Rabu, 3 Agustus 2016, Ibu Dina Martiany ; seorang Peneliti gender dan ilmu sosial dari sekjen DPR RI datang ke Pesantren Maslakul Huda Kajen Margoyoso Pati. Kedatangan beliau bertujuan untuk melakukan penelitian tentang bagaimana sosialisasi lawan jenis di pesantren dan persepsinya mengenai relasi laki-laki dan perempuan.
Berangkat dari anggapan masyarakat bahwa perempuan adalah makhluk kedua setelah laki-laki berdasarkan sifat-sifat perempuan yang menggambarkan kefeminimannya dan sifat-sifat laki-laki dengan kemaskulinannya dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti tradisi, adatistiadat, corakbudaya, kebijakan negara dan bahkan ajaran agama yang ditafsirkan secara tekstual. Sehingga memunculkan suatu ketimpangan peran antara perempuan dan laki-laki, termasuk hak-hak perempuan dan keeksisannya dalam bersosialisasi dan berekspresi diranah publik. Ketertindasan dan ketidakberdayaan inilah yang menjadi pemicu utama mencuatnya gerakan-gerakan emansipasi, biasa disebut dengan istilah feminisme yang mana diera kekinian ini semakin membumi dan menjalari berbagai kalangan,termasuk pesantren.
Akan tetapi dalam perjalanannya, aliran tersebut mengalami benturan kultural dan sosial, bahkan spiritual. Apalagi dalam dunia pesantren dengan tradisi patriarkhal-nya, sudah barangtentu menjadi sesuatu yang tabu.
Dewasaini, banyak sekali lembaga pendidikan pesantren yang peserta didiknya terdiri dari santri putra dan santriputri, seperti Pesantren Maslakul Huda. Maka tidak dapat dipungkiri bahwa hubungan keorganisasian antara santri putra dan putri pasti terjalin.
Beliau, Ibu Dina Martiany mengajak diskusi pihak Pesantren, diantaranya; Bapak Dliya’ul Haq (Pembantu Pengasuh Pesantren Maslakul Huda), Ustad Ahmad Amiruddin (Pembantu Pengasuh Pesantren Maslakul Huda dan Ustad di Ma’had Aly Pesantren Maslakul Huda Fiy Ushul Al Fiqh), Ustad MA. Abdullah Haris (Ustad di Ma’had Aly Pesantren Maslakul Huda Fiy Ushul Al Fiqh), Tiga orang santri putra dan empat orang santri putri Ma’had Aly Pesantren Maslakul Huda Fiy Ushul Al Fiqh. Diskusi sesi pertama dilakukan di ruang rapat Pesantren Maslakul Huda pada pukul 15.30 WIB, dilanjutkan sesi kedua ba’da isya’ setelah selesaisowan kepada Ibu Pengasuh; Hj. Nafisah Sahal dan menengok kamar santri putri Ma’had Aly.
Dalam konsepnya Ibu Dina Martiany menanyakan bagaimana perempuan dalam al-qur’an, hadits dan kitab kuning, dan kitab kuning yang ditulis dalam konsep wawancaranya yaitu kitab uqudulujain karya imam Nawawi.“Uqudulujain itu kan lebih difokuskan pada relasi perempuan dan laki-laki ketika keduanya sudah menjadi pasangan suami istri, namun secara umum karyanya imam al buthi itu. Al Mar‘ah Bayn Thughyan An Nizham Al Gharbiyywa Latha‘if At Tasyri’ Ar Rabbaniyy menurut saya kajian yang sangat bagus ”kata Ustad Haris menanggapi.
Dalam diskusi ibu Dina bertanya mengenai ada atau tidaknya pembatasan dalam agama islam, mulai dari peran wanita dalam politik, keluarga, sosial danberbagai bidang yang lain. Ustad MA. Abdullah Haris memberikan rujukan pada kitab karya Imam Muhammad Sa’id Ramadhan Al Buthi;Al Mar‘ah Bayn Thughyan An Nizham Al Gharbiyy wa Latha‘if At Tasyri’ Ar Rabbaniyy.“Pembahasan tentang posisi wanita dalam islam di kitab tersebut komplit, di satu sisi argumen yang dipaparkan oleh Al Buthi dalam karya tersebut sangat valid dalam artian beliau tidak hanya membela hak-hak perempuan atas nama alasan yang tidak bisa dibenarkan menurut kacamata agama, tetapi beliau mampu memaparkan beragam hadits terkait keterlibatan wanita dalam bidang politik, sosial dan lain banyak hal” begitu kata Ustad Ma’had Aly Pesantren Maslakul Huda Fiy Ushul Fiqh tersebut. “Wal hasil dari Pesantren Maslakul Huda sendiri” menurut Ustad Haris “Mengacu pada karyanya Al Buthi; tidak ada pembatasan yang signifikan, meskipun pada kasus kasus tertentu Al Buthi lebih cenderung berpijak pada salah satu qaidah fiqhiyyah; taqdimul aham fal aham berarti lebih memprioritaskan tanggung jawab yang lebih penting bagi seorang wanita.Semisal ada wanita yang mempunyai karir yang waktunya cukup lama pada saat yang sama dia juga berstatus sebagai istri dan ibu, dalam kondisi seperti iniAl Buthi menyarankan taqdimulaham fal aham; lebih memprioritaskan mana yang lebih penting, tentunya lebih penting bagi siapa.”Menurut Ustad Haris tujuan Ibu Dina Martiany disamping meneliti gender mungkin juga ingin membuat acuan hukum dari kacamata pesantren terhadap gender yang nantinya mungkin saja akan dibuat menjadi entah itu rancangan undang-undang atau mungkin juga sudah ditetapkan sebagai undang-undang yangterfokus pada pemberdayaan perempuan. Maka dari itu Ibu Dina Martiany membutuhkan data dari beberapa pesantren.
Di akhir sesi diskusi, Ibu Dina juga meminta salah satu sempel yang dilihat dari dua cara pandang yang berbeda, Ustad Haris mencontohkan masalah niqab (cadar), “Bagi sebagian umat islam niqob itu sebuah kewajiban yang harus dilakukan oleh setiap muslimah dan sebagian yang lain. berhubung wajah ini bukan aurat berarti tidak ada tuntutan untuk menutup” kata Ustad Haris. Beliau menambahkan“Bagaimanapun ini masalah ijtihadiyah, masalah furu’iyyah, tidak sampai menyinggung masalah substansi keimanan seseorang, maksudnya dengan furu’ ijtihadiyah sampai kapanpun masalah ini akan selalu menjadi perdebatan dan tidak akan pernah selesai, satu yang perlu kita pegang bersama yaitu wala tahasadu wala tabaghodu, salah satu hadits rosulullah; jangan saling melempar kebencian dan jangan saling melempar kedengkian.”
Setelah diskusi selesai, Ibu Dina Martiany melakukan sesi pemotretan dengan para santri putri dan juga beberapa ustad Ma’had Aly Pesantren Maslakul Huda Fiy Ushul Al Fiqh baru kemudian Beliau memohon undur diriuntuk menginap di salah satu hotel di Pati.
Redaksi: Hilmi Robiuddin dan Fina Mazida Zulfa