Site icon Mahally

IBADAH DALAM PERSPEKTIF AGAMA ISLAM

Ibadah adalah sebuah istilah yang ada pada setiap agama dengan adanya ibadah kita bisa meningkatkan hubungan  spiritual kita kepada Tuhan. Dan setiap agama pastinya mempunyai cara ibadah yang berbeda-beda. Khususnya dalam agama Islam.  Dalam Islam kata ibadah mempunyai  cakupan yang luas. Ibadah secara bahasa adalah pengabdian, penghambaan, ketundukan atau merendahkan diri. Sedangkan secara istilah ibadah mempunyai cakupan yang luas. Ada yang mendefinisikan ibadah adalah suatu ketaatan kita kepada Allah dengan melaksanakan perintahnya melalui lisan para rasul. Tapi yang lebih mencakup istilah ibadah adalah. Sebutan yang mencakup seluruh sesuatu yang di cintai Allah dan diridhoi Allah baik perbuatan maupun ucapan.  Atau perbuatan  yang bersifat dhahir maupun batin. Seperti dalam firman Allah: 

إِنَّا أَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ فَاعْبُدِ اللَّهَ مُخْلِصًا لَهُ الدِّينَ

Artinya: “sesungguhnya kami telah menurunkan kitab (Al Qur-an) kepadamu (Nabi Muhammad) dengan hak. Maka, sembahlah Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepadanya” Az-zumar:2

Seperti yang telah di paparkan pada ayat di atas. Bahwa ibadah adalah suatu ketaatan kita kepada Allah. Namun dalam garis besar ibadah terbagi menjadi dua. Ibadah individual (hablumminallah) dan ibadah kolektif (hablumminannas). Ibadah individual adalah suatu hubungan hamba dengan sang pencipta (Allah) seperti shalat, puasa, zakat. Sebagaimana yang di paparkan  Iman Al Muhasibi dalam kitab Risalatul Mustarsyidin:

وَقُمْ بَيْنَ يَدَيْهِ فِي صَلَاتِكَ جَمَيْعً

Artinya: “Dirikanlah shalat di hadapan Allah SWT dengan seluruhnya

seperti halnya, puasa, zakat dalam sebuah hadits. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: mewajibkan zakat fitrah, sebagai pembersih bagi orang yang puasa dari segala perbuatan sia-sia, dan ucapan tidak baik, dan sebagai makanan bagi orang miskin. Siapa yang menunaikannya sebelum shalat hari raya maka zakatnya diterima, dan siapa yang menunaikannya setelah shalat hari raya maka termasuk sedekah biasa” (HR Abu Daud). Dari statment di atas bahwasanya ibadah individual adalah suatu perbuatan yang berhubungan antara individualisme seorang hamba dengan penciptanya (Allah). Sedangkan ibadah kolektif atau ibadah yang bersifat sosial, adalah bentuk hubungan antara manusia dengan sesama manusia, yang mencakup perbuatan sosial seperti sedekah, menolong, membahagiakan sesama muslim, dan masih banyak lagi. Dan sebagian kitab-kitab klasik juga tidak sedikit yang menjelaskan suatu problem yang bersifat sosial, dan itu bisa kita ketahui dalam kitab-kitab fiqih yang menjelaskan tentang waris, riba, riya’ dan melakukan kebaikan kepada sesama muslim. Dari statment di atas bahwasanya bisa kita katakan bahwa perbuatan yang bersifat sosial itu lebih utama ketimbang perbuatan yang bersifat individu. Bahkan sebagian ulama mengatakan bahwa ibadah sosial lebih utama ketimbang ibadah personal. Sebagaimana yang telah di paparkan dalam kaidah fiqih:

ا

 

العمل المتعدی افضل من العمل القاصر

Artinya: Amal ibadah yang membawa effek lebih luas lebih utama daripada amal ibadah yang membawa efek terbatas”

 Imam Abu Hamid Al Ghazali mengungkapkannya dengan bahasa: “Ibadah yang memberi manfa’at yang menyebar lebih utama daripada ibadah yang membawa manfa’at yang terbatas”. (Imam Al ghazali)

Sebagaimana yang telah tercantum dalam teks tersebut bahwa ibadah yang bersifat sosial atau menyeluruh lebih utama. Namun ketika kita lebih mementingkan ibadah sosial lantas tujuan kita di ciptakan di dunia apakah untuk menunaikan ibadah yang bersifat sosial atau individual.? Bahwasanya ke dua ibadah tersebut tidak bisa kita pisahkan, karena dua ibadah tersebut adalah sebuah kesatuan yang tidak bisa di pisahkan. Karena baik tidak nya ibadah individual itu juga tergantung pada ibadah sosial kita. Sebaliknya pula ibadah sosial kita tidak akan berarti ketika tidak kita sertai ibadah individual. Seperti dalam firman Allah:

الذِيْنَ يُؤْمِنُوْنَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيْمُوْنَ الصَّلٰوةَ وَمِمَّا رَزَقْنٰهُمْ يُنْفِقُوْنَۙ

Artinya: “orang-orang yang beriman pada yang gaib, menegakkan salat, dan menginfakkan sebagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka”(Al baqarah.” Ayat 3)

dari ayat di atas menunjukkan bahwasanya kriteria orang yang beriman dan bertakwa adalah iman kepada yang ghaib, yang tidak bisa di capai dengan panca indra, seperti iman kepada surga, neraka malaikat khususnya kepada Allah. Dan menegakkan shalat, maupun  menginfakkan sebagian rezekinya yang di berikan oleh Allah untuk kepentingan  orang lain, dan jalan  kebaikan. Dari statment di atas menunjukkan bahwa ibadah individual (hablumminallah) dan sosial (habluminannas) adalah suatu unsur yang tidak bisa di pisahkan. Namun keduanya secara aspek mempunyai  nilai yang sama-sama penting  di dalam ibadah. Maupun pengabdian kepada sang pencipta. Dan semua itu mempunyai nilai esensial yang sama yang bertujuan supaya mendapatkan rhido  sang pencipta (Allah). Dan dengan fahamnya seorang muslim tentang konteks beribadah secara terperinci akan membuat dirinya pada titik tertinggi seorang hamba dalam pengabdiannya kepada sang maha pencipta (Allah) dan ketika seorang hamba telah di titik tersebut akan makin mempererat hubungan hamba dan penciptanya (hablumminallah), dan ketika hubungan tersebut sudah sampai pada titik tersebut akan berdampak kepada hubungan yang horizontal( hablumminannas), yang menjadikan kesalehan seorang hamba dalam bertaat kepada Allah. Untuk menjadikan ikhlasnya dalam beribadah. Dan tidak mengharapkan imbalan apa-apa melainkan hanya untuk mendapatkan rhido Allah.



Exit mobile version