Revolusi Lifestyle Remaja Muslimah

(Menjaga Syariat di Tengah Kehidupan Modern)

Oleh : Bilkis Safitri dan Naila Inayati Ssa’adah

Masa muda tidak datang dua kali, begitulah yang sering diucapkan seseorang yang sedang menikmati masa mudanya. “Dunia begitu indah” demikian hidup di masa remaja alih-alih masa muda. Yang terbesit di fikiran remaja hanya ada kesenangan, kemudahan, dan keindahan. Berbicara mengenai remaja, maka akan berbicara mengenai budaya mereka, tentunya tentang gaya hidup (Lifestyle) yang mereka jalani pada kehidupan modern seperti saat ini, yaitu tidak jauh-jauh dari pergaulan, musik, percintaan, fashion, bahasa dan masih banyak lagi. Barker (2005:421) menjelaskan bahwa salah satu hal yang menjadi ciri dunia pasca perang adalah munculnya dan berkembangnya berbagai bentuk musik, gaya fashion, aktivitas waktu senggang, tarian, dan bahasa-bahasa khas yang diasosiasikan dengan anak muda/remaja.

Jika kita perhatikan, remaja masa kini sangat berbeda dengan remaja di masa lalu. Dengan adanya perkembangan zaman dan teknologi yang ada, banyak yang menjadi tempat untuk jalan-jalan atau tempat berkumpulnya para remaja yang sedang ingin bersosialisasi. Dahulu juga belum mengenal kafe-kafe yang menjadi lokasi favorit untuk nongkrong bersama teman-teman. Fenomena ini merupakan salah satu bentuk dari budaya popular yang kini marak di kalangan para remaja.

Gaya hidup, terutama di kalangan remaja, merupakan hal yang menarik untuk diperhatikan. Tanpa disadari, gaya hidup telah membentuk dan mengarahkankan aktivitas kita, khususnya para remaja, sejak membuka mata di pagi hari sampai kembali terlelap di malam hari. Akibatnya, remaja sebagai bagian dari masyarakat konsumen, menjadi target yang potensial bagi industri gaya hidup.

Perkembangan masyarakat konsumen di Indonesia modern tampaknya berjalan seiring dengan proses globalisasi ekonomi dan perubahan dalam sistem kapitalisme konsumtif. Hal ini tercermin dari maraknya pusat-pusat perbelanjaan bergaya shopping mall, serta tumbuhnya berbagai industri seperti industri hiburan, industri mode (fashion), kecantikan, kuliner, gosip, hingga pembangunan kawasan hunian mewah dan real estate (Chaney, 2003:8).

Fenomena ini menyebabkan kaum muda Indonesia, khususnya para muslimah, turut terpengaruh oleh arus tren budaya popular tersebut. Seiring berjalannya waktu, gaya hidup serba nyaman dan penuh kemudahan semakin melekat dalam keseharian sebagian remaja. Selain itu, berbagai konten di media sosial turut memperkuat budaya pop, mulai dari aspek fashion, gaya penampilan, hingga penggunaan bahasa. Selain itu tayangan televisi juga turut mempengaruhi, beberapa tayangan televisi kerap menampilkan model berpakaian para artis yang kemudian ditiru oleh para remaja. Demikian pula bahasa yang digunakan dalam tayangan-tayangan tersebut, dengan cepat menyebar dan diadopsi oleh kalangan muda. Beragam sisi lain dari konten media sosial dan tayangan televisi pun terus memproduksi budaya pop yang kemudian meluas dan menjadi trend di tengah kehidupan remaja Indonesia.

 Penduduk indonesia sebagian besar adalah beragama islam, tentunya tidak luput dari serbuan budaya popular. Dikalangan umat Islam mulai marak iklan dan industri jasa dalam bidang spiritualisme, contohnya pada fashion. Hal ini ditandai dengan menjamurnya konter-konter berlabel exlusive Moslem fashion. Bahkan, saat ini mulai berkembang factory outlet khusus busana muslim.

Sementara itu, maraknya dunia perfilman tentang anak muda yang berlatar belakang “remaja islami” nyaris tidak jauh berbeda sensibilitasnya dengan film anak muda pada umumnya. Dimana berpacaran dianggap sebagai hal yang biasa untuk para remaja pada saat ini, walaupun remaja tersebut merupakan remaja muslim. Selain itu, banyaknya iklan-iklan fashion anak muda islam (khususnya Muslimah) yang serupa dengan iklan-iklan fashion remaja pada umumnya.

Dengan adanya fenomena tersebut, maka remaja Muslimah sebagai masyarakat konsumen saat ini menjadi target potensial bagi industri gaya hidup. Salah satu contohnya adalah industri mode (fashion) yang terus berkembang untuk memenuhi kebutuhan tren berpakaian remaja Muslimah. Selain dalam hal busana, fenomena ini juga dapat diamati di ruang-ruang publik seperti mall dan kafe, dimana banyak remaja Muslimah terlihat berkumpul atau bersosialisasi layaknya remaja pada umumnya. Hal ini menunjukkan bahwa dalam aspek pergaulan pun, remaja Muslimah tidak tertinggal dari tren sosial yang berkembang berdasarkan fenomena-fenomena tersebut.

Penampilan kerap dijadikan sebagai representasi dari identitas diri, khususnya di kalangan remaja. Hal ini sejalan dengan pandangan David Chaney (2003:15) yang menyatakan bahwa dalam industri gaya hidup, penampilan merupakan aspek yang sangat penting. Dalam konteks ini, tubuh dan diri individu dalam kehidupan sehari-hari diposisikan sebagai objek sekaligus proyek untuk menanamkan dan mengekspresikan gaya hidup. Ungkapan “Kamu bergaya, maka kamu ada” menjadi relevan untuk menggambarkan antusiaisme remaja Muslimah terhadap gaya hidup kontemporer. Tak mengherankan apabila sebagian besar industri gaya hidup saat ini berfokus pada aspek penampilan.

Salah satu identitas utama seorang Muslimah dapat dikenali dari cara berpakaiannya. Namun dalam arus deras budaya popular dan trend gaya hidup modern, cara berpakaian Muslimah pun mengalami pergeseran makna. Remaja Muslimah masa kini tidak hanya menjadikan jilbab sebagai kewajiban syar’i, tetapi juga sebagai bagian dari ekspresi diri dan simbol eksistensi sosial. Untuk tetap dianggap religious sekaligus “kekinian”, mereka mengadaptasi gaya berjilbab ke dalam dunia pergaulan remaja. Dari sinilah muncul berbagai istilah seperti “jilbab gaul”, kerudung modis”, atau “jilbab selebritis” yang kini menjadi trend dikalangan remaja Muslimah masa kini. Gaya berjilbab tersebut biasanya ditandai dengan pemakaian kerudung yang dililitkan ke leher, serta paduan pakaian seperti kaos atau kemeja lengan panjang yang ketat, celana jeans, atau rok yang membentuk lekuk tubuh. Jilbab tidak lagi dikenakan secara longgar dan menutup tubuh secara sempurna sebagaimana anjuran dalam syariat, melainkan disesuaikan dengan standar estetika modern dan pengaruh mode global. Fenomena ini memperlihatkan bagaimana gaya hidup popular berhasil menggeser makna jilbab dari simbol ketaatan menjadi bagian dari kontruksi identitas sosial dan penampilan.

Kontribusi media terhadap perkembangan gaya hidup remaja Muslimah sangatlah signifikan. Di era digital seperti saat seperti sekarang, media massa menjamur dalam berbagai bentuk dan platform, khususnya media sosial yang dapat diakses kapan pun dan dimana pun. Kita hidup di zaman yang di penuhi oleh sebuah fenomena yang kerap di sebut “ledakan informasi” tanpa henti. Informasi tidak lagi harus dicari, ia justru datang membanjiri ruang- ruang privat kita, termasuk ruang keluarga, melalui layar televisi, gawai, dan internet.

Kondisi ini menjadikan media sosial sebagai salah satu agen utama dalam membentuk cara pandang, selera, hingga identitas sosial, termasuk dalam hal gaya hidup. Remaja Muslimah yang berada dalam fase pencarian jati diri, sangat mudah terpengaruh oleh representasi gaya hidup yang ditampilkan media, baik dari segi cara berpakaian, berbicara, hingga bersosialisasi. Media tidak hanya menyampaikan informasi, tetapi juga membentuk pola konsumsi dan standar estetika yang menjadi rujukan banyak remaja.

Fenomena gaya hidup remaja Muslimah masa kini menunjukkan adanya persinggungan yang cukup kuat antara budaya popular dan agama. Persentuhan ini tidak hanya menandai masuknya nilai-nilai budaya massa ke dalam ruang eskpresi Islam, tetapi juga sebaliknya, menandai kemunculan dakwah Islam melalui saluran media popular yang menyasar kalangan muda. Pada titik inilah terlihat gejala kolaborasi antara dua ranah yang selama ini dipersepsikan terpisah, bahkan kerap dianggap bertentangan antara budaya pop dan agama.

Kolaborasi ini pada akhirnya membentuk konfigurasi baru dalam praktik kebudayaan Islam di kalangan remaja Muslimah. Dalam diri mereka, terdapat dinamika identitas yang terus bergerak. Di satu sisi, mereka memperlihatkan keterhubungan dengan budaya massa anak muda melalui gaya penampilan, bahasa dan referensi hiburan. Namun di sisi yang lain mereka juga menunjukkan komitmen terhadap nilai-nilai keislaman, seperti berpakaian sesuai syariat, mengikuti kajian keagamaan, atau aktif dalam komunitas dakwah. Pergulatan identitas ini menjadi bukti bahwa menjadi Muslimah di era modern tidak selalu berarti menegosiasikan nilai-nilai agama dalam bingkai ekspresi kekinian.

Prinsip dasar berpakaian bagi Muslimah sejatinya telah ditegaskan secara jelas dalam Al-Qur’an. Salah satunya terdapat dalam Surah An-Nur ayat 31, yang berbunyi “Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya.” Ayat ini menunjukkan bahwa batasan dalam berpakaian, khususnya mengenai jilbab, telah diatur secara tegas dan tidak memerlukan perdebatan yang berkepanjangan mengenai bentuk dasarnya. Selain itu, dalam Surah Al-Ahzab ayat 59, Allah SWT, juga memerintahkan “Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin, “hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.”” Ayat ini menegaskan pentingnya menutup aurat dengan sempurna sebagai bentuk identitas dan perlindungan diri bagi seorang Muslimah.

Kedua ayat ini memperhatikan bahwa dalam Islam, berpakaian bukan semata-mata soal estetika atau trend, melainkan bagian dari ekspresi ketaatan. Meski demikian, dalam konteks budaya popular saat ini, nilai-nilai tersebut kerap mengalami negosiasi dengam selera mode modern yang berkembang di kalangan remaja. Inilah yang menjadi titik menarik antara tuntunan syariat dan pengaruh budaya popular dalam praktik berpakaian Muslimah masa kini.

Ayat lain dalam Al-Qur’an yang mengaskan pentingnya menutup aurat bagi perempuan Muslimah terdapat pada Surah Al- Ahzab ayat 33 “Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah yang dahulu.” Ayat ini tidak hanya mengatur soal berpakaian, tetapi juga menyentuh aspek perilaku dan adab seorang Muslimah. Sayangnya, pada era modern ini, semakin banyak kaum Muslimah yang terpengaruh oleh gaya hidup dan busana ala Barat yang disebarkan melalui berbagai media massa. Jika trend ini terus berlanjut tanpa control, maka dapat dibayangkan bagaimana nasib generasi masa depan, ketika para Muslimah yang kelak menjadi ibu dan madrasah pertama bagi anak-anaknya kehilangan rasa malu dan batasan dalam berpakaian.

Situasi ini mengingatkan kita pada pentingnya peran orang tua, khususnya ibu, dalam memberikan pemahaman kepada putri-putrinya sejak usia dini mengenai kewajiban menutup aurat sebagai bagian dari ajaran Islam. Lingkungan keluarga, dalam hal ini rumah, memiliki pengaruh yang sangat besar dalam membentuk kebiasaan dan nilai-nilai anak. Maka, ibu dan kakak perempuan dewasa hendaknya menjadi teladan nyata dalam penerapan berpakaian syar’i, termasuk dalam hal pemakaian jilbab yang sesuai dengan tuntunan agama.

Namun demikian, di tengah derasnya arus budaya popular dan kuatnya pengaruh media massa, membentengi diri dari pengaruh gaya hidup yang tidak sesuai syariat bukanlah hal yang mudah bagi remaja Muslimah. Dalam konteks ini, Al-Banna (2004:20) mengemukakan dua langkah strategis yang dapat dilakukan untuk menjaga remaja Muslimah agar tidak terhanyut dalam budaya pop yang melalaikan nilai-nilai Islam. Kedua langkah tersebut adalah;

Pertama, diperlukan upaya serius dalam pendidikan dan pembinaan akhlak berdasarkan ajaran Islam. Pendidikan bukan hanya berfokus pada aspek kognitif, tetapi juga menyentuh dimensi moral dan spiritual. Hal ini selaras dengan firman Allah dalam Surah Al-Tahrim ayat 6 “Hai orang-orang yang beriman, periharalah dirimu dan keluargamy dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan kepada meeka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” Ayat ini menegaskan pentingnya tanggung jawab moral orang tua dan masyarakat dalam membina keluarga, khususnya anak-anak perempaun, agar tidak terseret arus budaya yang merusak nilai-nilai keislamanan.

Kedua, penting untuk memberikan pemahaman yang jela mengenai batasan pergaulan antara laki-laki dan perempuan. Islam secara tegas mengatur interaksi antara lawan jenis agar berlangsung dalm koridar kesopanan dan kehormatan. Pergaulan babs yang tidak terkontrol dapat membuka pintu bagai berbagai bentuk penyimpangan dan kerusak moral, terutama diusia remaj yang masih rentan, oleh karena itu, edukasi mengenai batasan ini perlu disampaikan dengan bijak, tidak hanya melalui larangan, tetapi juga melalui pemahaman tenang tujuan syariat; menjaga kehormatan, mencegah kemudaratan, dan membangun peradapan yang sehat. Dengan kedua pendekatan tersebut yakni-pendidikan budi pekerti islam dan penanaman pemahaman tentang batasan pergaulan-remaja Muslimah digarapkan mampu membangun identitas dri yang seimbang; modern dalam ekspresi sosialnya, namun tetap kukuh dalam memegang nilai-nilai islam sebagai prinsip hidup.

Dengan demikian, jalan terbaik bagi seorang Muslimah dalam menghadapi deras arus budaya populer dan berbagai tren ’gaul’ masa kini adalah dengan kembali rujuk kepada syariat islam secara utuh dan benar. Syariat bukanlah penghalang bagi aktualisasi diri, melainkan panduan hidup yang menjaga kehormatan, menata perilaku, dan menuntun pada ketenangan jiwa. Dalam hal ini, pendididkan di lingkungan keluarga-terutama dirumah-memegang peranan penting sebagai benteng pertama dalam membentuk karakter dan memperkuat keimanan anak-anak, khususnya para remaja Muslimah.

Allah SWT telah menjanjikan bahwa perempuan yang teguh memegang nilai-nilai agamanya akan memperoleh kebahagiaan dan ketentraman, baik di dunia maupun di akhirat. Oleh karena itu, menjadi tanggungjawab bersama- oramg tua, masyarakat, dan institusi pendidikan-untuk memastikan bahwa generasi Muslimah tidak kehilangan arah di tengah pusaran budaya popular, namun justru mampu tampil sebagai pribadi yang tangguh, cerdas, dan berprinsip dalam balutan nilai-nilai Islam.



Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *