Berdasarkan KBBI, demokrasi adalah bentuk atau sistem pemerintahan yang seluruh rakyatnya turut serta memerintah dengan perantaraan wakilnya; pemerintahan rakyat. Kemudian, demokrasi juga diartikan KBBI sebagai gagasan atau pandangan hidup yang mengutamakan persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan yang sama bagi semua warga negara. Uraian defenisi tersebut sejalan dengan demokrasi dari Bahasa Yunani, demos yang bermakna rakyat dan kratos yang artinya kekuasaan. Secara sederhana demokrasi dapat didefinisikan dengan pemerintahan rakyat, dari oleh dan untuk rakyat, sehingga kekuasaan politik dipegang oleh rakyat atau warga negara secara langsung atau melalui perwakilan yang mereka pilih.[1]
Sistem demokrasi merupakan sistem pemerintahan yang paling ideal diterapkan bagi negara yang plural dan mejemuk, seperti negara Indonesia. sistem demokrasi mengharuskan setiap rakyat diberi hak yang sama dalam menyampaiakan aspirasi serta masukan kepada para wakilnya yang dipilih dalam menjalankan amanat UU, tanpa ada intimidasi dan tekanan dari pemerintah.[2]
Setiap kebijakan yang tidak bermaslahat, rakyat boleh mengkritiknya dengan kritikan yang sopan dan membangun, Seperti kritik rakyat papua terhadap penambangan tambang nikel di raja ampat yang dinilai dapat merusak lingkungan. Dalam sistem demokrasi menyiratkan pemerintah hanyalah wakil atau pelayan rakyat- khsususnya rakyat lemah- dalam menjalankan mandat yang telah dia terima, bukan sebagai penguasa.
Salah satu bukti bahwa pemerintah merupakan pelayan dari rakyat fiqih yang melegitimasi pemaksaan oleh imam kepada orang kaya yang sudah berkewajiban mengeluarkan zakat untuk mengeluarkan zakatnya, karena pada kondisi demikian imam bertindak seperti mustahiq yang meminta haknya. furu’ tersebut dapat dikontekstualisasi dengan pengertian pemerintah tidak boleh tinggal diam, Ketika mengetahui rakyatnya tidak mendapatkan haknya.[3]. Bahkan Imam Syafi’i menyatakan eksistensi seorang imam (pemimpin) dengan rakyatnya seperti wali anak yatim yang harus berkewajiban mengatur sendi-sendi kehidupan sang anak berdasarkan kemaslahatan.[4]
Salah satu prinsip fundamental dari sistem pemerintahan demokrasi adalah penentuan pemimpin baik presiden atau kepala daerah berdasarkan suara mayoritas atau yang disebut dengan pemilu yang dilaksanakan oleh KPU.[5]Pengambilan keputusan berdasarkan voting ini dapat meminimalisir kesalahan dan metode yang paling obyektif karena pemilihan didasarkan setelah seluruh rakyat melihat kompotensi masing-masing calon pemimpin. Dan demokrasi dalam fikih klasik diistilahkan dengan sawad al-a’dhom, Imam Munawi mentafsiri hadits sawadul a’dhom juga menyangkut masalah suksesi kemimpinan.[6] Berikut redaksi Imam Munawi dalam kitab at-taisir syarah jami shoghir
( فإذا رأيتم اختلافاً ) في أمر الدين كالعقائد أو الدنيا كالتنازع في شأن الإمامة العظمى ( فعليكم بالسواد الأعظم )
Berbeda dengan pemilihan pemimpin di era sahabat yang dirdasarkan oleh orang-orang pilihan atau dikenal dengan ahlul halli wal aqdi, gagasan ahl al-Hall qa al-aqdi ini, karena melihat keadaan Masyarakat saat itu yang majemuk dan pengetahuan terbatas, sehingga pemilihan pemimpin dipasrahkan oleh beberapa orang. [7]
Sedangkan di zamarn modern seperti ini, masyarakat Indonesia sudah dianggap melek teknologi dan mudah mendapatkan informasi, sehingga Masyarakat dinilai mampu menimbang integritas dan kredibilitas masing-masing calon dalam memimpin negara. tidak tepat jika menerapkan konsep ahwa karena justru dapat membuka lebar praktik money politic di tengah-tengah krisis moral.
Dalam sistem demokrasi, bangsa modern seperti Indonesia menawarkan konsep trias politika, yaitu gagasan yang memecah kekuasaan menjadi tiga bagian, yaitu kekuasaan yang berbentuk perundang-undanga (legislatif), kekuasan yang bertugasn menjalankan undang-undang (eksekutif), kekuasasaan yang mengawasi undang-undang (yudisial). Pemecahan kekuasaan ditujukan agar kekuasaan tidak dimonopoli oleh satu orang, tetapi kinerja berdasarkan hasil musyawarah dengan beberapa wakil rakyat. Dan musyawarah merupakan perintah Allah yang tertulis dalam surat ali Imran ayat 159
وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ
“Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu”
Salah satu teladan Rasulullah yaitu beliau sering bermusyawarah dengan para sahabatnya, seperti dalam memberlakukan tawanan perang badar.[8] Begitu juga dengan para Sahabat, seperti Abu Bakar, Umar dan lain-lain yang selalu mengedepankan Musyawarah dalam memutuskan perkara penting. Sehingga konsep pemecahan kekuasaan yang beoientasi pada musyawarah dan pelakasana hasil musywarah sudah berlandaskan nash syariat.
Kesimpulan
Sistem demokrasi bukanlah suatu mimpi dalam mewujudkan sistem idealitas pemerintahan. Justru sistem demokrasi sangat tepat diterapkan pada negara yang majemuk dan plural di zaman modern sekarang seperti bangsa Indonesia. Dan memiliki keserasian dengan aturan fikih karena Demokrasi menjunjung tinggi prinsip musyawarah (sesuai yang diperintahkan syariat) serta menjamin pengawasaan secara langsung oleh rakyat dan menjadikannya sebagai kedaulatan tertinggi. Meskipun fakta menunjukkan terdapat beberapa pejabat yang terjerat korupsi, tetapi setidaknya dengan prinsip demokrasi, dimana sebuah kedaulatan ditangan rakyat secara penuh, kepentingan-kepintingan individu dapat diminimalisir dan diawasi oleh rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi negara.
[1] https://fahum.umsu.ac.id/info/apa-itu-demokrasi di akses pada 10 juni 2025
[2] Muhammad al-Ayubi, nasiolasme religious hlm 142
[3] Syihabuddin al-Qarafi, Anwarul Buruq, juz 6 hlm 85
[4] Jalaluddin as-suyuti, al-Asybah wa an-ndhair, hlm 233
[5] Muhammad al-Ayubi, nasiolasme religious hlm 148
[6] Zainuddin al-Munawi, at-taisir, hlm 633
[7] Muhammad hasbi dkk, hitam putih sistem khilafah, hlm 186
[8] Badruddin az-zarkasyi, al bahrul Muhith, juz 4 hlm 511