Gerakan Sosial Kyai Sahal Dalam Menanggapi Problem Kemiskinan

Artikel, Kolom Yai497 Dilihat

Sustainable Development Goals (SDG’s) merupakan lanjutan dari program Milennium Development Goals (MDG’s) yang selesai pada 2015. Dengan diluncurkannya SDG’s, diharapkan dapat meneruskan keberhasilan 8 program MDG’s dalam menangani masalah sosial, ekonomi dan lingkungan hidup di dunia. SDG’s memiliki 17 tujuan dan 169 capaian yang diagendakan dalam periode 2015 hingga 2030.  Salah satu tujuannya adalah mengentaskan kemiskinan. Masalah ini disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk pendidikan, sosial, ekonomi, dan politik. Untuk mengatasi masalah kemiskinan secara efektif, diperlukan pendekatan yang multidisipliner dimana dalam menyelesaikan permasalahan kemiskinan ini, perlu menggabungkan berbagai cabang ilmu.

Sehubung dengan tujuan dari SDG’s, salah satu tokoh ulama Pengurus Besar Nahdlatul Ulama sekaligus Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia, yaitu Kyai Sahal yang  mempunyai tujuan yang sama dimana ingin merentaskan permasalahan kemiskinan. Melalui terobosan alternatif rumusan fiqh sosial, melalui gerakan sosial pendampingan, mampu merespon persoalan kemiskinan dalam peningkatan kesejahteraan. Melalui pemberdayaan ini, bukan hanya dari segi kemiskinan ekonomi saja, melainkan kemiskinan pada dimensi yang lain baik miskin dari segi pendidikan, kesehatan, politik maupun sosial-budaya. Oleh karena itu, tujuan gerakan pemberdayaan adalah mewujudkan masyarakat dari peningkatan segi ekonomi, yang juga akan berpengaruh terhadap pemberdayaan dari dimensi yang lain.

Beberapa gerakan sosial Kyai Sahal sebagai terobosan alternatif dalam menyelesaikan persoalan dan pengentasan kemiskinan diantaranya:

  1. a) Berdirinya BPPM (Biro Pengembangan Pesantren dan Masyarakat)
  2. b) Berdirinya Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
  3. c) Zakat Sebagai Pengentas Kemiskinan

Hal semacam ini dilakukan Kyai Sahal dengan mengembangkan konsep fiqh melalui pendekatan maqasid syari’ah dengan tujuan maslahah. Gerakan sosial yang dihadirkan Kyai Sahal dalam rangka mengentaskan kemiskinan diimplementasikan melalui konsep pemberdayaan yang difokuskan pada level komunitas (tindakan kolektif). Pada perspektif ini People Centered Development digunakan untuk memandang inisiatif kreatif dari rakyat sebagai sumber daya pembangunan utama dan memandang kesejahteraan material serta spiritual. Kehadiran fiqh sebagai alat bantu tidak sekedar alat untuk melihat setiap persoalan dari kacamata hitam-putih, sebagaimana cara pandang fiqh yang sering ditemukan. Fiqh dijadikan senjata untuk menghasilkan pemikiran yang egaliter, pluralistik dan mengedepankan aspek kemaslahatan umat. Lebih dari itu, fiqh yang diaktualisasikan Kyai Sahal adalah dengan menempatkan konstruksi fiqh sosial sebagai paradigma pemaknaan secara sosial yang didasarkan atas keyakinan, bahwa fiqh harus di baca dalam konteks pemecahan dan pemenuhan tiga jenis kebutuhan manusia yaitu kebutuhan dharuriyah (primer), kebutuhan hajiyyah (sekunder) dan kebutuhan tahsiniyah (tersier). Melalui proses penyadaran (konsientisasi) manusia akan tergugah bahwa ketidakberdayaan dan keterbelakangan serta kelemahan (ekonomi, pendidikan) yang menyebabkan kemiskinan akibat suatu keadaan yang dibuat oleh manusia sendiri dan dapat diselesaikan dengan jalan ikhtiar mereka sendiri untuk mengubah hidup menjadi mandiri dan sejahtera.

Munculnya bermacam institusi lokal oleh Kyai Sahal, tidak lain sebagai sarana untuk memfasilitasi tindakan bersama dan meningkatkan power. Institusi ini menjadi sarana untuk menentukan segala perencanaan, pengambilan keputusan bahkan sampai tahap cotrol (pengawasan) terhadap pengeloaan sumber daya sebagai bentuk peningkatan kapasitas masyarakat. Lahirnya KSM-BPPM-BPR sampai pada konsep Zakat merupakan bagian dari bentuk dan pendekatan institusi lokal melalui tindakan koletif untuk menciptakan peningkatan kualitas masyarakat dengan mengoptimalkan dan pendayagunaan potensi masyarakat yang masih terpendam dalam rangka penghapusan kemiskinan. Terakhir, Kyai Sahal Mengejawantahkan prinsip sa’adatuddarain untuk mencapai kesejahteraan dan keseimbangan hidup dunia akhirat.

Referensi

  1. LOCALISE SDGs (2018). SDG’s dan Upaya Penurunan Kemiskinan di Indonesia. Diakses pada 20 Februari 2024 dari https://localisesdgs-indonesia.org/beranda/v/sdgs-dan-upaya-penurunan-kemiskinan-di-indonesia 
  2. Sumanto Al Qurtuby (2020). Kiai Sahal Mahfudh. Diakses pada 20 Febeuari 2024 dari https://sumantoalqurtuby.com/kiai-sahal-mahfudh/ 
  3. Siti Sulikhah (2017). PARADIGMA FIQH SOSIAL ATAS KEMISKINAN DALAM GERAKAN “EMPOWERING” MENUJU KEMAKMURAN UMAT. (Pati: IPMAFA, 2017) yang dikutip dari Mahsun, Metodologi Sosial dari Qauy. Islamic Review: Jurnal Riset dan Kajian Keislaman Vol. VI No.1 Tahun 2017

 

Tsalis Rizqia Naila Shofa,

Santri Semester 4 Ma’had Aly Pesantren Maslakul Huda

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *