Pelaksanaan KB ditinjau Dari Fiqh Sosial

Artikel, Kolom Yai337 Dilihat

Keluarga Berencana (KB) Nasional sebagai salah satu upaya pembangunan dibidang kependudukan perlu mendapat dukungan semua pihak, termasuk didalamnya Umat Islam. Umat islam Indonesia berperan besar dalam menentukan berhasil atau tidaknya pembangunan disegala bidang karena mayoritas penduduk indonesia beragama islam.

Pada awal mula terjadinya program KB di Indonesia banyak dari kalangan agamawan yang menolak program tersebut. Mereka menganggap bahwa itu qot’u nasl yang mana haram. Akan tetapi kiai sahal berbeda pandangan dengan banyak agamawan dan ingin menghadirakan perspektif baru dari kb tersebut. Beliau beranggapan bahwa beliau tidak hanya meihat dari madzhab qouli saja tetapi bisa menggunakan madzhab manhaji. Untuk mendinamisasi fiqh sosial kiai sahal misalnya lebih memilih menggunakan qiyas dengan memperluaskan masalik al illat dan juga kiai sahal menggunakan maqashid syariah.

persoalan fikih, menurut Kiai Sahal harus melibatkan disiplin ilmu pengetahuan lain, bukan hanya sebatas meninjau teks teks fikih klasik. Karena, mengetahui maslahat atau mafsadah dalam program KB, memerlukan seperangkat ilmu dalam bidang kesehatan, sosial dan demografi. Sehingga hukum yang dihasilkan benar-benar merealisasikan tujuan agama Islam sebagai rahmat bagi semesta. Oleh karena itu Kiai Sahal menawarkan model ijtihad jamai (kolektif).

Pada Musyawarah Nasional MUI Tahun 1983 mengenai Kependudukan, Kesehatan, Lingkungan Hidup dan KB telah membuahkan keputusan (10 Keputusan), diantaranya:

  1. KB ialah suatu ikhtiar atau usaha manusia untuk mengatur kehamilan dalam keluarga secara tidak melawan hukum agama, Undang-Undang Negara dan Moral Pancasila, demi untuk mendapatkan kesejahteraan keluarga khususnya dan kesejahteraan bangsa pada umumnya.
  2. Agama Islam membenarkan pelaksanaan KB untuk menjaga kesehatan Ibu dan anak, pendidikan agar menjadi anak yang sehat, cerdas dan salih.
  3. Menganjurkan kepada umat Islam untuk meningkatkan pembentukan keluarga yang sejahtera dan bahagia penuh Sakinah, Mawaddah dan Rahmah agar tercapai keberhasilan pendidikan dan pembinaan anak yang sehat, cerdas, trampil dan salih.

 

Dalam sebuah hadist yang berbunyi

عن جابر قال: “كنا نعزل على عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم والقرآن ينزل لو كان شيئا ينهى عنه؛ لنهانا عنه القرآن.” (رواه البخارى و مسلم)

Dari Jabir berkata Kami telah melakukan azal dimana Rasulullah SAW masih hidup, padahal ayat Al-Qur ‘ an masih diturunkan, kalau sekiranya terlarang (melakukan azal), niscaya ayat Al-Qur ‘ an akan melarang kami.” (diriwayatkan Bukhori dan Muslim)

Sistem pengaturan kelahiran bukanlah hal baru dan sudah dikenal pada zaman Rasulullah SAW. dengan istilah “Azal”. “Azal” adalah suatu ikhtiar atau usaha manusia yang disengaja untuk mengatur kehamilan dengan menumpahkan air mani laki-laki (suami) diluar mulut rahim ketika melakukan persetubuhan atau disebut juga dengan istilah “Coitus Interruptus “. Disini tidak memerlukan alat khusus untuk menumpahkan air mani. Dengan demikian antara “Azal” dan ” KB” (yang pengertiannya sudah disebutkan diawal) dapat dikatakan namanya berbeda namun tujuan sama atau satu tujuan yaitu pengaturan kehamilan.

تنَا كَحُوا تَنَا سَكوا تَكَاثَرا فَإِنِّي مُبَاه بِكُمُ الأُمَمَ يَوْمِ الْقِيَامَةِ حَتَّى بالسقط (رواه احمد)

“Kawiniah kamu, berketurunanlah kamu, berkembang blaklah kamu, bahwa sesungguhnya Aku akan bangga dengan banyaknya jumlah kamu di Hari Kiamat.” (diriwayatkan Ahmad)

Dari hadist yang disebutkan tadi dapat ditarik suatu pengertian bahwa : 

  • Rasulullah SAW membolehkan atau tidak melarang azal 
  • Tidak ada ketentuan dalam Al-Qur ‘ an yang melarang azal

pengaturan kehamilan disini adalah hanya sebagai jeda kehamilan dan bertujuan untuk terciptanya keluarga yang berkualitas Sakinah, Mawaddah, Wa rohmah dan perlu adanya perencanaan keluarga dengan memperhitungkan kemampuan yang ada pada diri masing-masing menyangkut materi, kesehatan, pendidikan dan agamanya. Setiap penambahan jumlah individu dalam keluarga akan menambah pula persoalan hidupnya dan anggota keluarga (anak-anaknya).

Disatu sisi mempertimbangkan tentang kuantitasnya (berkembang biak dengan jumlah yang banyak) dan dilain sisi mengenai kualitasnya (takut meninggalkan turunan yang lemah, lebih baik ahli waris yang berkucupan). Keduanya sama penting tapi pada saat ini Ketika banyaknya kuantitas tapi turun nya kualitas, maka program kb adalah Solusi yang tepat untuk memkasimalkan kualitas tersebut.

Referensi 

  • Umdah El Baroroh, dkk , Epistemologi Fiqh Sosial Konsep Hukum dan Pemberdayaan masyarakat, (Pati: Fiqh Sosial Institute, 2014), hal 
  • Kisthosil Fachim. Dimensi Fikih Sosial dan Implementasinya. 23 september 2022 https://numesir.net/dimensi-fikih-sosial-dan-implementasinya/ (diakses pada 20 februari 2024)
  • MA. Sahal Mahfudz, Makalah Pelaksanaan KB Ditinjau Dari Agama islam (tidak dipublish)

Humaira’ Almuyassarah,
Santri Semester 4 Ma’had Aly Pesantren Maslakul Huda

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *