Fiqh Parenting ialah sikap, tutur kata, bahkan pola fikir yang diwujudkan oleh orang tua sebagai kepedulian orang tua terhadap masa depan anaknya. Atau berarti juga ilmu yang mempelajari tentang hukum perawatan, pengasuhan, dan pendidikan anak yang dilakukan oleh orang tua yang sesuai dengan aturan yang diajarkan Islam. Bersumber pada Al-Qur’an dan Sunnah Nabi. Ruang lingkupnya berupa pengasuhan anak, seperti pendidikan di masa hamil sampai lahir, penanaman akidah dan kecintaan pada ibadah, dan peningkatan kecerdasan intelektual dan emosional. Manfaatnya dapat membantu orang tua untuk menciptakan ketenangan, kenyamanan, dan juga kesejahteraan hidup sang anak, sehingga mampu meraih kepuasan dalam hidup dan mencapai sa’adatud darain.[1]
Menurut asy syatibi maqasid syariat mempunyai 5 inti yaitu menjaga agama, menjaga jiwa, menjaga akal, menjaga keturunan, menjaga harta. Dari pembahasan ini, penulis mencoba menghubungkan dengan salah satunya, yaitu menjaga keturunan, karena mendidik anak melalui tahapan memilih pasangan ini perlu untuk menjaga keturunan agar menjadi anak sholih sholihah.
Parenting dalam islam berbeda dengan parenting barat, jika dalam teori orang barat memiliki keyakinan bahwa pendidikan anak bermula saat anak lahir, tetapi parenting islam bermula saat sebelum anak lahir, yaitu disaat memilih pasangan hidup. Tidak dapat dihindari bahwa setiap anak yang lahir mewarisi genetik ayah dan juga ibunya. Maka dalam memilih pasangan menjadi tahapan awal dari upaya pembentukan generasi yang berkualitas baik. Kemudian, Islam juga mengajarkan tentang mendidik anak ketika masih didalam kandungan, setelah lahir, kemudian saat kecil, memasuki remaja, hingga saat dewasa.
Dalam tahapan memilih pasangan atau disebut juga dengan tahapan pra-konsepsi. Artinya, mendidik anak sebelum terjadinya konsepsi, maka seseorang sangat perlu untuk mempertimbangkan dalam memilih pasangan hidup dari berbagai aspek. Langkah ini sangat penting diambil karena dengan pasangan, seseorang akan menjalani kehidupan rumah tangga, termasuk juga mendidik anaknya. Dan yang sangat perlu diperhatikan juga dalam mendidik anak bukan hanya ibunya saja tetapi ayah juga sangat berperan, karena dengan adanya kerjasama dan juga dukungan dari pasangan sangat mempengaruhi kehidupan anak.
Tahapan pra konsepsi ini yang dimaksudkan ialah ovum bertemu dengan sperma, sebelum terjadinya kehamilan , yaitu dalam tahapan pencarian pasangan hidup dengan kualitas dari dirinya. Tahapan ini merupakan penjabaran dari perintah agama untuk melangsungkan pernikahan bagi yang telah mampu untuk membina rumah tangga. Ali bin abi thalib juga pernah memberitakan bahwa Rasul pernah berpesan agar tidak menunda-nunda untuk menikahkan anaknya apabila telah tiba waktunya. Kemudian Nabi juga memberikan arahan apabila ada seorang pemuda yang baik, yang shalih, untuk melamar maka hendaknya diterimanya.
Dapat difahami bahwa penjelasan diatas memuat tentang dorongan, motivasi, dan juga semangat bagi orang tua untuk menyegerakan pernikahan terhadap anak perempuannya dengan alasan-alasan yang telah tertera diatas.
- Memilih Pasangan
Dalam memilih pasangan tentu harus mempertimbangkan secara matang karena hidup dengan pasangan tidak hanya sehari atau dua hari saja, namun untuk menemani seumur hidup. Setiap pasangan menginginkan kehidupan rumah tangga yang langgeng dan juga bahagia. Ikhtiar yang dilakukan salah satunya yaitu dalam memilih pasangan. Saran Rasulullah kepada mereka yang sedang memilih jodoh, hendaknya melihat calon istrinya terlebih dahulu sebelum mengajukan lamaran, agar tidak keliru dalam mengambil keputusan, karena dikhawatirkan nanti akan merusak pernikahan. Kebolehan untuk melihat ini juga berlaku untuk wanita.[2]
Dalam sebuah hadis juga dikatakan bahwa terdapat 4 alasan laki-laki menikahi Perempuan, yaitu karena hartanya, kedudukannya, kecantikannya, atau agamanya.
عن أبي هريرة عن النبي صلى الله عليه وسلم قال تنكح المرأة لأربع لمالها ولحسبها ولجمالها ولدينها فاظفر بذات الدين تربت يداك
Dari Abu Hurairah r.a dari Nabi Muhammad SAW, beliau berkata: Seorang perempuan dinikahi karena empat perkara, karena hartanya karena kedudukannya, karena kecantikannya (atau) karena agamanya. Pilihlah yang beragama, maka kau akan beruntung (HR. Bukhari)
Tidak dapat dipungkiri bahwa manusia menyukai hal yang bersifat material. Oleh karena itu Rasul menyatakan melalui hadis diatas. Hal ini sangat manusiawi. Tetapi pernikahan tidak hanya tentang kesenangan dan juga kebanggaan, namun pandangan dalam islam, pernikahan merupakan sebuah perencanaan untuk masa depan yang cerah. Dalam hal ini, islam mengajarkan untuk mempertimbangkan satu unsur yaitu unsur agama karena tidak akan hilang dimakan oleh waktu, yang tidak akan berubah seiring dengan berjalannya rumah tangga. Beberapa pertimbangan yang dijadikan bahan untuk memilih pasangan yaitu:
- Diutamakan Perawan
- Belum Mempunyai Anak
- Kesuburan
- Kecantikan
- Berakal dan Berakhlaq Baik
Dengan demikian menunjukkan bahwa dalam memilih pasangan memang sangat penting untuk diperhatikan karena dengan pasangan yang baik akan melahirkan keturunan yang baik dan berkualitas, terutama agamanya. Sesuai dengan inti dari salah satu maqasid syariat yaitu menjaga keturunan, maksudnya kemaslahatan yang dilindungi oleh syariat adalah keberlangsungan generasi makhluk hidup, untuk mencegah dari kepunahan dengan upaya yang mengacu pada kebaikan dunia dan juga akhirat, yaitu dengan meningkatkan kualitas anak dengan menerapkan metode parenting yang baik dan sesuai ajaran syari’at. Bukan hanya itu saja, dalam pernikahan (suami istri) sangat mendambakan keturunan yang sholih dan sholihah dan menjaga dari perbuatan zina.
Umi Latifatul Wahidah, Santri semester 5 Ma’had Aly PMH 23/24.
[1] Mahdaniyal h.n. & ahmad Zubair, fikih parenting (semarang:Mutiara aksara,2020), hal 9
[2] Abdul Rahman, perkawinan dalam syariat islam (Jakarta: PT RINEKA CIPTA, 1996), 13-14