Batas Waktu Sholat Tarawih
KH. MA. Sahal Mahfudh
Tanya : Bagaimana hukumnya bila shalat isya’ dan dilanjutkan dengan tarawih pada saat hampir imsak dan bagaimana bila melakukan tarawih sudah mendengar shola-shola, apakah diteruskan ? Tolong dijelaskan batas waktu shalat tarawih yang paling akhir.
Jawab : Shalat adalah serangkaian perbuatan dan ucapan yang dimulai dengan takbirah al-ihram dan diakhiri dengan salam. Shalat ada yang wajib, ada yang sunnah. Umat Islam hanya diwajibkan shalat lima kali sehari semalam. Selain itu, hukumnya sunnah.
Shalat sunnah banyak sekali jumlahnya, dan satu diantaranya shalat tarawih. Shalat tarawih hukumnya sunnah muakkad (sangat dianjurkan sekali). Dari segi bahasa, tarawih adalah bentuk jamak (plural) dari tarwih, yang artinya beristirahat. Dinamakan demikian, karena tarawih yang secara keseluruhan berjumlah 20 (dua puluh) rakaat, dalam setiap empat rakaat dipisah istirahat dengan duduk sebentar (jalsah yasirah), supaya tidak terlalu capek. Tarawih sering juga disebut qiyam Ramadan, karena hanya diperintahkan pada malam bulan Ramadan.
Dari segi pelaksanaan, dua puluh rakaat merupakan jumlah maksimal, minimalnya dua rakaat. Jadi sah-sah saja shalat tarawih empat, delapan, dua belas rakaat dan seterusnya. Setiap dua rakaat diakhiri dengan salam.
Ucapan dan pekerjaan shalat tarawih tidak jauh berbeda dengan shalat-shalat lain. Perbedaannya, barangkali hanya pada niatnya. Karena niat memang harus disesuaikan dengan ibadah yang akan dilakukan (al-manwiy).
Tarawih hanya diperintahkan pada malam bulan Ramadan, setelah shalat isya’ sampai fajar. Tidak boleh shalat tarawih sebelum menunaikan shalat isya’. Jadi, tarawih waktunya muwassa’ (longgar). Kita dipersilahkan shalat kapan saja, awal, pertengahan, dan menjelang akhir, asalkan fajar belum terbit.
Bertarawih menjelang imsak atau setelah mendengar shola-shola, sudah barang tentu diperbolehkan.
Jika kita menemukan fakta, bahwa masyarakat selalu menyelenggarakan tarawih setelah shalat isya’ pada awal waktu, sekitar pukul 19.00 WIB, hal itu semata mata karena alasan praktis lebih mudahnya mengumpulkan masyarakat pada saat itu. Kalau diselenggarakan tengah malam, dapat dipastikan banyak yang tidak ikut, lantaran tidur atau sibuk menyiapkan makan sahur. Para sahabat pada zaman khalifah Umar Ibn Khattab juga melakukan tarawih pada permulaan malam. Berdasarkan fakta sejarah ini, Dr. Wahbah Az-Zuhaili menyatakan, sebaiknya shalat tarawih dikerjakan pada awal waktu. (Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu : II, 1091)
Begitu pula, jika kita menyaksikan mereka selalu mengerjakan secara berjamaah, hal itu tidak menafikan kenyataan bahwa shalat tarawih boleh dikerjakan secara munfarid (sendirian atau tidak berjamaah). Sehingga, apabila karena satu dan lain hal, kita tidak bisa mengikuti jamaah tarawih, tidak secara otomatis kesempatan bertarawih lantas hilang. Kita masih dapat mengerjakannya sendirian pada waktu yang lain, misalnya setelah sahur, sesuai dengan kesempatan dan kemungkinan yang ada. Jangan sampai shalat tarawih ditinggalkan, karena pahalanya besar, berdasarkan sabda Rasulullah :
من قام رمضان غفر له ما تقدم من ذنبه (رواه البخاري)
Artinya : “Barangsiapa melakukan qiyam Ramadan, maka diampuni dosanya yang terdahulu.” (HR. Bukhari)
Sumber : Dialog Problematika Umat