Analisis Hukuman Pidana Mati Bagi Tindak Pidana Korupsi di Indonesia Perspektif Teori Maslahat Syekh Izzuddin bin Abdi as-Salam

Kolom Santri702 Dilihat

Analisis  Hukuman Pidana Mati Bagi Tindak Pidana Korupsi di Indonesia Perspektif Teori Maslahat Syekh Izzuddin bin Abdi as-Salam

Oleh : Hafizh Al Mundziry

NIM : 162018104149

A. Pendahuluan

Hukuman ditegakkan atas dasar keadilan dalam upaya mewujudkan kemaslahatan berupa ketertiban umum. Hukuman dilaksanakan untuk Menakut-nakuti publik agar tidak melakukan tindakan yang serupa, sekaligus sebagai balasan atas perbuatan yang telah dilakukan.

Tetapi, terkadang tanpa disadari hukuman yang yang diberikan tidak sesuai dengan dengan perbuatan yang telah dilakukan. Sehingga terjadi mafsadah atau kerugian yang besar tanpa disadari. Contohnya adalah hukuman mati.

Hukuman Mati merupakan suatu upaya menghilangkan nyawa manusia dikarenakan melanggar suatu aturan atau ketentuan yang telah ditetapkan. Akan tetapi hukuman mati tidak boleh dilaksanakan pada sembarangan kasus kejahatan. Hal ini, dikarenakan nyawa manusia yang menjadi taruhan didalamnya. Nyawa seorang manusia yang tidak ternilai harganya tidak bisa dibandingkan dengan dengan sesuatu yang bersifat materiil, terlepas dari berapapun jumlahnya.

Hukuman Mati Bagi Koruptor merupakan hukum yang berlaku di Indonesia. Didalam pelaksanaannya terdapat pro dan kontra antara golongan yang menyetujui dan tidak menyetujui penerapan hukuman mati dengan berbagai argumen yang dimiliki.

Dengan menggunakan teori timbangan maslahat  akan dapat ditemukan kejelasan terkait perbedaan dan kemaslahatan dari penerapan hukuman mati dan ketiadaan penerapan hukuman mati bagi koruptor.

 

B. Pembahasan

  1. Pengertian Hukuman Mati

a. Hukuman

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) hukuman memiliki arti siksaan dan sebagainya yang dikenakan kepada orang yang melanggar undang-undang dan sebagainya. Atau bisa juga kita pahami sebagai suatu konsekuensi dari melanggar suatu aturan atau ketentuan yang telah ditetapkan.

b. Mati

Masih merujuk kepada KBBI, mati memiliki arti hilangnya nyawa/kehidupan atau tidak hidup.

Berdasarkan penjelasan diatas dapat kita simpulkan bahwa secara bahasa hukuman mati merupakan suatu upaya menghilangkan nyawa sebagai konsekuensi dari melanggar suatu aturan atau ketentuan yang telah ditetapkan.

  1. Teori Maslahat Syekh Izzuddin bin Abdi as-Salam

Syekh Izzuddin menerangkan didalam kitabnya yang berjudul “Qawa’id al-ahkam fi ishlahi al-anam” bahwasannya kemaslahatan itu harus diambil, dan kemudharatan itu harus dihindari. Sehingga ketika memungkinkan untuk merealisasikan keduanya, maka haruslah untuk merealisasikan keduanya. Dan apabila tidak memungkinkan maka menghindari mafsadah lebih didahulukan ketimbang mengupayakan kemaslahatan. Akan tetapi adakalanya mengupayakan maslahat lebih didahulukan daripada menghindari mafsadah, hal ini dikarenakan perbedaan kualitas diantara keduanya yang akan disebutkan nanti.

Lalu syekh Izzuddin menjelaskan juga bahwasannya didalam diri manusia telah ditanamkan watak atau kecenderungan untuk mendahulukan sesuatu yang paling maslahat diantara beberapa maslahat yang ada, dan menghindari sesuatu yang paling mafsadah diantara beberapa mafsadah yang ada. Sehingga tidaklah ada orang yang mengupayakan/menghindari suatu maslahat/mafsadah dan mengabaikan sesuatu yang maslahat/mafsadahnya lebih besar kecuali orang-orang yang tidak mengetahui keutamaan dan perbedaan diantara kualitas maslahat dan mafsadah yang ada. Perbedaan kualitas tersebut meliputi beberapa aspek, diantaranya adalah :

  1. Aspek cakupan

Aspek ini merupakan aspek yang memandang dari segi apakah suatu perkara ini memiliki dampak secara luas menyeluruh atau hanya perkara yang berdampak parsial. Sehingga kualitas suatu maslahat/mafsadah pada aspek ini terdapat 2 tingkatan :

a. Menyeluruh (global) (عام)

b. Sebagian (parsial) (خاص)

 

2. Aspek waktu

Yakni, aspek dari segi terjadinya dampak. Apakah suatu perkara tersebut dampaknya terjadi segera atau akan terjadi dalam suatu jangka waktu?. Pada aspek ini ada 2 tingkatan yakni :

a. Bersifat segera (عاجلة)

b. Bersifat nanti atau akan terjadi dalam suatu jangka waktu (آجلة)

3. Aspek esensial

yang dimaksud aspek essensial di sini adalah apakah suatu perkara tersebut merupakan inti yang diersamai kemaslahatan/kemudharatan, atau merupakan perantara yang menjadi batu loncatan menuju suatu kemaslahatan/kemudharatan?

Pada aspek ini ada 2 tingkatan yakni :

a. Bersifat inti/esensial (مقصودة)

b. Bersifat perantara (وسيلة)

4. Aspek keakuratan

Aspek ini meninjau dari segi keakuratan suatu maslahat/mafsadah, apakah ia merupakan sesuatu yang bersifat terverifikasi eksistensinya, atau hanya merupakan sebuah pengandaian yang persentase kewujudannya rendah. Pada aspek ini ada 2 tingkatan :

a. Bersifat terverifikasi eksistensinya (محققة)

b. Bersifat pengandaian dengan persentase kemungkinan kewujudannya yang rendah (متوهة)

 

Di akhirkan   Di dahulukan
Mengupayakan maslahat  

 

 

VS

 

 

Menghindari mafsadah
Sifat Sifat
Pengandaian Terverifikasi
Nanti Segera
Parsial Global
Perantara Esensial

 

Lalu, pada umumnya suatu perkara tidak luput dari memiliki 2 sisi, yakni sisi maslahat dan sisi mafsadah. Dapat kita katakan bahwa “dibalik maslahat ada mafsadah, dan begitu juga sebaliknya” sehingga, sangat jarang sekali suatu perkara hanya memiliki sisi maslahat saja atau mafsadah saja secara murni. Setelah mengetahui bahwa pada umumnya suatu perkara memiliki 2 sisi berupa maslahat, dan mafsadah di sisi satunya maka, pada realitanya akan jarang ditemukan pertentangan antara maslahat dan mafsadah, akan tetapi pertentangan antara mafsadah vs mafsadahlah yang sering dijumpai. Dan perbedaan kualitas diantara keduanyalah yang akan menentukan keunggulan diantara keduanya, sehingga dapat diketahui manakah yang harus dipilih untuk ditinggalkan.

 

Contoh : Dikarenakan menghindari mafsadah lebih diutamakan ketimbang mengupayakan maslahat sebagaimana penjelasan di atas. Maka ketika dihadapkan dengan 2 pilihan antara melakukan tindakan A yang memiliki suatu kemaslahatan dan meninggalkan A yang memiliki suatu mafsadah maka, jika kita menggunakan kaidah “bahwasannya menghindari mafsadah lebih diutamakan daripada mengupayakan maslahat” maka, otomatis kita akan memilih untuk melakukan tindakan A karena dengannya kita dapat menghindari mafsadah sekaligus mengupayakan maslahat. Akan tetapi, ada hal yang terlupakan di dalam keputusan tersebut, yakni bahwa umumnya setiap perkara  yang memiliki kemaslahatan juga disertai mafsadah, dan begitu juga sebaliknya dimana ada mafsadah disitu ada maslahat. Berdasarkan pemaparan barusan, kita mengetahui bahwa melakukan A terdapat mafsadah & maslahat begitu juga dengan meninggalkan melakukan A, ia juga memiliki mafsadah & maslahat.

 

 

 

Melakukan A  

 

Vs

Meninggalkan A
Mafsadah Mafsadah
Maslahat Maslahat

 

Sehingga yang di pertentangankan atau di adu bukanlah maslahat vs mafsadah, tapi melainkan kualitas antara mafsadah melakukan A dan mafsadah meninggalkan A. Sedangkan maslahat yang ada pada keduanya diabaikan berdasarkan pada kaidah “untuk mendahulukan meninggalkan mafsadah”.

 

  1. Hukuman Mati Bagi Koruptor perspektif Teori Maslahat

 

Koruptor merupakan panggilan bagi seseorang yang melakukan korupsi. Secara umum korupsi dipahami oleh banyak orang sebagai suatu tindakan menyelewengkan dana untuk keuntungan pribadi atau suatu golongan. Sedangkan korupsi di dalam undang-undang dijelaskan sebagai “Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara”.

 

Korupsi merupakan kejahatan yang telah ada sejak lama dan terjadi di Indonesia. Korupsi merupakan salah satu tindak pidana berat dikarenakan kerugian yang ditimbulkan besar dan mencakup banyak orang, di Indonesia sendiri pelaku tindak pidana ini diancam dengan 3 jenis pidana, yakni pidana denda, kurungan penjara, dan  pidana mati. Akan tetapi  hukuman pidana mati bagi koruptor hanya dijatuhkan pada kasus-kasus yang memenuhi syarat yang telah ditentukan oleh hukum. Sehingga tidak semua kasus korupsi pelakunya akan dijatuhi hukuman pidana mati. Diantara syarat tersebut ialah :

  • Korupsi 100 miliar atau lebih
  • Dilakukan pada saat keadaan darurat yang ditetapkan undang-undang seperti krisis ekonomis & moneter, bencana alam nasional dan beberapa keadaan lainnya. Atau pengulangan tindakan korupsi.
  • Dan beberapa syarat lainnya.

 

Berdasarkan pemaparan diatas, dapat disimpulkan bahwa hukuman mati tidak laksanakan tanpa prosedur dan beberapa aturan yang telah ditetapkan undang-undang.

 

Akan tetapi, ada pro dan kontra antara sebagian orang yang tidak setuju akan penerapan hukuman mati dan yang setuju berdasarkan argumen argumen yang mereka miliki. Diantaranya adalah dikarenakan hukuman mati bertentangan dengan Salah satu Hak Asasi Manusia yakni hak hidup. Hal ini ada benarnya, dikarenakan hukuman mati merupakan tindakan menghilangkan nyawa manusia. Akan tetapi, ada hal hal selain kaidah “hak hidup” yang perlu diperhatikan di dalam kasus ini.

 

  1. Tindakan menghilangkan nyawa manusia pada kasus ini bukanlah tindakan yang tanpa dasar, melainkan upaya untuk mewujudkan kemaslahatan berupa keadilan dan ketertiban masyarakat yang telah ditetapkan secara sah.
  2. Mafsadah yang ada pada hukuman mati adalah suatu kelaziman atau keharusan didalam mencapai kemaslahatan, karena memang tidak ada kemaslahatan yang tidak disertai dengan mafsadah.

 

Tidak boleh dipungkiri bahwa pelaksanaan hukuman mati pada kasus korupsi memiliki mafsadah berupa menghilangkan nyawa seseorang akan tetapi, tidak boleh juga memungkiri maslahatnya berupa kemungkinan tidak dilakukannya korupsi yang dapat dihasilkan dari pelaksanaan hukuman mati tersebut sebagai bukti ancaman dan juga peringatan. Dan begitu juga sebaliknya, tidak boleh dipungkiri mafsadah dari meninggalkan hukuman mati berupa kemungkinan diremehkannya kasus korupsi, dan maslahatnya berupa menjaga dan menghargai nyawa manusia.

 

Untuk menemukan kemaslahatannya maka diperlukannya timbangan untuk mengetahui bobot diantara 2 kebingungan yang ada. Agar dapat diketahui kemaslahatan atau mafsadah yang harus diupayakan atau dihindari.

 

 

Hukuman mati bagi koruptor  

 

 

Vs

Tidak hukuman mati bagi koruptor
Mafsadah hilang nyawa Mafsadah diremehkannya kasus korupsi
Maslahat kemungkinan tiadanya korupsi Maslahat menjaga & menghargai nyawa manusia

 

 

 

Sifat

 

Mafsadah hilang nyawa

Mafsadah diremehkannya kasus korupsi
Terverifikasi ✔️
Segera ✔️
Global ✔️
Esensial ✔️

 

Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa dari segi kualitas, mafsadah yang terdapat pada menghukum mati koruptor lebih unggul untuk dihindari dari pada mafsadah yang terdapat pada meniadakan hukuman mati bagi koruptor. Sehingga, berdasarkan pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa hukuman mati bagi koruptor memiliki mafsadah yang besar sehingga menjadikannya lebih utama untuk dihindari. Hal ini juga sesuai, dikarenakan nyawa seorang manusia itu mahal harganya. Sehinngga dirasa tidak setimpal untuk menjadikan nyawa seorang manusia sebagai ganti untuk membayar kerugian dari sesuatu yang bersifat materiil, terlepas dari berapapun jumlahnya.

 

Akan tetapi, bukan berarti bahwa pelaku tindak pidana korupsi tidak diberikan hukuman. Ia tetap diberikan hukuman yang sesuai dengan kerugian yang diperbuatnya berupa mengambil hak rakyat dan pengkhianatan terhadap amanah yang yang diterima.

 

C. Kesimpulan

Hukuman mati merupakan suatu upaya menghilangkan nyawa sebagai konsekuensi dari melanggar suatu aturan atau ketentuan yang telah ditetapkan. Akan tetapi, karena nyawa manusia dengan harga yang tak ternilai menjadi taruhannya, maka hukuman sejenis ini tidak boleh di gunakan pada sembarangan kasus kejahatan. Karena jika tidak, secara tidak sadar terjadi mafsadah yang besar. Salah satu contohnya adalah kasus hukuman mati bagi koruptor seperti yang telah dipaparkan pada bagian pembahasan. Nyawa seorang manusia tidak dapat dibandingkan dengan sesuatu yang bersifat materiil, terlepas dari banyaknya jumlahnya.

 

Akan tetapi, hal ini bukan berarti bahwa pelaku tindak pidana korupsi tidak diberikan hukuman. Karena kejahatan tetaplah kejahatan. Oleh karena itu, pelaku tindak pidana korupsi tetap diberikan hukuman yang sesuai dan setimpal dengan akibat perbuatannya.

D. Daftar Pustaka

“hukuman”. KBBI Daring, 2016. Web. 25 Feb 2023.

“mati”. KBBI Daring, 2016. Web. 25 Sep 2023.

Government of Indonesia. Undang undang Negara Kesatuan Republik Indonesia no 1 tahun 2023 Tentang Kitab Undang Undang Hukum Pidana. Tambahan lembaran negara RI No. 6842. Sekretariat Negara. Jakarta.

Government of Indonesia. Undang-undang Negara Kesatuan Republik Indonesia no 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Tambahan lembaran negara RI No.3874. Sekretariat Negara. Jakarta.

Government of Indonesia. Undang-undang Negara Kesatuan Republik Indonesia no 1 tahun 1946 Tentang Peraturan Hukum Pidana. Sekretariat Negara. Jakarta.

Purwoleksono, Didik E. 2014. Hukum Pidana. Surabaya : Airlangga University Press.

Arba’i, Yon A. 2012. Aku Menolak Hukuman Mati : Telaah Atas Penerapan Pidana Mati. Bogor : Grafika Mardi Yuana.

Ibnu Abdissalam, Abdul Aziz. Qawa’id Al-Ahkam Fi Ishlahi Al-Anam. Tanpa Kota Penerbit: Tanpa Penerbit, 2014.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *