Bagaimana Hukum Shalat Jenazah Pada Mayyit Yang Selama Hidupnya Tidak Pernah Taat?
Deskripsi Masalah
Jika ada orang muslim yang meninggal dunia, maka wajib dilakukan pemulasaraan jenazah yang meliputi memandikan, mengkafani, menshalati dan menguburkan. Namun muncul persoalan apabila mayit ternyata seorang yang tidak taat, salah satu indikasinya adalah selama hidupnya tidak pernah melakukan shalat, mabuk mabukan, menipu, dusta, mencuri, judi sudah menjadi kebiasaannya. Sehingga sebagian kaum muslim ada yang tidak mau melakukan shalat jenazah dengan beralasan si mayit semasa hidupnya bukan orang Islam yang taat dan sering merugikan orang lain. (LBM).
Pertanyaan:
Bagaimana hukum shalat jenazah pada mayyit yang selama hidupnya tidak pernah taat sebagaimana deskripsi di atas?
Jawaban:
Tetap fardlu kifayah bagi umat Islam untuk menshalati mayyit tersebut
Nihayah al-Muhtaj juz 3, hal. 28.
وقاتل نفسه) حكمه (كغيره في) وجوب (الغسل) له (والصلاة) عليه لخبر «الصلاة واجبة على كل مسلم برا كان أو فاجرا وإن عمل الكبائر» ، وهو وإن كان منقطعا لكنه مرسل، وهو حجة إذا اعتضد بأمور منها قول أكثر أهل العلم، وقد وجد هنا وما في مسلم من «أنه – صلى الله عليه وسلم – امتنع من الصلاة على رجل قتل نفسه» محمول على الزجر عن فعل مثله، بل قال ابن حبان في صحيحه إنه منسوخ
Artinya: “Orang yang bunuh diri itu hukumnya seperti dibunuh orang lain dalam hal wajibnya dimandikan dan dishalati, karena terdapat hadits yang berbunyi; mensholati jenazah itu hukumnya wajib bagi setiap muslim, baik mayyitnya itu orang shaleh ataukah tidak bermoral, meskipun ia melakukan dosa besar. Hadits ini walaupun munqothi’ akan tetapi kedudukannya adalah mursal. Dan hadits ini adalah bisa dijadikan hujjah jika didukung oleh ucapan sebagian besar ahli ilmu. dan telah ditemukan di sini dan apa yang ada dalam shahih Muslim “bahwa Nabi Saw mencegah diri dari melakukan shalat untuk orang yang bunuh diri.”Hadits ini diarahkan kepada larangan untuk melakukan perbuatan yang semisalnya, akan tetapi Ibnu Hibban dalam kitab shahihnya mengatakan bahwa hadits tersebut telah di Nasakh”.
Al-Fiqhu al-Islami wa Adillatuhu, Maktabah Syamilah, hal. 1527.
أن يكون الميت مسلماً: ولو بطريق التبعية لأحد أبويه، أو للدار، فلا يصلى على كافر أصلاً لقوله تعالى: {ولا تصل على أحد منهم مات أبداً} [التوبة:٩/ ٨٤]، ويصلى على سائر المسلمين من أهل الكبائر والمرجوم في الزنا وغيرهم.
Artinya: “Salah satu syarat diwajibkannya mensholati mayyit ialah: mayyit tersebut muslim, meskipun muslimnya dengan jalur mengikuti/tunduk kepada salah satu dari kedua orang tuanya, atau kepada negaranya (darul Islam/darul kuffar). Dengan demikian mayyit kafir tidak boleh disholati sama sekali berdasarkan firman Allah Swt (Dan janganlah kamu sekali-kali mensholati seorang (munafiq) yang mati diantara mereka, karena mereka telah mengufuri Allah Swt dan Rusulnya Saw). Dan wajib disholati pula orang-orang muslim yang ahli melakukan dosa besar, orang yang dirajam sebab zina dan selainnya”.
Bidayah al-Mujtahid, Dar al-Kotob al-Islamiyyah, juz 1, hal. 234.
[الْفَصْلُ الثَّانِي فِيمَنْ يُصَلَّى عَلَيْهِ وَمَنْ أَوْلَى بِالتَّقْدِيمِ]
وَأَجْمَعَ أَكْثَرُ أَهْلِ الْعِلْمِ عَلَى إِجَازَةِ الصَّلَاةِ عَلَى كُلِّ مَنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَفِي ذَلِكَ أَثَرٌ أَنَّهُ قَالَ – عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ -: «صَلُّوا عَلَى مَنْ قَالَ: لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ» ، وَسَوَاءٌ كَانَ مِنْ أَهْلِ الْكَبَائِرِ أَمْ مِنْ أَهْلِ الْبِدَعِ، إِلَّا أَنَّ مَالِكًا كَرِهَ لِأَهْلِ الْفَضْلِ الصَّلَاةَ عَلَى أَهْلِ الْبِدَعِ، وَلَمْ يَرَ أَنْ يُصَلِّيَ الْإِمَامُ عَلَى مَنْ قَتَلَهُ حَدًّا.
Artinya: “sebagian besar para ahli ilmu sepakat untuk melaksanakan shalat jenazah bagi orang yang mengucapkan لا إله إلا الله. Kewajiban shalat tersebut atas dasar hadits Nabi Saw bahwasannya beliau bernah berkata: Shalatlah kalian semua kepada orang yang mengucapkan لأ إله إلا الله. Dan semua itu sama saja, apakah dia ahli melakukan dosa besar ataukah ahli bid’ah, hanya saja Imam Malik membenci orang yang mempunyai kedudukan utama di sisi Allah Saw kok mensholati ahli bid’ah, dan Imam Malik tidak pernah mengetahui/berpendapat Imam/sulthan menshalati jenazah yang terkena hukum pidana mati ditangan Imam tesebut”.
Sumber :
Hasil Musyawarah Usbuiyyah Mahad Aly Maslakul Huda
Rabu, 15 desember 2021