Menikahi Ahlul Kitab di Era sekarang, Relevankah?

Essay, Kolom Santri4102 Dilihat

Dalam ajaran Islam, kita mempercayai adanya penganut agama-agama Ibrahimiyah, seperti Yahudi dan Nasrani. Mereka mengakui ajaran nabi-nabi yang membawa kitab suci dari Allah SWT, yaitu Taurat melalui Nabi Musa AS, Zabur melalui Nabi Daud AS, dan Injil melalui Nabi Isa AS. Maka dari itu, penganut agama Ibrahimiyah bisa disebut juga dengan istilah Ahli Kitab, karena kemurnian kitab-kitab yang mereka jadikan sebagai pedoman hidup dengan menuhankan tuhan yang satu yakni Allah SWT. Lantas muncul pertanyaan, apakah seorang ahli kitab masih ada di era sekarang? Dan apakah orang Yahudi dan Nasrani sekarang ini masih disebut Ahli Kitab?

Islam memberikan beberapa hak kepada para Ahli Kitab. Di antaranya, lelaki Muslim diperbolehkan menikahi wanita yang berasal dari kalangan Ahli Kitab. Selain itu, umat Islam juga dihalalkan untuk memakan daging binatang yang disembelih oleh mereka. Sebagaimana disebutkan dalam QS. al-Maidah ayat 5 Allah SWT berfirman:

اَلْيَوْمَ اُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبٰتُۗ وَطَعَامُ الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ حِلٌّ لَّكُمْ ۖوَطَعَامُكُمْ حِلٌّ لَّهُمْ ۖوَالْمُحْصَنٰتُ مِنَ الْمُؤْمِنٰتِ وَالْمُحْصَنٰتُ مِنَ الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ مِنْ قَبْلِكُمْ اِذَآ اٰتَيْتُمُوْهُنَّ اُجُوْرَهُنَّ مُحْصِنِيْنَ غَيْرَ مُسٰفِحِيْنَ وَلَا مُتَّخِذِيْٓ اَخْدَانٍۗ وَمَنْ يَّكْفُرْ بِالْاِيْمَانِ فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُهٗ ۖوَهُوَ فِى الْاٰخِرَةِ مِنَ الْخٰسِرِيْنَ

“Pada hari ini dihalalkan bagimu segala yang baik-baik. Makanan (sembelihan) Ahli Kitab itu halal bagimu, dan makananmu halal bagi mereka. Dan (dihalalkan bagimu menikahi) perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan di antara perempuan-perempuan yang beriman dan perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu, apabila kamu membayar maskawin mereka untuk menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan bukan untuk menjadikan perempuan piaraan. Barangsiapa kafir setelah beriman, maka sungguh, sia-sia amal mereka, dan di akhirat dia termasuk orang-orang yang rugi.”

Penulis merasa pembahasan diperbolehkannya menikahi Ahli Kitab di zaman sekarang sudah tidak relevan lagi, maka dari itu perlu di pertegas kembali batasan antara Ahli Kitab dan bukan Ahli Kitab. Hal ini cukup mengkhawatirkan, apalagi jika berhubungan dengan masalah pernikahan. Karena panjangnya konsekuensi dari sebuah pernikahan mulai dari status pernikahan, status anak dan hak waris. Dalam konteks ini maka hal yang perlu ditegaskan adalah siapakah perempuan Ahli Kitab yang boleh dinikah oleh seorang muslim? tentang hal ini Imam Syafi’i dalam Al-Umm juz V menjelaskan:

أخبرنا عبد المجيد عن ابن جريج قال: عطاء ليس نصارى العرب بأهل كتاب انما أهل الكتاب بنوا اسرائيل والذين جأتهم التوراة والانجيل فامامن دخل فيهم من الناس فليسوا منهم

“Abdul Majid dari Juraid menerangkan kepada kami bahwa Atha’ pernah berkata bahwa orang-orang Nasrani dari orang Arab bukanlah tergolongahlil kitab. Karena yang termasuk ahlil kitab adalah Bani Israil dan mereka yang kedatangan Taurat dan Injil, adapun mereka yang baru masuk ke agama tersebut, tidak dapat digolongkan sebagai Ahlil kitab.”[1]

Dengan demikian, orang yang beragama lain seperti Kristen, Hindu, Budha dan lain sebagainya tidak bisa digolongkan ke dalam Ahli Kitab sebagaimana dimaksudkan dalam al-Qur’an. maka dari itu, penulis menganggap bahwa menikahi Ahli Kitab sudah tidak relevan lagi. Apalagi jika ada rekontruksi ulang dalam kitab-kitab mereka seperti yang diturunkan kepada Nabi Musa AS dan Nabi Isa AS, maka dengan demikian kitab-kitab mereka sudah tidak bisa dikatakan orisinil lagi, sehingga penganut agama yang berpegang teguh dengan kitab itu sudah tidak bisa disebut Ahli Kitab lagi, Berbeda halnya dengan kasus sahabat diantaranya Jabir bin Abdullah dan Saad bin Abi Waqqash ketika penaklukan Kufah. Bahkan Utsman bin Affan juga pernah menikahi Nailah, di mana ketika menikah, Nailah masih beragama Nasrani, kemudian beriman dan masuk Islam di tangan Utsman.[2] Karena perempuan-perempuan tersebut memang benar-benar Ahli Kitab yang dimaksudkan di al-Qur’an. Untuk itulah perlu ditekankan di sini pendapat ulama yang menyatakan tidak orisinilnya kitab Injil dan Taurat yang ada di zaman sekarang.

Dalam kitab Al-Jawahirul Kalamiyyah fi Idhahil Aqidatil Islamiyyah:

اعتقد العلماء الأعلام أن التوراة الموجودة الان قد لحقها التحريف وممايدل على ذلك أنه ليس فيها ذكر الجنة والنار وحال البعث والحشر والجزاء مع أن ذلك أهم مايذكر فى كتب الإلهية وممايدل أيضا على كونها محرفة ذكر وفاة موسى عليه السلام فيها فى الباب الأخير منها والحال أنه هو الذى أنزلت عليه

“Para ulama terkemuka meyakini sesungguhnya Kitab Taurat yang ada sekarang telah terjadi perubahan-perubahan. Diantara perubahan itu adalah tidak adanya keterangan tentang surga, neraka, kebangkitan dari kubur, pengumpulan manusia dan pembalasan. Padahal masalah tersebut merupakan hal penting dalam kitab-kitab ketuhanan. Disamping itu perubahan dalam taurat juga terlihat dengan adanya kabar tentang wafatnya Nabi Musa as pada akhir bab. Padahal taurat sendiri diturunkan untuk Nabi Musa AS.”

Demikianlah hujjah para ulama mengenai ketidak otentikan Taurat. Sebagaimana diterangkan pula tentang ketidak otentikan Injil yang ada sekarang. Karena sudah tercampur dengan tangan manusia sehingga mereka yang memegang kedua kitab ini tidak dapat lagi digolongkan sebagai Ahli Kitab.


Ditulis oleh Muhammad Fahrur Rozi, santri Ma’had Aly semester VI.

 

 

 

 

 

 

 

[1] As-Syafi’i, al-Umm, (Manshurah: Dar al-Wafa’, 2001), juz 6, Hlm. 18.

[2] https://kesan.id/feed/feed-tanya-kiai-menikahi-ahlul-kitab.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *