MENGENAL MA’HAD ALY SEBAGAI PENDIDIKAN TINGGI PONDOK PESANTREN

Kolom Santri, Opini2077 Dilihat

Oleh : Siti Hodijah

(Santri Ma’had Aly Pesantren Maslakul Huda fi Ushul al-Fiqh Semester VI)

Setiap hendak lulus dari sebuah lembaga pendidikan pasti seorang pelajar sudah mulai memikirkan akan ke mana ia melanjutkan pendidikannya setelah selesai menempuh pendidikan di jenjang sebelumnya. Siswa SD/MI ketika sudah menginjak kelas 6 pasti sudah mulai memikirkan akan ke mana ia melanjutkan pendidikannya, akankah kemudian ia menempuh pendidikan barunya di SMP atau MTs?. Begitupun siswa SMP/MTs yang sudah menginjak kelas 9 pasti mereka sudah mulai memikirkan ke mana ia akan melanjutkan pendidikan selanjutnya setelah selesai menempuh pendidikan di tingkat menengah pertama tersebut. Akankah ia berlanjut ke SMA, SMK ataukah MA?. Demikian pula dengan santri, saat hendak usai menempuh pendidikannya di pondok pesantren pasti ia sudah mulai memikirkan dan merencanakan ke mana akan melanjutkan pendidikannya. Mungkin saja karena ia lulusan pesantren, ia ingin melanjutkan pendidikan tinggi-nya ke perguruan tinggi yang didalamnya lebih banyak memuat materi ajaran-ajaran agama islam dan tetap mempelajari kitab kuning. Jika demikian, maka Ma’had Aly lah solusinya. Sekarang Pondok Pesantren telah memiliki Pendidikan Tinggi yaitu Ma’had Aly yang sejak Tahun 2015 telah diterbitkan pengaturannya dalam Peraturan Menteri Agama (PMA) No. 71/2015 tentang Ma’had Aly dan kini peraturan tersebut telah diperbarui dengan Peraturan Menteri Agama (PMA) No. 32/2020. Bahwa yang dimaksud dengan Ma’had Aly adalah Pendidikan Pesantren jenjang Pendidikan Tinggi yang diselenggarakan oleh Pesantren dan berada di lingkungan Pesantren dengan mengembangkan kajian keislaman sesuai dengan kekhasan Pesantren yang berbasis  kitab kuning secara berjenjang dan terstruktur (UU No. 18/2019 Tentang Pesantren).

Dulu, pada awal tahun 2000-an santri lulusan pesantren merasa kesulitan ketika akan melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi karena ijazah pesantrennya dianggap tidak laku sehingga tidak dapat melanjutkan pendidikannya ke jenjang tersebut. Oleh karena itu santri lulusan pesantren ketika akan melanjutkan pendidikannya ke Perguruan Tinggi maka diharuskan mengikuti ujian persamaan (paket B, C atau yang sejenisnya) terlebih dahulu agar setara dengan lulusan sekolah yang ijazahnya diakui oleh negara. Adapun peristiwa ini pernah dialami oleh santri alumni pondok pesantren salaf yang tidak mengikuti standar kurikulum.[1] Sebenarnya secara legal formal pengakuan negara terhadap Pesantren di Indonesia sudah mulai terbaca semenjak di-sahkannya Undang-undang No. 20/2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Akan tetapi, isi dalam UU tersebut secara terperinci belum memuat tentang pendidikan pesantren, sehingga warga pesantren merasa resah dengan kebijakan tersebut karena menafikan keilmuan dan proses pendidikan yang dilakukan pesantren. Lalu pada tahun 2007 diterbitkanlah Peraturan Pemerintah No. 55/2007 tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan. Kemudian pada tahun 2014 terbitlah Peraturan Menteri Agama (PMA) No. 13/2014 tentang Pendidikan Keagamaan Islam serta Peraturan Menteri Agama (PMA) No. 18/2014 tentang Satuan Pendidikan Mu’adalah. Tidak lama kemudian pada tahun 2015 terbitlah Peraturan Menteri Agama (PMA) No. 71/2015 Tentang Ma’had Aly. Setelah terbit Peraturan Menteri Agama (PMA) No. 18/2014 tentang Satuan Pendidikan Mu’adalah dan Peraturan Menteri Agama (PMA) No. 71/2015 Tentang Ma’had Aly lah keberpihakan negara terhadap pesantren mulai terasa bahwa sedikit demi sedikit apa yang diharapkan oleh Pesantren terpenuhi dan secara terperinci pendidikan pesantren sudah mulai termaktub dalam bentuk perundang-undangan.[2] Lalu pada tahun 2019 lahirlah Undang-undang No. 18/2019 tentang Pesantren yang dapat kita maknai sebagai i’tikad baik dari negara yaitu mengakui keberadaan Pesantren sebagai salah satu sistem pendidikan yang ada di Indonesia.[3] Selain itu, lahirnya Undang-undang No. 18/2019 tentang Pesantren paling tidak mengandung 5 poin penting bentuk keberpihakan negara terhadap Pesantren yaitu : Pertama, akses yang diberikan kepada Pesantren dan pengakuan negara terhadap Pesantren; Kedua, penguatan kualitas santri dalam arti pengakuan tradisi akadenik pesantren; Ketiga, menjaga kekhasan pesantren bukan penyeragaman sistem pendidikan nasional; Keempat, menjaga indenpendensi pesantren; Kelima, menjaga komitmen kebangsaan.[4]

Dalam rangka mengkader ulama serta mengembangkan rumpun ilmu agama islam berbasis kitab kuning dengan mendalami bidang ilmu keislaman tertentu, pondok pesantren menyelenggarakan Pendidikan Tinggi yang berbasis kitab kuning yaitu Ma’had Aly. Ma’had Aly merupakan pendidikan tinggi pesantren yang menyelenggarakan pendidikan akademik pada program sarjana, magister, dan doktor. Dalam rangka mengembangkan rumpun ilmu agama islam, Ma’had Aly memiliki berbagai konsentrasi kajian dalam bidang keilmuan islam, yaitu :

  • Al-Qur’an dan Ilmu Al-Qur’an
  • Tafsir dan Ilmu Tafsir
  • Hadis dan Ilmu Hadis
  • Fikih dan Ushul Fikih
  • Akidah dan Filsafat Islam
  • Tasawuf dan Tarekat
  • Ilmu falak
  • Sejarah dan Peradaban Islam
  • Bahasa dan Sastra Arab

Adapun dalam kurikulum Ma’had Aly selain memuat materi pembelajaran yang menjadi konsentrasinya juga wajib memasukkan materi muatan pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, dan bahasa Indonesia. Selain itu, juga wajib memasukkan materi muatan mengenai pelaksanaan Penelitian dan Pengabdian kepada masyrakat sesuai dengan rumpun ilmu agama islam dan apa yang menjadi konsentrasi kajiannya. Sedangkan dalam melaksanakan proses pembelajarannya, Ma’had Aly dapat menyesuaikan dengan ke-khasan, tradisi, dan karakter dari pesantrennya (PMA No. 32/2020 tentang Ma’had Aly).

Dalam sebuah lembaga, pasti terdapat beberapa komponen yang berkaitan dengan capaian suatu tujuan. Misalnya lembaga pendidikan pesantren. Lembaga pendidikan pesantren seperti Ma’had Aly ini memiliki beberapa komponen dalam mencapai tujuan pendidikan yang berlangsung dalam kelembagaannya, yaitu Mahasantri (santri/pelajar), Muhadlir (dosen), Mudir (pimpinan), kurikulum, metode belajar, dan fasilitas sarana prasarana serta tujuan yang ingin dicapai.[5] Adapun mahasantri yang telah meyelesaikan proses pembelajaran dan dinyatakan lulus dari Ma’had aly tentunya berhak mendapatkan sebuah gelar dan ijazah, melanjutkan pendidikan pada program yang lebih tinggi, dan mendapatkan kesempatan kerja (UU No. 18/2019 Tentang Pesantren).

End Notes: 

[1] Abdul Ghofarrozin & Tutik Nurul Jannah, Menakar Keberpihakan Negara terhadap Pesantren Melalui Pengesahan UU No. 18/2019. Hal. 3

[2] Ibid. Hal. 9-10

[3] Ibid. Hal. 4

[4] Ibid. Hal. 17

[5] Farid Permana, Pendidikan Ma’had Aly Sebagai Pendidikan Tinggi Bagi Mahasantri. Jurnal Pendidikan, Sosial dan Keagamaan, Vol 16, No. 1 2019. Hal. 8

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *