Kunci Keberhasilan dalam Menuntut Ilmu

Kolom Santri229 Dilihat

Belakangan ini berita tentang guru kembali viral, lantaran kasus guru di demak  jawa tengah menjadi sorotan publik usai dirinya melakukan tindak kekerasan. Peristiwa ini menjadi perbincangan hangat di media sosial sejak Kamis, 18 Juli 2025, setelah akun Instagram @beritasemaranghariini membagikan potongan video tersebut. Video berdurasi kurang dari satu menit itu memperlihatkan Pak Zuhdi—nama yang disebut-sebut sebagai sang guru—duduk di lantai dengan raut wajah lelah.

Menurut keterangan yang disertakan dalam unggahan tersebut, kasus ini bermula ketika seorang murid melempar sandal ke arah temannya saat pelajaran berlangsung. Celakanya, sandal itu justru mengenai peci Pak Zuhdi. Sang guru, yang merasa tidak dihormati, lantas menampar murid tersebut. Aksi spontan itu rupanya memantik amarah sang wali murid. Bukannya menyelesaikan masalah secara kekeluargaan atau memahami konteksnya, ia justru menuntut ganti rugi sebesar 25 juta kepada Pak Zuhdi. Ironisnya, guru madin seperti Pak Zuhdi dikenal luas sebagai pengajar yang mengabdi tanpa pamrih dan kerap tak menerima gaji tetap.

Demi menyelesaikan perkara tersebut secara damai dan menghindari proses hukum, Pak Zuhdi terpaksa menjual sepeda motor pribadinya. Uang hasil penjualan itulah yang digunakan untuk memenuhi tuntutan wali murid. Kisah ini menyayat hati banyak netizen dan memicu amarah publik secara luas.

Banyak yang beranggapan bahwa murid di era sekarang tidak memiliki niat yang tulus untuk menuntut ilmu, ada juga yang beranggapan bahwasannya wali murid di era sekarang lebih banyak memanjakan anaknya, sehingga hal-hal yang bisa mempermudah kegiatan belajar mengajar menjadi terkendala.

Padahal jika kita membuka kembali kitab kitab Ta‘līm al‑Muta‘allim Ṭarīq at-Ta‘allum Imam al‑Zarnūjī mengutip syair dari Ali bin Abi Thālib yang menyatakan bahwa seseorang tidak akan mendapatkan ilmu kecuali dengan memenuhi enam syarat berikut:

  1. Dzaka’ – kecerdasan
  2. Ḥirṣ – keinginan besar dan intens
  3. Iṣṭibār – kesabaran dan ketahanan
  4. Bulghah – memiliki biaya atau sarana
  5. Irshād ustādzh – bimbingan guru
  6. Ṭūl az-zamān – waktu yang memadai, konsistensi dan lamanya belajar

Jika kita korelasikan dengan murid di era sekarang, maka sudah tidak bisa memenuhi kriteria yang di sebutkan diatas, karena pertama mereka sudah tidak mempunyai kesabaran, dan yang kedua mereka sudah tidak memperdulikan bimbingan guru.

 Kunci sukses pendidikan menurut Kitab Ta’limul Muta’allim terletak pada tiga sosok: orang tua, guru, dan murid. Untuk meraih imu yang bermanfaat, diperlukan niat ikhlas dan adab dalam mencari ilmu.

Ada kisah menarik dalam Kitab Ta’lim al-Muta’allim. Bahwa, Khalifah Harun al-Rasyid – kepala negara terbesar Bani Abbasiyah — mengirim anaknya untuk belajar kepada seorang ulama bernama al-Ashmaiy.  Tujuannya agar anak Khalifah itu belajar ilmu dan adab.

            Suaru saat, Harun al-Rasyid melihat anaknya menuangkan air untuk gurunya berwudhu. Tapi, satu tangan anaknya itu ‘menganggur’. Melihat pemandangan seperti itu, Harun al-Rasyid menegur al-Ashmaiy, dan berkata:

“Sungguh, aku mengirim anakku kepadamu agar kamu menjadikan ia berilmu dan beradab. Mengapa kamu tidak menyuruh anakku itu      menuangkan air dengan satu tangannya dan satu tangannya lagi kamu suruh mencuci kakimu?”

Memang kita tidak bisa menafikan perubahan akhlak pada setiap zaman. Akan tetapi sebaiknya jika kita menjadi seorang murid, perbaiki dulu niat kita dalam menuntut ilmu. Jadikan proses belajarmu sebagai niatan untuk memperoleh Ridho dari Allah SWT, dan juga sebaiknya jika kita sebagai wali murid, hendaknya lebih bijak dalam mendidik anaknya agar anak ini tidak menjadi anak yang manja yang keinginannya harus selalu terealisasi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *