Ma’had Aly Maslakul Huda kembali mengadakan acara rutinandi Musholla Pesantren Maslakul Huda.Acara dibuka langsung oleh Pengasuh Pesantren Maslakul Huda KH Abdul Ghoffar Rozin atau yang akrab disapa Gus Rozin dan dihadiri para asatidz, perwakilan dari berbagai lembaga dan Maha santri Ma’had Aly sendiri. (27/2/2017)
Kegiatan dengan tema “Al ‘Awamm la Madzhaba Lahum”(masyarakat awam itu tidak bermadzhab) ini diisi oleh narasumber Dr. KH.Muhammad Yunus Masruhin, seorang dosen pasca sarjana di UIN Sunan Kalijaga. Hal ini bertujuan menambah wawasan para Santri Ma’had terkait penerapan kaidah tersebut sehingga mampu membuka cakrawala pemikiran baru seputar hukum syari’at Islam.
Gus Rozin dalam sambutannya menuturkan bahwa lembaga pendidikan takhossus ini untuk meningkatkan moral dalam konteks dimensi keilmuan turats (kitab kuning) di Pesantren. Dalam hal ini pesantren Maslakul Huda mengupayakannya dalam pendalaman keilmuan Ushul Fiqh.
Dalam forum inti Yunus memaparkan secara panjang lebar tentang kaidah al-‘awwam la madzhabalahum dalam dimensi maslahah dan relevansinya.Hal itu meliputi dimana titik konteks pembahasan tentang maslahah yang dibicarakan dan dipraktikan itu relevan dengan Islam secara umum.
Dosen yang juga santri KH Sahal Mahfudz itu menyampaikan bahwa dalam simbol agama, kalau ditilik dari teks Al-qur’an,hadits dan ijma’ maka akan ditemukan bahwa Islam adalah agama yang rahmatan lil ‘alamin,agama penentu dari agama samawi,agama yang sholih, layakdan bisa memberi kemanfaatan,dan agama yang universal. “Oleh karena itu Ia harus bisa dibumikan dalam konteks yang berbeda-beda karena Islam relasinya dengan manusia itu sendiri” jelasnya.
Menurutnya, konteks sosial dinamika masyarakat itu yang lebih liar bukan kaum terdidik melainkan kaum awam. Masyarakat awam menanggapi sesuatu bukan karena agama atau disiplin ilmu melainkan atas dasar kemaslahatan menurut mereka sendiri. Hadirnya agama dalam kehidupan masyarakat begitu kompleks, maka adanya maslahah mursalah dikaitkan dengan ‘urf(apa yang berlaku di masyarakat) sudah mengendap menjadi sistem nilai dalam masyarakat yang selalu dinamis. Disini agama hadir dan berpartisipasi dalam memberi warna dinamika masyarakat.
Yunus lebih lanjut menjelaskan bahwa jarak antara kaum terdidik atau ulama dengan orang awam dapat bertemu pada ranah “Ruang Publik” yang dapat dipahami tidak hanya oleh ulama tetapi juga oleh masyarakat awam.Di situlah konteks yang harus dibicarakan oleh pakar Ushul Fiqh khususnya dalam kaidah al-awam la madzhabalahum sehingga dinamika masyarakat terkontrol oleh agama. Islam sebagai agama universal tentunya hadir dalam nilai-nilai masyarakat dan menemukan titik permasalahan mereka sehingga dapat memberikan legitimasi keagamaan secara longgar meskipun dalam teks-teks turats tidak dapat ditemukan bentuk harfiyahnya.
Forum ilmiah ini berjalan lancar dan cukup menarik perhatian para mahasiswa santri yang hadir sehingga memunculkan banyak pertanyaan dan diskusi interaktif untuk mengupas dan menggali keilmuan Ushul Fiqh.
Acara ditutup dengan pemberian kitab kuningThoriqotul Husul A’la Ghoyah al-Wusuloleh Direktur Ma’had Aly KH Wahrodli kepada narasumber.