Santri Ma’had Aly Angkat Isu Pernikahan Dini dalam Diskusi Fikih Sosial

Kegiatan127 Dilihat

Diskusi fikih sosial yang diselenggarakan oleh Departemen Sumber Daya Manusia Himpunan Santri Ma’had Aly Pesantren Maslakul Huda sukses terlaksana pada Rabu malam (15/1) di auditorium Pesantren Maslakul Huda. Kegiatan diskusi yang rutin diselenggarakan tiap semester itu diikuti oleh segenap santri banin dan banat Ma’had Aly Pesantren Maslakul Huda. Delegasi dari IPMAFA (Institut Pesantren Mathali’ul Falah), UNISSULA, dan UIN Walisongo turut hadir sebagai peserta diskusi pada malam itu. Pada diskusi kali ini, Respons Fikih Sosial Terhadap Pernikahan Dini menjadi tema pembahasan.

Diskusi dimulai dengan pertanyaan pertama tentang kebolehan melangsungkan pernikahan dini yang notabenenya dilarang pemerintah, secara fikih. Pertanyaan tersebut langsung disambut kelompok sepuluh dengan jawabannya. Menurut kelompok ini, pernikahan dini hukumnya sah apabila memenuhi syarat dan rukun nikah, pendapat tersebut didasarkan pada ibaroh dari kitab Kifayatul Akhyar. Kelompok ini juga berpendapat bahwa melangggar peraturan pemerintah hukumnya adalah haram.

Kelompok Sembilan menjawab pertanyaan itu dengan membaginya ke dalam dua pembagian hukum, yakni secara  wadl’i  hukum pernikahannya sah, sedangkan secara  taklifi ditafshil  menjadi boleh jika mampu dan tidak boleh jika tidak mampu. Jawaban  selanjutnya dituturkan kelompok empat dan kelompok 12 yang memiliki pendapat yang cenderung sejalan, bahwa pernikahan dini secara fikih hukumnya sah dan boleh apabila memenuhi beberapa syarat.

MA. Abdullah Haris, muharrir pada diskusi ini, merumuskan hasil diskusi panjang para peserta. “Fikih tidak memberikan batasan usia nikah secara resmi, sehinga nanti dikembalikan kepada ‘urf masing-masing” ujar beliau. Selain itu, beliau juga menyampaikan bahwa kisah Sayyidah Aisyah pada hadits yang dicantumkan soal, belum tentu masih sesuai dengan zaman sekarang dan dalam negara yang berbeda. Beliau menyimpulkan bahwa pernikahan dini hukumnya tidak boleh karena secara ‘urf (pemerintah) sudah membatasinya.

Jawaban yang disahihkan para  musahih,  KH. Dr. Ahmad Dimyati dan K. Nurun Nada pada diskusi soal pertama ini, bahwa pernikahan dini yang notabenenya dilarang pemerintah adalah tidak boleh. Dengan pertimbangan, secara kauli khususnya dalam mazhab Syafi’i tidak ada yang secara kuantifikatif  menyebut batasan usia pernikahan sebagai keabsahan pernikahan. Adapun dari madzhab yang lain seperti mazhab Hanafiyah, terdapat kaul yang menyebutkan pembatasan namun tidak sampai pada usia 19 tahun. Namun secara kualifikatif, fikih menyebutkan batasan-batasannya. Selain itu, wewenang pemerintah, dalam hal ini undang-undang pernikahan, mengikat selama didasarkan maslahat ammah. Pertimbangan lainnya adalah implikasi sosial, secara sosial pembatasan usia nikah merupakan mainstream hadharah (peradaban) yang mana melalui استقراء terdapat مصلحة محققة sehingga perspektif fiqih juga didasarkan pada aspek tersebut.

Diskusi terus berlanjut sampai pada pembahasan bagaimana respon fikih sosial terhadap pernikahan dini. KH. Dimyati memaparkan bahwa fikih sosial memiliki tiga level. Level pertamanya adalah paradigma, yakni memahami bahwa fikih tidak hanya memberikan hukum hitam putih tetapi juga memberikan manfaat kepada masayarakat. Kedua adalah level teori, bahwasanya fikih memiliki postulat-postulat, dalil-dalil dan kaidah-kaidahnya. Kemudian ketiga, level metode, pada level ini lima ciri fikih sosial bisa dijadikan acuan paling sederhana.

Kelima prinsip itu, mulai dari kontekstualisasi teks fikih, istinbat dari kauli menuju manhaji, verifikasi ushul-furu’, kemudian menjadikan fikih tersebut tidak hanya sebagai hukum positif namun sebagai etika sosial, hingga pada pemaknaan fikih secara filosofis, harus digunakan secara urut, tidak boleh langsung pada sisi maslahahnya, namun juga tidak boleh berhenti ditengah-tengah. Menurut KH. Dimyati, pada diskusi kali ini, santri Ma’had Aly telah menyinggung kelima ciri pokok fikih sosial tersebut, namun masih belum tersistematis dengan baik.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *