Di tengah arus globalisasi dan perkembangan teknologi yang pesat, pendidikan karakterdan literasi digital menjadi dua pilar esensial dalam membentuk generasi muda yang tangguh dan adaptif. Keduanya tidak hanya saling melengkapi, tetapi juga krusial untuk menghadapi tantangan zaman serta mengoptimalkan peluang yang ada.
Pendidikan karakter, dalam konteks kekinian, melampaui sekadar transfer pengetahuan akademis. Ia berfokus pada penanaman nilai-nilai luhur seperti kejujuran, tanggung jawab, empati, kemandirian, dan semangat gotong royong. Di era digital, nilai-nilai ini justru semakin relevan. Kemudahan akses informasi dan interaksi daring memerlukan individu yang memiliki integritas tinggi agar tidak terjerumus pada hoaks, ujaran kebencian, atau tindakan tidak etis lainnya. Pembentukan karakter yang kuat akan menjadi filter bagi setiap informasi dan interaksi yang ditemui di dunia maya, menjadikan individu tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga bijaksana dalam bertindak.
Seiring dengan itu, literasi digital bukan lagi pilihan, melainkan sebuah keniscayaan. Kemampuan ini mencakup pemahaman tentang bagaimana teknologi digital bekerja, kemampuan mengakses dan mengevaluasi informasi secara kritis, kemampuan berkomunikasi dan berkolaborasi secara efektif melalui platform digital, serta kesadaran akan etika dan keamanan berinternet. Sayangnya, banyak dari kita yang fasih menggunakan gawai, tetapi belum sepenuhnya cakap dalam literasi digital. Kemampuan membedakan fakta dari opini, mengenali penipuan daring, dan melindungi privasi digital masih menjadi tantangan besar bagi sebagian masyarakat. Ini menunjukkan bahwa penggunaan teknologi secara masif tidak serta-merta sejalan dengan peningkatan literasi digital yang memadai.
Integrasi pendidikan karakter dan literasi digital dalam kurikulum pendidikan adalah langkah strategis yang harus terus diperkuat. Pembelajaran tidak bisa lagi hanya berpusat pada materi ajar, melainkan harus diwarnai dengan proyek-proyek kolaboratif yang melatih siswa untuk bekerja sama, memecahkan masalah, dan berinteraksi secara positif baik di dunia nyata maupun virtual. Guru berperan sentral sebagai teladan sekaligus fasilitator yang membimbing siswa memahami kompleksitas dunia digital dengan landasan karakter yang kokoh.
Di sisi lain, peran orang tua dan lingkungan masyarakat juga tak kalah penting. Keluarga adalah madrasah pertama bagi anak dalam menanamkan nilai-nilai karakter. Demikian pula, kesadaran akan literasi digital harus dimulai dari rumah, dengan bimbingan dan pengawasan yang bijak dari orang tua. Pemerintah, melalui kebijakan yang relevan, harus terus mendorong inisiatif-inisiatif yang memperkuat kedua aspek ini, baik di jalur pendidikan formal maupun informal.
Dengan penguatan pendidikan karakter, kita akan memiliki individu yang berintegritas dan bertanggung jawab, mampu mengambil keputusan yang tepat, serta memberikan kontribusi positif bagi masyarakat. Sementara itu, literasi digital akan membekali mereka dengan keterampilan untuk bernavigasi secara aman dan produktif di dunia yang semakin terdigitalisasi. Kombinasi keduanya akan melahirkan generasi yang tidak hanya cerdas secara kognitif, tetapi juga matang secara emosional dan sosial, siap menjadi agen perubahan yang membawa kemajuan bagi bangsa. Ini adalah investasi jangka panjang untuk mewujudkan Indonesia Emas yang berdaya saing global.