yang tidak berakal dan tidak mempunyai kemampuan untuk memahami itu bagaikan memerintah kepada benda mati.. Maka anak kecil (ash-shagir), baik ia mumayiz atau tidak, ia termasuk seseorang yang belum dapat ditaklif dan tidak berhak mendapatkan khitab. Karena seseorang yang dapat ditaklif dan mendapatkan khitab itu adalah orang yang sudah berakal sempurna.[10]
Adapun bab-bab yang termuat dalam buku ini adalah sebagaimana berikut :
- Bab I : Tinjauan Umum Tentang Anak
- Bab II : Akikah
- Bab III : Menyusui Dan Mengasuh Anak
- Bab IV : Memberi Nafkah Kepada Anak
- Bab V : Hukum Anak Dalam Berbagai Ibadah
- Bab VI : Hukum Anak Kecil Dalam Hal Mumalat
- Bab VII : Pernikahan Anak Kecil, Talaknya, Kesaksiannya, dan Kewaliannya
- Fiqih Anak
Dari penguraian di atas terkait fiqih dan anak, dapat diambil kesimpulan bahwa fiqih adalah ilmu tentang hukum-hukum syari’at/kumpulan hukum-hukum syari’at yang membahas tentang perilaku/perbuatan manusia mukallaf. Sedangkan dalam KBBI anak adalah manusia yang masih kecil (ash-shagir). Kecil merupakan sifat ‘aridhah (baru) bagi manusia, yang artinya sifat tersebut dapat mencegahnya dari melaksanakan kewajiban dan tujuan-tujuan diciptakannya manusia.
Secara singkat fiqih anak adalah hukum-hukum syari’at/kumpulan hukum-hukum syari’at yang membahas tentang perilaku/perbuatan anak kecil yang mana anak kecil merupakan orang yang belum mukallaf. Sedangkan maudlu’ dari fiqih sendiri adalah perilaku/perbuatan mukallaf, maka artinya saat ada hukum-hukum syari’at yang mengatur perbuatannya itu berarti dimaksudkan kepada walinya atau kalaupun dimaksudkan kepadanya maka itu berarti merupakan hak-nya yang harus diberikan bukan kewajibannya karena anak kecil termasuk seseorang yang tidak memiliki kewajiban.
C. Landasan Filosofis
Akhirnya sampailah pada pengkajian filosofis terhadap fiqih anak yang dibukukan oleh Dr. Hj. Huzaemah Tahido Yanggo. Adapun pengkajian filosofis terhadap fiqih anak ini adalah sebagai upaya menemukan kebenaran yang sebenarnya. Dan di sini saya akan mengkajinya melalui kacamata filsafat ontologi. Ontologi merupakan kata yang berasal dari kata “ontos” yang berarti berada (yang ada). Sedangkan secara istilah ontologi adalah ilmu hakikat yang menyelidiki alam nyata ini dan bagaimana keadaan yang sebenarnya.[11]
Dalam hal ini setidaknya saya dapat menjawab dua pertanyaan sebagaimana berikut:
- Mengapa ada buku fiqih anak?
- Dan apa yang berbeda dari fiqih anak dengan fiqih yang lain?
Untuk pertanyaan yang pertama jawabannya adalah sebenarnya berbagai hukum mengenai hak dan kewajiban anak-anak dan hukum-hukum lain yang masih ada relevansinya dengan anak-anak itu sudah termaktub dalam syari’at islam/kitab-kitab turats. Namun di sini Dr. Hj. Huzaemah Tahido Yanggo membukukan fiqih anak supaya dapat memberikan panduan kepada setiap muslim dalam mengasuh dan mendidik anak-anak yang mana menurutnya penting sekali bagi para pengasuh ataupun pendidik memperhatikan anak-anak sejak lahir ke dunia dan memperhatikan segala urusannya sejak ia mulai merasakan angin kehidupan dunia sehingga hak-hak mereka dapat terlindungi dan tumbuh menjadi anak yang sehat serta kuat jasmani dan rohaninya. Adapun judul lengkap dari buku tersebut adalah “Fiqih Anak: Metode Islam dalam Mengasuh dan Mendidik Anak serta Hukum-hukum yang berkaitan dengan Aktivitas Anak”.
Sedangkan untuk pertanyaan yang kedua, jawabannya adalah fiqih anak yang sudah sejak lama/termaktub dalam syar’iat Islam menjadi terkodifikasikan sehingga para pengasuh maupun pendidik akan lebih mudah dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan hukum-hukum dasar edukasi yang telah digariskan oleh Islam karena tidak perlu susah lagi menelusuri/mencari penjelasan berbagai hukum mengenai anak-anak dalam syari’at Islam/kitab-kitab turats yang belum terkodifikasikan.
D. Kesimpulan
Peninjauan melalui filsafat ontologi terhadap fiqih anak yang dibukukan oleh Dr. Hj. Huzaemah Tahido Yanggo adalah keberadaannya yang sudah termaktub dalam syari’at Islam/kitab-kitab turats sebagai panduan bagi para pengasuh dan pendidik anak dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan hukum-hukum dasar edukasi yang telah digariskan oleh Islam telah terkodifikasikan sehingga mudah dicari.
Catatan kaki:
[1] Huzaemah Tahido Yanggo, Fiqih Anak (Metode Islam dalam Mengasuh dan Mendidik Anak serta Hukum-hukum yang Berkaitan dengan Aktivitas Anak), (Jakarta: PT Al-Mawardi Prima, 2004), Cet.1, Hal.vi-vii
[2] Ibid. Hal.vii
[3] Umdah el Baroroh & Tutik Nurul Jannah, Fiqh Sosial Masa Depan Fiqh Indonesia. Hal. 44
[4] Abdul Wahab Khollaf, Ilmu Ushul Fiqih Wa Khulashah Tarikhi at-Tasyri’. Al-maktabah As-Syamilah Hal. 13
[5] Ibid. Hal. 14
[6] Umdah el Baroroh & Tutik Nurul Jannah, Fiqh Sosial Masa Depan Fiqh Indonesia. Hal. x
[7] Huzaemah Tahido Yanggo, Fiqih Anak (Metode Islam dalam Mengasuh dan Mendidik Anak serta Hukum-hukum yang Berkaitan dengan Aktivitas Anak), (Jakarta: PT Al-Mawardi Prima, 2004), Cet.1, Hal. 1
[8] Ibid. Hal. 2
[9] Ibid. Hal. 6
[10] Ibid. Hal 2
[11] Bahrum. Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi. Sulesana Vol. 8 No. 2 Tahun 2013. Hal. 36