Hukuman mati merupakan pidana pokok terberat yang diancamkan sebagai upaya terakhir untuk mencegah tindak pidana. Sebagian besar publik menganggap hukuman mati sebagai penghukuman paling efektif untuk memberikan efek jera, seperti kasus pembunuhan, narkoba dan terorisme. Namun di sisi lain hukuman mati dianggap sebagai bentuk pelanggaran hak asasi manusia, seperti hak hidup yang dijamin di dalam hukum nasional dan internasional. [1]
Di Indonesia hukuman mati diatur dalam berbagai undang-undang, termasuk Kitab Undang- undang Hukum Pidana (KUHP). Di sini pemerintahan mengatakan dua alasan yang terdapat pada kelompok pro dan kontra terkait dengan kebijakan tentang pidana mati di Indonesia. Kelompok yang pro terhadap pidana mati mengatakan dengan diberlakukannya hukuman mati ini bisa memberikan efek jera kepada pelaku dan memberikan rasa keadilan. Seperti contoh dalam kasus narkoba, hukuman mati terhadap kasus ini dianggap penting karena mengingat dampak buruk narkoba terhadap masyarakat luas. Tetapi apakah hukuman mati ini benar-benar efektif dalam menekan angka kriminalitas?
Sedangkan kelompok yang kontra menginginkan penghapusan terhadap hukuman mati, karena mengacu pada dasar pijakan mereka yang mengatakan bahwa pidana mati bertentangan pada pasal 28 ayat 1 UUD 1945 tentang hak untuk hidup. Berdasarkan faktanya, pidana mati yang diharapkan bagi banyak kalangan masyarakat agar bisa memberikan efek jera yang dilakukan oleh pelaku tidak selalu terbukti. Dari sini ada beberapa negara yang telah menghapus hukuman mati sepenuhnya, seperti di kawasan negara Amerika dan Eropa. Setelah dilakukan penghapusan hukuman mati ini, tingkat kejahatan tidak menunjukkan peningkatan secara drastis. Hal ini menimbulkan pertanyaan, apakah ada acara yang lebih efektif untuk menghukum pelaku kejahatan berat tanpa melanggar hak asasi manusia? [2]
Hak untuk hidup adalah hak fundamental yang tidak dapat dicabut dan merupakan bagian dari hak asasi manusia. Hak hidup ini juga diakui oleh Deklarasi Hak Asasi Manusia (DUHAM) dan berisi berbagai perjanjian internasional lainnya, seperti peraturan dan konvensi internasional tentang hak-hak sipil dan politik. Dalam perjanjian tersebut, hukuman mati diperbolehkan hanya dalam kasus yang sangat berat dan harus melalui proses hukum yang adil dan ketat. Di Indonesia ini sistem peradilan dianggap masih lemah, rentan dan tidak selalu adil. [3]
Dilema antara keefektifan hukuman mati sebagai solusi dan pelanggaran hak asasi manusia yang terus menjadi perdebatan. Sebagian masyarakat mengatakan bahwa hukuman mati itu sebagai upaya menjerakan pelaku agar tidak melakukan perbuatannya. Akan tetapi pandangan ini sering bertentangan dengan moral nilai-nilai kemanusiaan dan melanggar hak asasi manusia. [4]
Sebagai penutup, apakah hukuman mati adalah solusi atau pelanggaran hak asasi manusia bukanlah pertanyaan yang mudah dijawab. Maka perlu dikaji secara mendalam terlebih dahulu dalam segi peradilan dan bisa juga penerapan hukuman mati ini sudah memenuhi aspek legalitas, yaitu penerapan hukuman mati ini sudah diatur berdasarkan undang-undang atau sudah mendapat persetujuan wakil rakyat. Semisal di Indonesia bisa menggunakan alternatif lain dalam memberikan hukum yang lebih adil, manusiawi dan sesuai dengan prinsip keamanan. [5]
[1]https://www.hukumonline.com/klinik/a/tata-cara-pelaksanaan-pidana-mati-di-indonesia-cl441/
[2]https://jurnalmiqotojs.uinsu.ac.id/index.php/jurnalmiqot/article/view/121
[4]https://policycommons.net/artifacts/1346182/dilema-hukuman-mati-death-penalty-dilemma/1958329/
Siti Khaerun Nisa, Santri Semester 6