Metode Diklat Kilat Atau Ngaji Kilatan

Kolom Santri, Opini1506 Dilihat

Metode Diklat Kilat Atau Ngaji Kilatan

Menjelang akhir tahun ajaran merupakan moment krusial dengan drama UAS apapun hasilnya guna menjemput liburan dan menyambut bulan mulia Rhomadhon yang merupakan penantian para pelajar. tidak ketinggalan para santri juga biasanya sudah memiliki wacana-wacana pelipur lara sebagai bentuk refreshing sejenak yang dinanti-nanti setelah setahun lamanya menggeluti kajian keilmuan baik teori atau aplikasinya belum lagi bagi para pengurus pondok pesantren yang ingin berisi dari kesibukannya menghadapi berbagai macam tingkah laku santri. Tidak sedikit santri yang kembali kekampung halaman adapula yang menetap dipondok dengan berbagai alasan seperti belum siap untuk pulang ke kampung halaman karena merasa takut bila diberi tanggung jawab oleh masyarakat sekitar.

Oleh sebab itu tidak sedikit santri yang memilih mencari suasana baru dengan mengikuti ngaji kilatan yang diadakan dibanyak pesantren dengan tentunya sesuai dengan kebutuhan masing-masing. Bagi kalangan masyarakat pesantren khususnya pesantren-pesantren ala Nusantara sudah tidak asing lagi dengan istilah ngaji kilatan. Ngaji dengan metode bandongan yaitu Sang Kyai membacakan kitab dan santri menyimak sembari memberi makna pada kitabnya masing-masing dari awal sampai akhir dan waktu yang ditentukan. Pada umumnya ngaji kilatan Ini dilakukan dibulan-bulan tertentu terutama pada bulan Sya’ban dan Romadhon. Namun adapula pesantren yang menghabiskan seluruh tahunnya untuk Ngaji kilatan, dan akhirnya dikenal sebagai Pondok kilatan seperti di Pondok Pesantren Al-Hidayah Tertek Pare Kediri, Pondok Pesantren Roudhotul Ihsan Pare Kediri, Pondok Pesantren Darul Ihya Ulumuddin Sentul Bogor, Pondok Pesantren As-Sa’adah Bunikasih Cianjur Bandung dan masih banyak lagi.

Nuansa ngaji kilatan jauh berbeda dengan ngaji kurikulum pada umumnya. perlu diketahui jika ngaji berkulikulum biasanya santri juga dituntut untuk sorogan (membaca dihadapan pengajar) bahkan menjelaskan suatu kajian materi untuk santri-santri yang lain dan akan dihisab (dinilai) oleh sang Kyai secara langsung, juga berdiskusi dan musyawarah. Dalam moment ngaji kilatan para santri sangat dimanjakan oleh sang Kyai yang senantiasa membacakan kitab dari awal sampai akhir dengan keterangan tipis-tipis (bandongan) dan pemberian sanad keilmuan kemudian ditutup dengan Mayoran Tafaruqan (Tasyakuran and Perpisahan). Sudah sangat ma’lum Ngaji kilatan adalah moment santri mencari makna dan memburu sanad selain itu juga untuk memperluas jaringan literasi antar sesama santri dari berbagai daerah.

 

Pada umumnya pondok-pondok kilatan memiliki kitab wirid yang akan selalu diulang setiap kali khatam seperti Syarh Hikam, Tafsir jalalain, Jam’ul Jawami, Ihya Ulumuddin, Bukhori, Alfiyah Ibn Malik dan lainnya. Sehingga menjadi ciri khas bagi masing-masing pondok itu sendiri. Di Pondok kilatan ada yang menyusun jadwal secara Tahunan adapula yang tidak artinya bisa saja kitab yang dikaji sesuai kehendak Sang Kyai atau permintaan para santri kadang juga dibinkai dalam bentuk diklat selama 2-3 Minggu membahas satu materi dan dibahas secara tuntas seperti Ilmu Falak, Ilmu Faroid, Ilmu Haid, dan lainnya. disana juga tidak dituntut hafalan namun Sang Kyai sangat menganjurkan dan menerima hafalan dan sorogan para santri artinya dipondok kilatan menegement diri sangat berpengaruh karena kurikulum yang tidak menentu maka santri harus pandai-pandai membuat kurikulum dirinya sendiri.

Fokus utama Pondok-pondok kilatan ialah kitab khatam dibaca awal hingga akhir oleh karenanya hanya ada sedikit keterangan yang diurai guna mempersingkat waktu dengan bgitu dapat mengkhatam banyak kitab. Lantas bagaimana dengan pemahaman semuanya dikembalikan pada Allah SWT dan personal masing-masing santri sejauh mana akan menelaah kitab yang telah dikaji. Uniknya ada semboyan yang tidak asing dikalangan santri kilatan yaitu “Sing penting Kyaine paham, Insyaallah poro santrine kefutuh” (yang penting sang Kyai paham jelas insyaallah para santri akan terbuka pemahamannya). Lantas bagaimana  Jika ada sanggahan sebagaimana berikut: “harusnya sesuai syarat mencari ilmu itu harus lama waktunya tidak bisa cepat-cepat” maka para santri kilat memiliki jawaban yaitu “yang dimaksud lama waktunya itu lama dengan kitab bukan sekedar menetap dipondok”

Kalaupun ada yang berpendapat pondok-pondok pesantren berkulikulum itu unggul dengan diskusi-diskusinya maka pondok-pondok kilatan juga  unggul dengan banyaknya kitab yang dikhatamkan. Pada dasarnya pondok-pondok  kilatan itu masih mengadopsi budaya keilmuan lama seperti memilki kitab khusus yang diwiridkan sebagai ciri khasnya dan tidak jarang pula sang Kyai menyarankan santrinya yang dirasa telah menyelesaikan dan memahami kitab materi khas pondok tersebut  untuk mengkaji kitab khas lain denga Kyai yang lain. Jika ditanya lebih efektif mana antara Pondok berkulikulum atau Pondok kilatan maka jawabannya harus memandang siapa objek santri yang dituju. Karena di Pondok kilatan semua santri berbaur menjadi satu dengan lainnya baik dari kanak-kanak, pemuda, dewasa hingga yang tua ada disana tak jarang ada yang sudah bekerja bahkan berkeluarga.

 

 

Pada intinya semua memilki keistimewaan masing yang Patut dipertanyakan adalah metode-metode kilat baru ala diklat seperti satu bulan hafal Qur’an, 3 bulan mahir kitab kuning atau yang lain. sangat wajar bagi santri menanyakan hal semacam ini karena budaya masyarakat pesantren sangat paham akan sulitnya mencari ilmu dan pentingnya sosok Kyai yang menjadi lentera dalam kegelapan-kegelapan hati para santri dan timbul bagaimana bisa dengan waktu sesingkat itu bisa hafal dan mahir ini itu apa jangan-jangan pengampu disana wali-wali Allah Swt semua? lalu bagaimana sanad keilmuan metode-metode diklat kilat tersebut? bagaimana mulazamah dengan guru dengan waktu sesingkat itu?

Lantas apakah metode-metode diklat kilat semacam ini jauh berbeda dengan ngaji kilatan ala pesantren. Perlu diketahui bahwa ngaji kilatan tidak menjanjikan para santrinya hafal ini mahir itu melainkan mempersilahkan bagi para santri dengan kemauan sendiri mengikuti kajian kitab yang dibacakan sehingga tidak ada peraturan baku yang mengikat harus begini atau begitu juga biaya yang terjangkau dan tentu dengan sanad keilmuan yang jelas lalu bagaimana dengan metode-metode diklat kilat tersebut Wallahu alam bi sowab sepertinya hal tersebut masih menjadi misteri…

Maturnuwun.

Khamdi Ali Zain, Santri Ma’had Aly  Maslakul Huda fi Ushul Fiqih Kajen Margoyoso Pati

1 Maret 2023

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *