Pendahuluan
Pondok Pesantren adalah satu dari beberapa lembaga pendidikan tertua yang telah ada di Indonesia. Pondok pesantren juga sangat memiliki kontribusi penting dalam proses mencerdaskan kehidupan bangsa. Peranan pondok pesantren ini harus diiperhitungkan dalam pembangunan bangsa di bidang pendidikan, keagamaan, dan moral. Menilik dari historis terbentuknya pesantren memiliki kontribusi yang sangat luar biasa dalam membina, mencerdaskan, dan mengembangkan masyarakat yang berkelanjutan. Bahkan, pesantren bisa mendorong perannya secara mandiri dengan menggali keunggulan bakat dan potensi yang dimiliki masyarakat di sekelilingnya. Peranan pondok pesantren sebagai subjek yang mencerdaskan masyarakat Indonesia dalam pendidikan, dakwah dan sosial harus selalu di dukung dari steakholder terkait, sehingga peran tersebut bisa di sampai kepada masyarakat. Telah kita ketahui bahwa pembangunan sumber daya masyarakat (SDM) itu tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, peran masyarakat secara luas, tetapi peran pesantren pun harus hadir untuk membangun SDM indonesia hal ini sesuai dengan jargon pemerintah yaitu “SDM Unggul Indonesia Maju”. Hal ini sebagai tanggung jawab bahwa pesantren adalah tempat untuk mencerdaskan anak bangsa.
Pesantren harus hadir dalam menjawab tantangan dunia saat ini, yaitu hadirnya faham radikal dan membuahkan kelompok terorisme, menjadi isu yang paling faktual pada saat ini, masih ingat jelas ketika bom Bali 1 terjadi pada tanggal 12 Oktober 2002 dan bom Bali 2 pada tanggal 1 Okrober 2005. Tregedi tersebut sudah 21 tahun berlalu yang sangat mengguncangkan Indonesia. namun hingga saat ini permasalahan tersebut belum teratasi dengan maksimal, dan sudah seharusnya pesantren dengan tujuan awalnya yaitu untuk membangun dan mencerdaskan SDM Indonesia, haruslah hadir untuk membantu pemerintah dalam menangkal bibit radikalisme dan terorisme di Indonesia. Proses pengembangan dunia pesantren ini harus didukung secara serius oleh pemerintah yang terintegrasi dalam sistem pendidikan nasional serta menjadi bahan pertimbangan pemerintah untuk memasukan materi penangkal radikalisme dan terorisme hingga ke akar rumput bahkan di tanamkan dari pendidikan dasar sekolah. Mengembangkan dan menerapkan peran pesantren dalam pembangunan merupakan langkah strategis dalam membangun pendidikan yang berkelanjutan.
Pesantren merupakan lembaga pndidikan yang berbasis agama, pusat pengembangan, nilai-nilai dan penyiaran agama Islam (Sri Andri Astuti, 2014). Kedudukan pesantren yang sangat penting membuatnya terus bertahan hingga kini. Masyarakat membutuhkan pesantren sebagai penjaga moral dan pembina akhlak generasi muda saat ini. Penyebabnya dekadensi moral akibat arus globalisasi tengah menyerang generasi muda saat ini. Pesantren menjadi benteng terakhir pertahanan moral generasi muda. Pondok pesantren telah menghasilkan jutaan santri yang berkontribusi terhadap bangsa, baik sebagai para pejuang dan pahlawan, tokoh agama, tokoh politik, intelektual, pejabat publik, dan beragam profesi lainnya. Tak hanya sebagai tempat menimba ilmu keislaman, pesantren juga menjadi tempat membentuk karakter generasi bangsa. Pesantren menjadi sarana pembentukan akhlak dan etika yang baik.
Jika ide dan paham radikal berkembang di pondok pesantren tentu sudah terbayang bagaimana generasi bangsa seperti apa yang akan muncul sepuluh tahun mendatang. Islam yang dikembangkan oleh kelompok radikal sebagai ideologi tersendiri di dalam ideologi negara pasti akan menimbulkan masalah. Cita-cita mendirikan khilafah atau Negara Islam serta hasrat untuk menjadikan syariah Islam sebagai pengganti hukum nasional jelas merupakan bibit- bibit disintegrasi bangsa yang majemuk. Pendidikan yang seyogyanya ditujukkan untuk menumbuhkan sikap kebangsaan dan kewarganegaraan, malah menggerus nilai- nilai kebangsaan dan ideologi negara itu sendiri (Ahmad Gaus AF, 2013). Berbagai fenomena yang ada menunjukkan bahwa radikalisme sudah menjadi bagian penting dalam kehidupan kita yang layak diwaspadai. Upaya pemerintah dalam memerangi radikalisme melalui pendekatan kekuasaan dan keamanan saja ternyata tidak cukup. Terbukti aksi-aksi gerakan radikalisme seperti ISIS sampai hari ini masih terus terjadi dan menghantui masyarakat. Oleh karena itu partisipasi dunia pendidikan, termasuk peran pesantren dalam memerangi radikalisme menjadi penting.
Pembahasan
Kata pesantren akar kata dari kata pe-santrian, yang berasal dari akar kata “santri” yang mendapatkan awalan pe -dan khiran –an. Kata santri berasal dari bahasa tamil, yang berarti uru mengaji. Data lain mengatakan bahwa kata itu berasal dari bahasa santri dari akar kata sastra, yang berarti buku-buku suci. Buku- buku agama atau buku tentang ilmu pengetahuan. Sedangkan menurut Mastuhu, yang dimaksud pesantren adalah lembaga pendidikan Islam tradisioanal, untuk mempelajari, mendalam, menghayati dan asrama. Dalam pengertian tersebut, maka dapat dirumuskan bahwa pengertian pesantren adalah tempat orang-orang atau para pemuda menginap (yamg dibarengi dengan suatu kegiatan) untuk mempelajari, mendalami, menghayati dan mengamalkan ajaran Islam.
Untuk mengetahui hakikat dan fungsi pesantren, terlebih dahulu mengetahui unsurunsur yang terlibat dalam pesantren, adapun unsur-unsur tersebut sebagai berikut:
- Pondok atau asrama
Unsur pokok dalam sebuah pesantren adalah disediakannya pondok atau asarama sebgai tempat bermukim para santri, gar dekat dengan pengasuh atau pembinanya serta terjaga dari lingkungan luar yang besifat negatif, selain sebagai tempat tinggal, fungsi asram dalam drbuah pesanntren adalah agar pengasuh atau pembina dapat membantau aktivitas para santrinya, baik aktivitas positif maupun aktivitas negatif, guna menjaga para santri dari hal-hal yang tidak diinginkan dengan pantauan tersebut pengasuh atau pembina dapat memberikan sanksi kepada sanksi yang melanggar atau melukukan tindaan negatif, serta memberikan arahan agar ia tidak mengulanginya, baik dalam jangka waktu pendek maupun jangka waktu panjang.
- Masjid
Masjid adalah merupakan elemen yang tidak bisa tinggalkan dari keberadaan pesantren. Masjid juga sebagai tempat yang paling tepat untuk mendidik dan belajar santri. Mesjid merupakan sebagai pusat dipondok pesantren sebagai perwujudan dari model pendidikan islam klasik. Sehingga, proses kelembagaan pendidikan Islam tradisional yang berpusat sejak masjid Quba yang didirikan didekat madinah pada era nabi Muhammmad tetap terakomodir dalam lembaga pesantren. Dilingkungan pesantren, masjid merupakan pusat kegiatan untuk pengajaran Islam (Mafred Ziemek, 1986).
- Santri
Adanya santri merupakan sayarat utama dalam sebuah pesantren. Baik santri tersebut sebagai orang yang ingin mengenal ajaran Isalam, orang yang ingin mendalaminya, maupun orang yang ingin bertaubat dari segala dosa-dosanya dengan mendekatkan diri kepada Allah swt. Dengan lebih mengimani dan taat pada peraturannya. Agar terhindar dari dosa-dosa dan perbuatan buruk yang telah dilakukannya diamsa lalau, untuk masa sekarang dan masa mendatang.
- Pengasuh atau Pembimbing
Selain unsur asrama, mesjid, dan santri, unsur yang tidak kalah penting dalam sebuah pesantren adalah adanya pengasuh dan pembina pesantren. Pengasuh atau pembina adalah orang yang paling besar pegaruhnya dalam sebuah pesantren.
Tipe Pondok Pesantren Ada tiga tipe pondok pesantren, yaitu salafiyah (tradisional), khalafiyah (modern), dan kombinasi keduanya. Ketiganya memiliki kekurangan dan kelebihan. Pesantren salafiyah memiliki kelebihan totalitas belajar santri yang sesungguhnya. Artinya, santri datang ke pesantren memang untuk belajar agama di sepanjang waktunya. Mereka pada umumnya datang dari pedesaan yang berniat untuk menggali ilmu yang kelak akan diajarkan kembali ketika kembali ke masyarakat. Namun banyak dari mereka yang kemudian alergi terhadap kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Mereka hanya mengikuti apa kata kiai. Di satu sisi, mereka teguh pendirian, tetapi di sisi lain, mereka dapat berubah mengikuti pola pemikiran dan keterbukaan kiai terhadap Iptek. Salah satu sebabnya adalah banyak dari mereka yang tidak bersekolah, atau hanya lulusan sekolahdasar.
Pesantren khalafiyah memiliki kelebihan dapat beradaptasi dengan kemajuan Iptek. Namun karena mereka terbiasa dengan kurikulum dan aturan jadwal waktu, mereka lebih pragmatis dalam belajar. Mereka hanya mau belajar sesuai jadwal dan kurikulum yang ada. Di luar itu, mereka lebih suka menikmati waktu senggang dengan bermain dan lainnya.
Pesantren kombinasi merupakan perpaduan dari sistem tradisional dan modern. Pada dasarnya pesantren tipe ini merupakan pesantren tradisional yang mencoba menyesuaikan dengan kondisi perkembangan zaman. Kelebihannya, pesantren tipe ini tidak alergi dengan Iptek, menerapkan sistem kurikulum, dan cara belajar klasikal, dengan tetap mempertahankan tradisionalisme. Kekurangannya, antara tradisional-isme dan sistem modern pada umumnya tidak terintegrasi dengan baik, sehingga keduanya tidak berjalan seiring. Ini yang umum terjadi pada pesantren tipe ini (Ahsin Sakho Muhammad, 2006).
Peran Pondok Pesantren
- Pondok Pesantren Sebagai Lembaga Pendidikan
Pondok pesantren dilihat dari historis kultural dapat diartikan sebagai “training center” yang bisa langsung menjadi “cultural central” Islam yang dilegalkan oleh masyarakat, setidaknya oleh masyarakat Islam sendiri yang secara defacto tidak dapat diabaikan oleh pemerintah (Djamaluddin, & Abdullah Aly, 1998). Pondok pesantren mempunyai model pembelajaran yang non klasikal, dimana model sistem pendidikan dengan metode pembelajaran wetonan, yaitu metode yang pada prosesnya seorang kiai yang membaca kitab dalam waktu tertentu, sedangkan santrinya membawa kitab yang sama, lalu santri mendengarkan dan menyimak bacaan kiai. Kemudian model sorogan, yaitu metode yang di pakai pesantren untuk melakukan pendidikan lanjutan, karena santri akan membacakan kitab di depan kiai dan langsung dikoreksi oleh kiai jika terdapat kesalahan dalam membaca kitab tersebut (Hasbullah, 1999).
Pondok pesantren merupakan sebuah jenjang pendidikan yang mempunyai tujuan untuk mencapai pendidikan akhlak yang paripurna dengan cara mendidik budi pekerti dan jiwa. Implikasi dari hasil akhlak yang paripurna ini dengan digambarkan pada terciptanya pribadi seorang muslim yang beriman dan bertaqwa, serta memahami arti hidup di dunia yang sematamata untuk tunduk dan patuh kepada ajaran agama Islam.
- Pondok Pesantren Sebagai Lembaga Dakwah
Pondok pesantren sebagai lembaga dakwah yaitu dengan melihat kegiatan dakwah yang dilakukan kepada asyarakat, maksudnya melakukan kegiatan untuk menumbuhkan kesadaran dalam beragama atau mampu dan harus melaksanakan ibadah secara konsekuen sebagai pemeluk agama Islam (M.Bahri Ghazali, 2003) Telah difahami bahwa berdirinya pesantren sebagai salah satu induk menyebarkan agama Islam di Indonesia. Pesantren sebagai lembaga penyiaran agama (lembaga dakwah) maksudnya adalah, masjid sebagai pesantren sebagai pusat kajian lembaga dakwah, karena di masjid tersebut di gunakan untuk sarana ibadah dan belajar agama oleh masyarakat. Sehingga peranan pesantren sebagai lembaga dakwah juga bisa tersalurkan kepada masyarakat, hal ini lah yang menjadikan pesantren sebagai lembaga dakwah, kemudian santri maupun almuni bisa menyebarkan dakwah Islam kepada masyarakat dengan berpijak pada islam yang rahmatan lil alamin (Mastuhu, 1994).
- Pondok Pesantren Sebagai Lembaga Sosial
Pesantren sebagai Lembaga sosial karena di dalam pesantren tersebut terdiri dari santri yang berbagai latar belakang masyarakat, tidak membedakan lapisan masyarakat dari yang tidak mampu sampai yang kaya, meraka (santri) akan berada dalam satu pesantren dan tidak dibedakan dalam segala hal. Pesantren tidak membedakan fasilitas dan pelayanan, tidak membedakan untuk biaya hidup di pesantren. Ongkos hidup di pondok pesantren sangat terjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat, hal ini dikarenakan santri bisa memenuhi kebutuhan sehari- harinya dengan memasak bersama untuk meminimalisir keuangan, bahkan ada sntri yang digartiskan biayanya karena kurang mampu atau yatim piatu (Mastuhu, 1994).
Pesantren sebagai lembaga sosial yang mempunyai kewajiban dan tugas untuk kemasyarakatan pada hakikatnya tidak mengurangi arti tugas keagamaannya, karena sebenarnya itu merupakan bentuk dari penjabaran arti nilai-nilai kehidupan beragama bagi kemaslahatan masyarakat luas. melalui tugas ini, pesantren diharapkan peka dan bisa menjawab permasalahan masyarakat, seperti: memelihara tali persaudaraan, ikut membantu mengentaskan kemiskinan, memberi pengaruh positif terhadap masyarakat dengan melalui pembeharuan model perekonomian berbasis pesantren, memberantas kebodohan dan sebagainya (M. Dawam Raharjo, 1985).
Konsep Deradikalisasi
Pengertian deradikalisasi merupakan sebuah konsep perubahan pola dalam penanganan dan penindakan terorisme dewasa ini. Deradikalisasi yang menjadi formula terbaru untuk mengatasi ancaman terorisme yang memiliki kaitan dengan deideologisasi. Kata deradikalisasi diambil dari istilah bahasa Inggris deradicalization dan kata dasarnya adalah radical. Menurut Prasanta Chakravarty, dalam bukunya yang berjudul: Like Parchment in the Fire: Literature and Radicalism in the English Civil War, kata Radical berasal dari bahasa Latin yaitu Radix yang berati “pertaining to the roots (Memiliki hubungan dengan akar).( Petrus Reinhard Golose, 2010) Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan kata radikal “Secara mendasar, maju dalam berpikir atau bertindak” Sementara itu Encarta Dictionaries mengartikan kata radical sebagai “Favoring major changes: favoring or making economic, political or social changes of sweeping or extreme nature”. (membantu terjadinya perubahanperubahan besar, terutama membantu terjadinya atau membuat perubahan ekonomis, politis, atau perubahan sosial secara luas atau ekstrim (Petrus Reinhard Golose)
Konsep Deradikalisasi Pemahaman ajaran Islam, yaitu usaha menghapus pemahaman yang radikal terhadap ayat-ayat al- Qur’an dan Hadis, khususnya ayat atau hadis yang berbicara tentang konsep jihad, perang melawan kaum kafir dan seterusnya. Dengan demikian, deradikalisasi bukan dimaksudkan sebagai upaya untuk menyampaikan “pemahaman baru” tentang Islam dan bukan pula pendangkalan akidah, melainkan sebagai upaya mengembalikan dan meluruskan kembali pemahaman tentang apa dan bagaimana Islam (Muhammad Harfin Zuhdi, 2010).
Berdasarkan hal ini, deradikalisasi pemahaman agama dapat katakan sebagai prosesproses yang dilaksanakan dalam rangka untuk mentralisir ideologi dan paham radikal dan militan yang menghalalkan cara-cara ekstrim dan bahkan kekerasan menjalankah dakwah Islamiyah. Radikal di sini dalam arti pejoratif yang menghalalkan cara-cara kekerasan kepada siapa saja yang dianggap musuh dan mengancam eksistensi Islam, terlebih eksistensi kelompok radikal. Deradikalisasi pemahaman dilakukan dengan pendekatan interdisipliner dengan cara soft dengan melakukan penafsiran teks-teks agama secara kontekstual dan mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan, nilai inklusifitas, nilai tolerasnsi, nilai-nilai persatuan dan persaudaraan sesama manusia. Istilah radikalisme Islam dipopulerkan pasca revolusi Islam Iran pada tahun 1979 yakni untuk menyebut kelompok- kelompok muslim radikal yang ada di Timur Tengah. Kemudian konsep radikalisme berkembang menjadi konsep radikalisme global (Edi Susanto) Radikalisme agama merupakan fenomena yang biasa muncul dalam agama apa saja. Radikalisme sangat berkaitan dengan fundamentalisme yang menunjukkan reaktualisasi dari konsep dasar agama. Fundamentalisme merupakan sebuah ideologi yang menjadikan agama sebagai pegangan hidup oleh suatu masyarakat atau individu. Ketika terhalang oleh situasi sosial politik, maka fundamentalisme akan dilibatkan aksi radikalisme (Tarmizi Taher, 2005).
SIMPULAN DAN SARAN
Pondok pesantren memainkan peran penting sebagai lembaga pendidikan, dakwah, dan sosial dalam menangkal radikalisme dan terorisme di Indonesia. Melalui pendekatan pendidikan agama yang moderat dan inklusif, pesantren membentuk karakter dan moral santri yang berlandaskan pada nilai-nilai toleransi, kedamaian, dan keadilan. Selain itu, pesantren aktif dalam kegiatan sosial yang memperkuat kohesi sosial dan mencegah penyebaran ideologi radikal. Studi pustaka ini menunjukkan bahwa pesantren memiliki potensi besar dalam upaya deradikalisasi dan pencegahan terorisme, sehingga penguatan peran pesantren harus mendapatkan perhatian dan dukungan dari pemerintah dan masyarakat luas.
Daftar Pustaka
Abd. Muin, dkk. Pendidikan Pesantren dan Potensi radikalisme (Jakarta: CV. Prasasti, 2007), hal.v Ahmad Gaus AF, “Pemetaan Problem Radikalisme di SMU Negeri di 4 Daerah” dalam MAARIF, (Jakarta: Ma’arif Institut), Vol. 8, No. 1, Juli 2013.
Ahsin Sakho Muhammad, et al. (ed.), Fiqih Ekologi (al-Biah) (Jakarta, Conservation International: 2006), cetakan ke-2.
Anis Farikhatin, “Membangun Keberagamaan Inklusif-Dialogis di SMA PIRI I Yogyakarta (Pengalaman Guru Agama Mendampingi Peserta Didik di Tengah Tantangan Radikalisme)” dalam MAARIF, (Jakarta: Ma’arif Institut), Vol. 8, No. 1, Juli 2013.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar bahasa Indonesia, (Jakarta, Balai Pustaka, 1995).
Djamaluddin, & Abdullah Aly, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 1998).
Edi Susanto, Kemungkinan Munculnya Paham Islam Radikal Di “Pondok Pesantren”, dalam Tadrîs Jurnal Pendidikan Islam STAIN Pamekasan Vol. 2. No. 1. 2007.
Education Management Information System. (2015). Pondok Pesantren. Diambil dari EMIS PENDIS KEMENAG:http://emispendis.kemenag.go.id
Habib Shulton Asnawi, “Kritik Teori Hukum Feminis Terhadap UU. NO. 1 tahun 1974 Tentang Perkawinan: Suatu Upaya dalam Menegakkan Keadilan HAM Kaum Perempuan,” Al-Ahwal: Jurnal Hukum Keluarga Islam 4, no. 1 (26 September 2016): 45, http://ejournal.uin- suka.ac.id/syariah/Ahwal/article/view/04105.
Tarmizi Taher, Islam dan Tantangan Radikalisme Global, (Jakarta; Republika, 2005). Zuly Qodir, “Perspektif Sosiologi Tentang Radikalisasi Agama Kaum Muda” dalam MAARIF, (Jakarta: Ma’arif Institut), Vol. 8, No. 1, Juli 2013.