Solusi Fenomena Fatherless Melalui Kacamata Mubadalah

Kolom Santri333 Dilihat

Fenomena fatherless atau ketidakhadiran figur ayah dalam pengasuhan anak di Indonesia baik secara fisik, emosional, maupun sosial menjadi perhatian serius di Indonesia. Menurut data UNICEF pada tahun 2021, sekitar 20,9% anak-anak di Indonesia tumbuh tanpa kehadiran sosok ayah. Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2022 mencatat 408.202 kasus perceraian, di mana 70% di antaranya mengakibatkan anak tinggal hanya dengan ibu. Angka ini meningkat 23% dibanding dekade sebelumnya (BPS, 2022), ini menunjukkan melemahnya kehadiran ayah dalam struktur keluarga. Dampaknya, 1 dari 5 anak Indonesia tumbuh tanpa pengasuhan ayah yang memadai (BPS, 2023).

Dari perspektif psikologis, Ketiadaan peran ayah dalam kehidupan anak beresiko lebih tinggi menghambat perkembangan emosional dan mendorong munculnya masalah psikologis sejak usia dini. temuan serupa dilaporkan oleh Jurnal Psikologi Klinis UI (2021) bahwa 78% remaja nakal di Lembaga Pemasyarakatan Anak berasal dari keluarga tanpa figur ayah. Realitas ekonomi Indonesia yang mengharuskan banyak ayah bekerja dengan jam kerja panjang atau di luar kota menjadi hambatan struktural yang signifikan.

Fenomena ini juga disebabkan oleh penafsiran dan budaya patriarki yang mengenyampingkan peran ayah dalam domestik. Misalnya, pemahaman dangkal yang menempatkan ayah hanya sebagai pencari nafkah dan ibu sebagai satu-satunya pengasuh, hal ini telah mengabaikan prinsip mubadalah dalam Islam. Padahal, Nabi Muhammad SAW secara praktik terlibat aktif mengasuh cucu-cucunya dan membantu pekerjaan rumah.

Peran ayah sebenarnya sama pentingnya dengan ibu dalam hal pola asuh atau parenting dalam sebuah keluarga. Penelitian yang dilakukan Allen dan Daly (2007) mengungkapkan bahwa keterlibatan ayah dalam mendidik anak memberikan pengaruh signifikan dalam aspek kognitif anak, khususnya dalam bidang akademik, kemajuan dalam karier, serta pencapaian tingkat pendidikan yang lebih optimal.

Keterlibatan ayah dalam proses pengasuhan juga membawa dampak positif bagi kondisi psikologis anak, yang tercermin melalui minimnya beban emosional, serta kecenderungan tingkat kegelisahan yang lebih rendah.Tidak hanya itu, peran ayah dalam mengasuh anak juga mempengaruhi dampak sosial seperti inisiatif sosial yang dimiliki sang anak, kompetisi sosial, dan anak juga cenderung akan memiliki hubungan sosial yang baik.

Konsep mubadalah

Mubadalah adalah bahasa Arab: مُبَادَلَةٌ Berasal dari akar suku kata (“ba-da-la” ) ل-ب – د Yang berarti mengganti, mengubah, dan menukar. Kata mubādalah sendiri merupakan bentuk kesalingan (mufa’alah) dan kerja sama antar dua pihak (musyarakah) untuk makna tersebut, yang berarti saling mengganti, saling mengubah, atau saling menukar satu sama lain.

Dalam kamus modern, Al Mawrid, untuk Arab-Inggris, karya Dr. Rohi Baalbaki, kata mubadalah diartikan muqabalah bi al mitsl, yang bermakna menghadapkan sesuatu dengan padanannya. Kemudian kata ini diterjemahkan kedalam bahasa Inggris dengan beberapa makna, yakni reciprocity, reciprocation,repayment, requital, paying back, returning in kind or degree. Sedangkan dalam kamus bahasa Indonesia, kata “kesalingan” digunakan untuk hal-hal “yang menunjukkan makna timbal balik”.

konsep mubadalah memiliki dua pengertian: pertama, relasi kemitraan-kesalingan antara laki-laki dan perempuan. Dan kedua, bagaimana sebuah teks Islam mencakup perempuan dan laki-laki sebagai subjek dari makna yang sama. Dalam QS. Al-Baqarah ayat 30, dijelaskan bahwa Allah SWT menciptakan manusia di muka bumi sebagai khalifah, dan penunjukkan tugas kekhalifahan ini tidak hanya kepada kaum laki-laki tetapi juga kaum perempuan. Selanjutnya, QS. At-Taubah: 71 yang berbunyi “Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh mengerjakan yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya” menjadi pondasi dalam menafsirkan ayat-ayat tentang kekhalifahan manusia di muka bumi yang mencakup laki-laki dan perempuan.

Prinsip mubadalah menekankan pada kemitraan atau kesalingan laki-laki dan perempuan dalam kehidupan, di mana sebagaimana laki-laki yang ingin diakui keberadaannya, dihormati pilihannya, didengar suaranya, dan dipenuhi segala keinginannya, maka perempuan pun sama. Perspektif kesalingan ini akan membuahkan cara pandang yang memanusiakan manusia laki-laki dan perempuan, sebuah cara pandang yang mengarah pada relasi yang setara dan timbal balik untuk kebaikan hidup sebagai modal mencapai kesejahteraan dalam kehidupan di ranah domestik maupun publik. Perspektif kesalingan mengakar pada tauhid sosial yang menegaskan kesetaraan, keadilan, kasih sayang, dan penghormatan kemanusiaan, sebagaimana Ibnu al-Qayyim al-Jauziyah menyatakan bahwa ketentuan-ketentuan ajaran dan hukum Islam mewujudkan empat pilar nilai: keadilan, kearifan, kasih sayang, dan kemaslahatan. Gagasan mubadalah meniscayakan kesetaraan dan keadilan dalam berelasi antara laki-laki dan perempuan, mendorong hadirnya kerja sama yang partisipatif, adil, dan memberi manfaat kepada keduanya tanpa diskriminasi, di mana ruang publik tidak hanya diperuntukkan bagi kaum laki-laki, sementara ruang domestik juga tidak hanya dibebankan kepada kaum perempuan saja.

Dalam konteks keluarga Islam prinsip mubadalah mengedepankan hubungan yang setara dan saling mendukung antara suami dan istri dalam mengelola urusan rumah tangga, termasuk dalam hal membesarkan dan mendidik anak. Konsep ini menolak pembagian peran yang kaku berdasarkan gender, sebaliknya menekankan pentingnya kerjasama yang dinamis dan saling melengkapi, di mana kedua pihak dapat menyesuaikan tanggung jawab sesuai dengan kondisi, kemampuan, dan kebutuhan keluarga, demi terciptanya keharmonisan rumah tangga.

Mubadalah faqihuddin abdul kodir dalam fenomena fatherless

Faqihuddin Abdul Kodir memandang mubadalah sebagai kerangka relasi antara laki-laki dan perempuan yang saling melengkapi, mendampingi, dan menguatkan. Dalam konteks fenomena fatherless, mubadalah menawarkan transformasi paradigma dari “ayah tradisional” menuju “ayah mubadalah”.

Paradigma ayah mubadalah menolak peran ayah yang semata-mata pencari nafkah atau pemegang otoritas tunggal. Sebaliknya, ayah diposisikan sebagai mitra sejajar ibu dalam seluruh aspek keluarga: pembagian tanggung jawab domestik, pengasuhan, hingga pengambilan keputusan melalui musyawarah. Dengan demikian, ketentraman dan kebahagiaan keluarga dibangun melalui kemitraan setara, kasih sayang yang nyata, dan saling menghargai, bukan dominasi satu pihak.

Implementasinya terwujud dalam:

1. Kesalingan Finansial-Domestik: Ayah tidak hanya memberi nafkah materi tetapi juga terlibat aktif dalam pengasuhan langsung

2. Komunikasi Emosional: Ayah membiasakan dialog terbuka dan ekspresi kasih sayang verbal-fisik

3. Keteladanan : Ayah menjadi role model dalam ibadah, kerja domestik, dan pengasuhan

Dengan pendekatan ini, ketentraman keluarga (sakinah) tidak lagi bergantung pada hierarki gender, tetapi tumbuh dari pemenuhan hak dan kewajiban yang berimbang, pengakuan terhadap kontribusi masing-masing pihak serta fleksibilitas peran berdasarkan kompetensi dan situasi.

Paradigma mubadalah mengembalikan keluarga sebagai mitra spiritual yang saling menopang demi meraih ridha Allah (QS. At-Tahrim: 6). Dalam kerangka ini, ayah dan ibu berperan bersama sebagai: Murabbi (pembina) Qawwam (penjaga dan pelindung) Rahim (pemberi kasih dan kehangatan) Syuraka’ (rekan yang setara).

DAFTAR PUSTAKA

Kodir, Faqihuddin Abdul. Qiraah Mubadalah. Yogyakarta: IRCiSoD, 2019.

M. Afiqul Adib, Natacia Mujahidah. Konsep Mubadalah Faqihuddin Abdul Kodir dan Formulasinya dalam Pola Pengasuhan Anak, volume 6, number 2, 2021

Wilis Werdiningsih. Penerapan konsep mubadalah dalam pola pengasuhan anak, Ijougs, Volume 1 No. 1 Tahun 2020

Naylul Izzah Walkaromah. Menakar Mubadalah Sebagai Solusi Atas Fenomena Fatherless Di Indonesia, https://mubadalah.id/menakar-mubadalah-sebagai-solusi-atas-fenomena-fatherless-di-indonesia/

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *