Taubat kata ini sering kali didengar kalangan muslimin baik dalam konteks serius bagi saudara dan saudari yang mulai menyesal oleh perbuatanya yaitu melanggar hal-hal yang tidak semestinya dilakukan dimana ajaran agama telah melarangnya bahkan dalam bingkai bergurau seperti islitah istigfar-istigfar, nyebut, ingat sudah usia atau semacamnya semuanya itu memberi isyarat untuk kembali pada rel kebenaran (segera bertaubat). Sudah bukan rahasia lagi dalam doa setelah wudhu dapat, dipastikan umat muslim meminta agar mereka termasuk kepada golongan yang bertaubat juga mensucikan diri, berikut teksnya :
أشْهَدُ أَنْ لَا إلَهَ إلَّا اللهَ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ اللَّهُمَّ اجْعَلْنِي مِنَ التَّوَّابِينَ وَاجْعَلْنِيْ مِنْ الْمُتَطَهِّرِينَ سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لَا إلَهَ إلَّا أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إلَيْكَ وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ
Asyhadu al laa ilaaha illallah wahdahu laa syariika lah, wa asyhadu anna muhammadan ‘abduhu wa rasuuluhu. Allahumma ij’alni minat tawwaabiina waj’alni minal mutathahhiriin. Subhaanaka allahumma wa bihamdika asyhadu al laa ilaaha illa nta astaghfiruka wa atuubu ilaik. Wa shallallahu ‘ala sayyidina Muhammad wa `aali Muhammad.
Sayangnya akhir-akhir ini umat muslim seakan-akan dibuat kurang percaya diri dengan istilah Taubat ini , ada apa gerangan boleh jadi karena istilah taubat ini dirasa terlalu fullgar hingga tidak nyaman lagi digunakan juga takut dianggap ahli ma’siyat maupun pendosa pro player. selain itu bisa jadi memang ada istilah lain yang dapat mewakili istilah taubat ini sehingga lebih nyaman digunakan dan percaya diri, sebelum masuk lebih dalam mari sedikit mengulas tentang Taubat itu sendiri.
Syekh Abdul Wahhab Asya’rony dalam kitabnya Al Minahu As Saniyah menjelaskan sebagai berikut :
أول الوصية: (عليك أيها الأخ الإستقامة في التوبة) التوبة فى اللغة الرجوع، يقال تاب: أي رجع وفي الشرع : الرجوع عما كان مذموما في الشرع إلى ما هو محمود في الشرع، ولها بداية ونهاية، فبدايتها التوبة من الكبائر، ثم الصغائر، ثم المكروهات، ثم من خلاف الأولى، ثم من الحسنات، ثم من رؤيته أنه صار معدودا من فقراء الزمان، ثم من رؤيته أنه صدق في التوبة، ثم من كل خاطرة يخطر له في غير مرضاة الله تعالى. وأما نهايتها فالتوبة كلما غفل عن شهود ربه تعالى طرفة عين.
Dikatakan Taubat secara bahasa berasal dari kata Taaba yang memiliki arti kembali sedangan secara syariat ialah kembali dari hal hal tercela dalam kacamata syariat kepada hal hal yang terpuji dalam pandangan syariat. Seperti keterangan diatas Taubat sendiri memiliki Permulaan dan Puncaknya
Fase permulaan meliputi : Taubat dari dosa-dosa besarTaubat dari dosa-dosa kecil, Taubat dari hal-hal makruh, Taubat dari hal-hal khilaful aula (meninggalkan keutamaan, Taubat dari pandangan diri yang menganggap dirinya termauk dari pada golongan Fakir (orang lemah tak berdaya), Taubat dari pandangan dirinya mengenai kebenaran dalam taubatnya, dan Taubat dari setiap suara hati yang dimiliki dalam hal-hal yang tidak diridhoi Allah swt
Sedangkan Fase puncak berisi : Bertaubat setiap kali lalai dari pada mengingat Allah sekejap Saja. Dengan fase-fase ini taubat memang bukan hal yang mudah karena seyogyanya dilakukan secara urut dan tidak instan, dengan begini orang-orang tidak akan mudah mengangap remeh atau mengeklaim seseorang sebagai ahli ma’siyat atau pendosa pro player karena belum tentu mereka lolos dari fase-fase ini.
Perlu diketahui dari berbagai hal yang dicintai Allah, orang-orang yang bertaubat termasuk yang ada didalamnya lihat QS. Annur ayat 31
(إن الله يحب التوابين ويحب المتطهرين)
Sesunggguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan mencintai orang-orang yang mensucikan diri
Dalam suatu riwayat Hadist dikatakan :
قال صلى الله عليه وسلّم : ليس شيء أحب إلى الله تعالى من قطرتين قطرة دمع من خشية الله وقطرة دم تهراق في سبيل الله . رواه الترمذي والضياء
Rasulullah Sallahualaihi wasallam bersabda Tiada suatu hal yang lebih Allah cintai dari dua tetesan yakni tetesan eluh air mata karena takut kepada Allah dan tetesan darah daripada kucuran berjihad dijalan Allah
(HR. At-Turmudzi wa Dhiya)
Tidak berhenti disitu Allah juga senantiasa menanti taubat dari hamba-hambanya terekam dalam suatu riwayat :
قال ﷺ: «إن الله عز وجل يبسط يده بالليل ليتوب مسيء النهار وبسط يده بالنهار ليتوب مسيء الليل حتى تطلع الشمس من مغربها، رواه مسلم والنسائي.
Rasulullah Salallahualaihi wasallam bersabda : Sesungguhnya Allah Meluaskan kekuasaanNya dimalam hari supaya bertaubat orang yang berbuat keburukan disiang hari dan meluaskan kekuasaanNya disinga hari supaya bertaubat orang yang berbuat keburukan dimalam hari hingga terbitnya matahari dari terbenamnya
(HR. Muslim Wa Nasaa’i)
Dalam kitabnya Al Tanwiiru Al Qulub Syekh Muhammad Amin Al Kurdy menjelasan sebagai berikut :
فإذا تقربوا إلى الله تعالى بما يحبه أحبهم وإذا أحبهم غار عليهم أن يطلع أحد على نقص فيهم فيستر عليهم ومن كرم الله تعالى على عباده أنهم إذا فعلوا معصية ثم تابوا ثم فعلوها ثم تابوا قبل الله توبتهم
Maka tatkala hamba-hamba Allah mendekatkan diri kepada Allah dengan sesuatu yang Allah cintai maka Allah akan mencintai mereka, ketika Allah sudah mencintai mereka maka Allah mulai cemburu, sehingga ketika salah satu dari mereka melihat kekurangan pada diri mereka Allahpun akan menutupinya. Dan sebagian dari pada kemulyaan Allah pada hamba-hambanya yaitu sungguh ketika mereka melakukan kemaksiyatan kemudian bertaubat kemudian melakukan maksiyat lalu bertaubat Allah tetap menerima taubat mereka.
Sampai di sini apakah masih kurang percaya diri dengan istilah Taubat ini, lalu istilah apa yang biasa digunakan sebagai opsi lain dan terasa lebih nyaman mungkin dalam menggantikan istilah taubat ini? Ya tidak lain lagi bisa langsung di periksa diberbagai jejaring media sosial dengan kata kunci yang familiar akhir-akhir ini yaitu : HIJRAH. kerap kali disana muncul, bertebaran dimana-mana antara lain ustadz hijrah, artis hijrah, musisi hijrah, sobat hijrah dan lain sebagainya dengan tampilan ciri yang sama dan orangnya itu-itu saja.
Perlu digaris bawah pengkalasteran hijrah dengan ciri tampilan-tampilan baik dalam sosial media ataupun kajian-kajian mereka semacam inilah yang tidak pernah terjadi dikhasanah dunia islam. bisa dibilang sebagai bid’ah tentu masuknya pada bid’ah hasanah kalaupun mau menerima dan mengakuinya secara seksama. Pertanyaan selanjutnya apakah tokoh atau pengikut trand ini mengakui selain dari pada kalangan mereka pada Da’i atau muslim yang hijrah tanpa harus menyeragamkan tampilan layakya yang mereka kenakan terlebih sebaliknya seperti memakai pakai tutup kepala ala mesir, imamah, songkok hitam, sarung, belangkon atau yang lain tanpa harus mengenakan gamis, celana sirwal, dan peci haji.
Sangat tidak etis jika harus menjadikan istilah hijrah ini sebagai brand saja apalagi sampai menutup diri dari muslim yang lain, ini yang patut dikhawatirkan. kembali pada istilah hijrah ini sendiri dengan maknanya yang mana dapat diklasifikasikan sebagai berikut ini:
- Makna klasik
Yaitu perpindahan baginda Rasullullah dan para Shohabat dari Makkah ke Madinah, hal ini ini berakhir sampai Rasulullah bersabda;
عن عبد الله بن عباس رضي الله عنهما قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم يوم فتح مكة: «لا هجرة بعد الفتح، ولكن جهاد ونية. وإذا اسْتُنْفِرْتُم فَانْفِرُوا
Dari Abdullah bin Abbas berkata Rasulullah SAW bersabda dihari Fathu Makkah : Tiada Hijrah lagi setelah Fathu Makkah melainkan jihad dan niat. Jika kalian diminta pergi berjihad maka pergilah.
Lalu apakah hukum hijrah itu masih berlaku, bukan kah periode tersebut telah berlalu? Tentu perihal ini masih berlaku coba lihat sekilas salah satu kaidah kaidah ushul fiqh sebagai berikut, dan kembangkan:
يجوز نسخ الرسم و بقاء الحكم و نسخ الحكم وبقاء الرسم
Diperbolehkan menasakh teks dan menetapkan hukum dan menasakh hukum beserta tetapnya teks.
Seperti yang disadari salah satu faktor yang mendukung Rasulullah hijrah adalah ketidak kondusifan kota makkah saat itu untuk melaksanakan ibadah ataupun menyebarkan syariat. dari sini dapat dipahami bilamana seseorang tidak dapat melaksanakan ibadah secara kondusif didaerah tertentu maka sah-sah saja baginya untuk hijrah.
- Makna Perluasan
Ialah makna yang biasa dijadikan landasan dasar untuk mengarah arti hijrah menjadi sebuah istilah dengan dasar hadist :
يَقُولُ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: “الْمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ السَّيِّئَاتِ وَالْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ” صحيح ابن حبان
Saya telah mendengar Rasulullah Saw bersabda Seorang pehijrah ialah dia yang meninggalkan keburukan-keburukan sedangkan seorang muslim ialah seseorang yang kaum muslimin selamat dari lisan dan tanganya. (HR. Shohih Ibn Hibban).
إن النبي صلى الله عليه وسلم قال: المُسلِمُ مَن سَلِمَ المسلمون مِن لسانه ويده، والمُهاجِرُ مَن هجَرَ ما نهى الله عنه اخرجه البخاري
“Seorang Muslim Ialah seseorang yang kaum muslimin itu selamat dari lisan dan tangannya dan seorang yang hijrah ialah seseorang yang meninggalkan apa yang dilarang oleh Allah.”
Sebagian ulama memang memaknai istilah hijrah sepertihalnya taubat diantaranya Ibnu malak yang berkata demikian :
قَالَ ابْنُ الْمَلَكِ : وَالْمُعْتَبَرُ الْيَوْمَ الْهِجْرَةُ الْمَعْنَوِيَّةُ، وَهِيَ الْهِجْرَةُ مِنَ الْمَعَاصِي، فَيَكُونُ الْأَوْرَعُ أَوْلَي. كتاب مرقاة المفاتيح شرح مشكاة المصابيح (الملا على القاري)
“Ibnu Malak berkata : pendapat yang mu’tabar dizaman ini hijrah yang bersifat maknawaiyah yakni hijrah dari pada kemaksiyatan-kemaksiyatan, maka siapa yang lebih wirai ialah yang lebih utama.”
Dalam kitab yang sama dikatakan pula :
-: ( «لَا هِجْرَةَ بَعْدَ الْفَتْحِ» )وَأَمَّا قَوْلُهُ – عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ
مَحْمُولٌ عَلَى خُصُوصِ الْهِجْرَةِ مِنْ مَكَّةَ إِلَى الْمَدِينَةِ؛ لِأَنَّ عُمُومَ الِانْتِقَالِ مِنْ دَارِ الْكُفْرِ إِلَى دَارِ الْإِيمَانِ بَاقٍ عَلَى حَالِهِ، وَكَذَا الْهِجْرَةُ مِنَ الْمَعَاصِي ثَابِتَةٌ لِقَوْلِهِ – عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ الْمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ مَا نَهَى اللَّهُ عَنْهُ وَالْمُرَادُ الْمُهَاجِرُ الْكَامِلُ وَهَذَا مَعْنَى حَدِيثِ لَا تَنْقَطِعُ الْهِجْرَةُ حَتَّى تَنْقَطِعَ التَّوْبَة
Adapun sabda Nabi Saw: “tiada hijrah pasca terbukanya Makkah” itu diarahkan pada khususnya hijrah dari makkah ke madinah, karena keumumam perpindahan dari daerah kafir ke daerah mu’min masih berlaku seperti adanya, begitu pula hijrah dari kemaksiyatan benar adanya karena sabda Nabi Saw “seorang pehijrah adalah ia yang meninggalkan apa yang dilarang Allah. Yang dimaksud Muhajir disini adalah pehijrah yang sempurna inilah makna dari ada hadist nabi ‘’ Hijrah tidak akan terputus sampai habisnya taubat.
Al-Qasthalani juga mengungkapkan hal yang serupa sebagaimana berikut;
نعم حكمها من دار الكفر إلى دار الإسلام مستمر، وفي الحقيقة هي مفارقة ما يكرهه الله تعالى إلى ما يحبه،
شرح القسطلاني = إرشاد الساري لشرح صحيح البخاري
“Ya benar hukum hijrah dari daerah kafir ke daerah islam tetap berlangsung, dan secara hakikat hijrah ialah berpisah dari hal yang dibenci Allah pada hal yang dicintai Allah.’’
Tentunya masih banyak lagi yang mengatakan hal senada sebagaimana terlampir diatas, namun jika ditelaah kembali maka pemaknaan tersebut bukanlah perihal yang tepat secara menyeluruh oleh karena itu maka seyogyanya memandang lebih teliti.
Hasan bin Ali al-Fayumi dalam kitabnya berkata :
والمهاجر اصطلاحا هو الذي فارق عشيرته ووطنه وأعلم النبي -صلى اللَّه عليه وسلم المهاجرين أنه يجب عليهم أن يهجروا ما نهى اللَّه عنه لتكمل هجرتهم ولا يتكلو على الهجرة إلى المدينة فقط وقيل شق فوات الهجرة على بعضهم فقيل المهاجر أي الكامل من هجر ما نهى اللَّه عنه ويحتمل أن يكون صدور هذا الحديث بعد الفتح ولا هجرة حينئذ إلا هجرة المعاصي
فتح القريب المجيب على الترغيب والترهيب [حسن بن علي الفيومي]
“Secara istilah Pehijrah ialah seseorang yang meninggalkan keluarganya dan tanah kelahiranya, bahwa Nabi Saw mengetahui shohabat muhajirin bahwa mereka hanya sekedar hijrah ke madinah saja. Dan konon (qil) nabi mewajibkan pada mereka untuk berhijrah dari apa yang dilarang Allah supaya sumpurna hijrah mereka , dikatakan tatkala sebagian dari pada mereka tidak dapat berhijrah maka dikatakan oleh nabi Pehijrah yang sempurna adalah ia yang meninggalkan apa yang dilarang oleh Allah, keaedaan tersebutlah yang mana menjadi sumber hadist ini pasca kota fathu makkah dan tidak ada hijrah tatkala itu melainkan hijrah dari kemaksiyatan.’’
Dalam Syarah Ibnu Hibban Abdul al-Aziz al-Rojahi mengatakan :
المهاجر من هجر السيئات، والمسلم من سلم المسلمون من لسانه ويده
يعني: من هجر السيئات بالهجرة من بلد الكفار إلى بلد الإسلام؛ لأن البقاء في بلد الكفار من السيئات، لكن المهاجر الكامل هو الذي يهجر السيئات كلها
كتاب شرح صحيح ابن حبان – الراجحي [عبد العزيز الراجحي]
“Seorang Pehijrah adalah dia yang meninggalkan keburukan-keburukan, sedangkan Seorang muslim adalah dia yang kaum muslimin selamat dari lisan dan tanggannya.’’
“Maksudnya seseorang yang meninggalkan keburukan-keburukan dengan berhijrah dari negeri kufar ke negeri islam, karena menetap dinegeri kafir termasuk dari pada keburukan akan tetapi Pehijrah yang sempurna adalah dia yang berhijrah dari keburukan secara keseluruhan.”
Artinya, pengarahan makna semacam ini menunjukan bahwa hijrah tidak dapat diartikan secara mutlak yakni orang yang bertaubat atau meninggalkan apa yang dilarang Allah melainkan secara bahasa adalah seseorang yang meninggalkan sesuatu, namun pada konteks hadist dapat diketahui bahwah makna hijrah dengan meniggalkan sesuatu yang Allah larang adalah perluasan makna dalam bingkai menunjukan kesempurnaan keidealan seorang Pehijrah. Dimana ini akan selaras dengan apa suatu kaidah Imam Sibawaih yang di sampaikan oleh Syamsuddin al-Sufairi dalam kitabnya: .
فقد صرح سيبوية بأن الجنس إذا أطلق محمولاً على الكامل ويسقط ما استشكل منه إذا المفهوم من الحديث أن من لم يسلم المسلمون من لسانه لا يكون مسلماً، نعم يخرج عن الإسلام الكامل إذا لم يسلم المسلمون من لسانه ويده، ولم يخرج عن أصل الإسلام
كتاب شرح البخاري للسفيري = المجالس الوعظية في شرح أحاديث خير البرية
“Imam Sibawaih telah menjelaskan bahwa suatu jenis ketika disebut secara mutlak (tanpa ada qoyyid) maka diarahkan maknanya pada sifat kesempurnaan (ideal) . dan gugurlah kemuskilan dari pada hadist yang dipahami bahwa seseorang yang kaum muslim tidak aman dari lisan dan tanganya maka bukanlah muslim. Yaa ia keluar dari muslim yang sempurna (keidealan muslim) namun tidak keluar dari pada sifat muslim itu sendiri (Islam).
Tidak perlu ditanya lebih utama mana istilah hijrah atau taubat tentunya ini kembali pada pribadi masing-masing dimana sifat yang ada lebih condong kemana, dengan pemaparan diatas dapat dikatakan seorang yang bertaubat mengalami fase-fase untuk senantiasa kembali kepada sang Roob sedangkan pehijrah seyogyanya akan meninggalkan apa yang dilarang oleh Allah baik telah melaksanan perpindahan atau belum hal ini karena yang digunakan adalah makna perluasan.
Dari sedikit ulasan yang ada dapat disimpulkan bahwa pemaknaan pada istilah hijrah yang disamaartikan dengan taubat dan menjadi trend akhir-akhir ini merupakan perluasan makna dengan melalui proses dan perlu memandang konteks yang ada. Artianya hijrah tidak hanya memiliki satu makna sedangkan Taubat sudah tentu fokus pada suatu sifat yakni kembalinya sang hamba pada Rabbnya atas tindakan atau perilaku tercela dalam pandangan syara beralih kepada perihal yang terpuji dalam kacamata syara, perlu digaris bawahi bahwa hadist mengenai hijrah yang telah dipaparkan diatas bersandingan dengan hadist tentang muslim yang kamil atau ideal dimana kaum muslimin aman oleh lisan dan tangannya. ini menjadi Isyaroh tersendiri pada fenomena akhir-akhir dengan harapan saudara-saudara yang mengeklaim dirinya hijrah semoga dapat bersifat kondusif dan mengkondusifkan keadaan layaknya umat muslim pada umumnya. Wallahu A’lam
Daftar Pustaka
- Kitab Al-minahu al-Saniyah
- Al- Tanwirul al-Qulub
- Khasiyah Dimyati ala al-Waroqot
- Kitab Mirfaqotu al-mafatih Syarah Miskatu al-Mashobih
- Fathu al-Qorib al-Mujib ala al-targib wa al-tarhib
- Syarah Shohih Ibnu Hibban Li al-Rojahi
- Majalisul al-Wadziyah Syarah Ahadistu Khoiri al-Bariyah
- Irsyadu al-Saari Syarah Shohih al-Bukhari
Kontributor: Khamdi Ali Zain, santri Ma’had Aly Pesantren Maslakul Huda semester V