Fikih Sosial ”pandangan Ummat Mengenai Peranan Sosial-Politik Abri” oleh K.H.M.A. Sahal Mahfudh

Artikel, Kolom Yai297 Dilihat

Aktualisasi potensi masyarakat melalui pemberdayaan masyarakat mencakup semua bidang kehidupan baik di bidang politik, sosial, ekonomi, maupun budaya dan hankam (pertahanan dan keamanan). Dalam hal ini, seluruh usaha yang bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk mengaktualisasikan diri mereka sendiri dalam bidang apapun. Dimana suatu pola pemberdayaan mau tak mau diawali, dijalankan, dan dikembangkan masyarakat dalam pihak sosial (internal) itu sendiri tidak dalam pihak eksternal. Studi kasus “pandangan ummat mengenai peranan sosial politik” yang dikemukakan oleh Kiai Sahal dalam makalahnya bahwa ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia) merupakan salah satu aparat negara yang awalnya menggunakan pendekatan kultural kemudian bergeser pada pendekatan formal struktural yang mana pendekatan kedua ini tergambar pada 2 jalur, yaitu jalur kelembagaan dan jalur wawasan sehingga dampak pergeseran tersebut bahwa masyarakat menganggap peranan sosial politik ABRI hadir hanya untuk kalangan elitis dan peranan sosial politik ABRI bersifat akademik dan birokratik yang berdominan kalangan perguruan tinggi dan lembaga-lembaga.

Akan tetapi, dalam pendekatan formal struktural peranan sosial politik ABRI mengembangkan masyarakat yang dijalankan adalah problem-problem secara umum akhirnya, tidak ada gagasan yang datang seperti bagaimana daya upaya membuat suatu program pengembangan masyarakat otomatis datang dalam lingkungan masyarakat itu sendiri.

Bila program pendekatan formal struktural ini dijalankan maka muncul beberapa problem yakni, masyarakat akan terikat terhadap pelaku objek atau subjek program apabila dijalankan oleh pihak eksternal atau hak ABRI maka subjek dari program tersebut adalah pihak eksternal sendiri yang kemudian dalam diri masyarakat tidak membentuk suatu karakter bagaimana mereka bisa menangani perkembangan pada dirinya. Salah satu kekurangan masyarakat atau pihak internal yang akan terjadi adalah ketergantungan terhadap pihak eksternal sebab, pihak internal tidak pernah terlatih untuk mengendalikan permasalahan dan menyelesaikannya, sehingga yang dirugikan oleh Kiai Sahal adalah suatu kode pemberdayaan yang melibatkan pihak internal. 

 Sedangkan, pendekatan kultural merupakan pendekatan yang terikat dengan subjek kultural yang mana dalam kaidah Al `adah Al muhakmamah bisa diterapkan dalam konteks ini, karena suatu pemberdayaan masyarakat terkontekstualisasikan dalam penguraian problem-problem sosial. Tidak hanya itu, objek penelitian dalam Maqasid syariah adalah mua’asyaroh dan tauhid dengan kata lain adalah aspek sosial dan aspek teologis, dimana basis kultural tidak hanya mengarah pada mua’asyaroh (sosial) saja tetapi juga pada aspek teologis. Oleh karena itu, peranan sosial politik ABRI diarahkan agar memberikan dampak teologis pada masyarakat seperti dalam konteks ta’awun (tolong-menolong), ibadah (beribadah) dan mu’amalah (transaksi). 

Bukankah yang termuat dalam visi TNI (Tentara Nasional Indonesia) adalah “Terwujudnya Indonesia yang berdaulat, Mandiri dan berkepribadian  berlandaskan gotong royong” [1] yang berarti aspek teologis di bidang ta’awun (tolong-menolong) sudah tersurat sejak awal. Selain itu, gotong royong mempunyai tujuan dan manfaat yaitu membina hubungan sosial yang baik dan terciptanya rasa persatuan dan kesatuan di dalam lingkungan [2] dimana tujuan dan manfaat gotong royong ini, akan menumbuhkan hubungan yang dekat antara masyarakat dan ABRI sebagaimana yang digambarkan oleh jenderal Sudirman sebagai hubungan antara “air dengan ikan”.

Dengan demikian, Kiai Sahal merupakan tokoh yang berbasis social control dan social engineering  yang kemudian beliau mengharapkan dalam pendekatan promotif kultural bahwa suatu pemberdayaan masyarakat dilakukan oleh pihak internal masyarakat sendiri tidak datang dari pihak eksternal ABRI, dimana dalam pendekatan ini masyarakat mengkontrol dan mengskenario dan yang melaksanakannya adalah para ulama` dan para akademisi, adapun pihak eksternal ABRI adalah menjadi fasilitator bagi masyarakat dalam program pemberdayaan. Selain itu, Kiai Sahal juga mengharapkan bahwa peranan sosial politik ABRI memberikan rangsangan bagi pengembangan realistik dari masyarakat dalam memandang persoalan sosial, dengan tetap mempertahankan nilai-nilai (identitas) islam.

 

Referensi

[1] Kementrian Pertahanan Republik Indonesia, “VISI & MISI”, (https://www.kemhan.go.id/renhan/visimisi)

[2] Dinas Tanaman Dan Hortikulra kabupaten Banyuasin, “GOTONG ROYONG”, 19 Mei 2023, (https://distan.banyuasinkab.go.id/2023/05/19/gotong-royong/)

Nisroh Saniyah , 

Santri Semester 4 Ma’had Aly Pesantren Maslakul Huda

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *