Persimpangan Diantara Khidmah Santri dan Tuduhan Feodalisme

Kolom Santri299 Dilihat

Pesantren kerap menjadi sasaran kritik, bahkan celah sekecil apa pun dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk membentuk opini negatif di masyarakat. Dengan menyoroti sisi buruk pesantren, mereka secara bersamaan mengangkat sistem pendidikan mereka sendiri, entah itu ma’had, kutab, atau bentuk lainnya, seolah lebih unggul. Pola ini bukan sekadar kritik, melainkan strategi untuk meninggikan diri dengan menjatuhkan yang lain.

Belakangan, isu feodalisme dan eksploitasi santri menjadi fokus utama. Potongan-potongan video yang memperlihatkan aktivitas santri, seperti berjalan membungkuk dihadapan kiai, atau kegiatan santri seperti membuatkan minuman kiai dicap sebagai bentuk feodalisme. Namun. apakah tuduhan ini benar adanya, atau justru merupakan narasi yang perlu ditelaah lebih dalam? Untuk menghindari sikap ‘benci buta,’ penting bagi kita melihat fenomena ini dari berbagai sudut pandang secara adil dan seimbang.

Dalam Kamus besar Bahasa Indonesia, fe.o.dal.is.me /feodalismê/ merupakan sistem sosial atau politik yang memberikan kekuasaan yang besar kepada golongan bangsawan atau sistem sosial yang mengagung-agungkan jabatan atau pangkat dan bukan mengagung-agungkan prestasi kerja. Feodalisme klasik indentik dengan hierarki yang kaku, unsur keterpaksaan, serta minimnya mobilitas sosial bagi kelompok bawah.

Sementara itu, pesantren memiliki struktur yang berbeda. Kiai memang menjadi figur sentral, tetapi bukan sebagai “penguasa” melainkan sebagai pendidik spiritual yang dihormati karena kedalaman ilmunya. Relasi antara kiai dan santri didasarkan pada rasa hormat dan nilai-nilai keagamaan, bukan semata-mata atas dasar kekuasaan atau kepentingan ekonomi.

Terdapat perbedaan mendasar antara feodalisme dan pesantren. Dari aspek dasar hubungan, relasi antara kiai dan santri didasarkan pada penghormatan, pengabdian, dan nilai-nilai spiritual. Santri menghormati kiai karena keilmuannya, bukan karena paksaan atau kekuasaan absolut. Sebagiamana keterangan dalam kitab Ta’lim Al-Mutaallim:

“Mereka yang mencari pengetahuan hendaklah selalu ingat bahwa mereka tidak akan pernah mendapatkan pengetahuan atau pengetahuan tidak akan berguna, kecuali kalau dia menaruh hormat kepada guru yang mengajarkannya. Hormat kepada guru bukan hanya sekedar patuh …sebagaimana dikatakan oleh sayidina ali, “saya ini hamba dari seorang yang mengajar saya, walaupun hanya sat kata saja”.

Sedangkan dalam sistem feodal, hubungan antara penguasa dan rakyat bersifat hierarkis dan cenderung koersif, di mana rakyat dipaksa tunduk kepada tuan tanah atau bangsawan tanpa kesempatan untuk keluar dari sistem tersebut.

Dari sisi mobilitas sosial, santri memiliki kesempatan untuk berkembang dan bahkan menjadi kiai di masa depan. Mobilitas sosial terbuka berdasarkan ilmu dan pengabdian. Sedangkan feodalisme menjadikan kelompok bawah sulit atau bahkan tidak memiliki kesempatan untuk naik ke strata sosial yang lebih tinggi. Status sosial ditentukan sejak lahir dan sulit diubah. Kemudian dari sisi sumber kekuasaan, otoritas kiai bersumber dari keilmuan, keteladanan, dan keberkahan yang diyakini santri. Pengaruhnya tidak bersifat memaksa, tetapi lebih kepada keteladanan dan pembelajaran. Namun dalam feodalisme, kekuasaan berasal dari warisan atau penaklukan, dan rakyat harus tunduk tanpa pilihan.

Santri masuk ke pesantren secara sukarela dan bisa keluar kapan saja. Mereka berkhidmah bukan karena paksaan, tetapi sebagai bagian dari pembelajaran dan adab terhadap guru. Pesantren bertujuan untuk mencetak generasi berilmu dan berakhlak yang dapat bermanfaat bagi masyarakat. Pengabdian santri adalah bagian dari proses pendidikan dan pembentukan karakter. Sedangkan feodalisme memaksa rakyat tidak memiliki kebebasan untuk keluar dari sistem. Mereka dipaksa untuk bekerja bagi kaum bangsawan tanpa hak yang setara. Selain itu, feodalisme bertujuan untuk mempertahankan kekuasaan dan kepentingan kelompok atas, tanpa memberikan akses yang adil kepada kelompok bawah.

Pada intinya, tradisi pesantren tidak dapat serta merta dikatakan sebagai feodalisme meskipun memiliki beberapa kemiripan dalam struktur hierarkinya, karena terdapat perbedaan mendasar antara feodalisme dan pesantren seperti, dasar hubungan, mobilitas sosial, sumber kekuasaan, keterpaksaan atau kerelaan hingga tujuan atau sistemnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *