Pendahuluan
Fiqh sosial adalah cabang kajian fiqh yang menekankan pada dimensi sosial hukum Islam, yakni bagaimana hukum Islam memberikan solusi atas problem-problem masyarakat modern dengan pendekatan maqasid al-syari‘ah (tujuan-tujuan hukum Islam). Salah satu isu kontemporer yang menjadi perdebatan dalam fiqh sosial di Indonesia adalah keikutsertaan masyarakat dalam program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Program ini merupakan wujud tanggung jawab negara dalam menjamin kesehatan warga.
Program BPJS merupakan bentuk ta’awun (saling membantu) dalam pembiayaan kesehatan melalui iuran yang dikumpulkan dari masyarakat. Namun beberapa ulama dan ormas Islam di Indonesia mengkritisi beberapa aspek dalam sistem BPJS, antara lain:
- Akad yang digunakan: BPJS menggunakan sistem asuransi sosial, tetapi ada yang menyamakannya dengan asuransi konvensional yang dinilai mengandung gharar (ketidakjelasan), maysir (judi), dan riba.
- Pengelolaan dana: Dana peserta dikelola dalam sistem investasi, yang menurut sebagian kalangan belum sepenuhnya transparan dan belum sepenuhnya sesuai dengan prinsip syariah.
Namun, fiqh sosial tidak hanya melihat bentuk akad secara literal, tetapi juga menimbang manfaat dan kemaslahatan sosial yang dihasilkan. Oleh karena itu, meskipun ada aspek-aspek yang dinilai belum ideal secara fiqh klasik, pendekatan fiqh sosial memberikan ruang ijtihad yang lebih luas.
Dalam fiqh sosial, keikutsertaan dalam BPJS dapat dinilai sah dan bahkan dianjurkan dengan pertimbangan maslahah ‘ammah (kemaslahatan umum). Menjaga jiwa (حفظ النفس) menjadi salah satu tujuan utama syariat. Dalam konteks negara modern, pembiayaan kesehatan secara kolektif adalah bagian dari menjaga hak dasar manusia. Selain itu, iuran BPJS dapat dimaknai sebagai bentuk solidaritas sosial, yaitu pembagian beban biaya kesehatan antar masyarakat, yang sesuai dengan prinsip Islam.
Sebagaimana dikatakan oleh Imam al-Syatibi dalam al-Muwafaqat,“Dimana ada kemaslahatan, maka disana ada syariat Allah.” Maka, BPJS dapat dimasukkan dalam kategori maslahah mursalah, yaitu kemaslahatan yang tidak bertentangan dengan dalil-dalil syar’i.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada 2015 pernah mengeluarkan fatwa tentang BPJS Kesehatan. Meskipun mengkritisi beberapa hal dalam sistemnya, MUI menegaskan bahwa program BPJS sangat dibutuhkan masyarakat dan negara wajib mengupayakan penyelenggaraan BPJS yang sesuai syariah. Bahkan beberapa ormas seperti Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah menyatakan bahwa BPJS adalah bagian dari ijtihad kebijakan publik yang sah, dan sebaiknya umat Islam mendukung serta mendorong perbaikannya ke arah yang lebih syar’i.
Kesimpulan
Pandangan fiqh sosial terhadap program BPJS bersifat konstruktif dan solutif. Dengan pendekatan maqasid al-syari‘ah dan maslahah, BPJS dinilai sebagai bentuk perlindungan sosial yang sejalan dengan nilai-nilai Islam. Meskipun belum sempurna secara syariah, keberadaan BPJS merupakan kebutuhan mendesak dalam konteks pelayanan kesehatan nasional. Fiqh sosial tidak berhenti pada kritik, melainkan mendorong sinergi antara negara dan masyarakat dalam menciptakan sistem jaminan kesehatan yang adil, transparan, dan sesuai dengan nilai-nilai Islam.