Keluarga Berencana Perspektif Maqashid Syariah

Kolom Santri741 Dilihat

Keluarga Berencana (KB) merupakan istilah resmi yang digunakan oleh lembaga-lembaga pemerintah di negara kita seperti Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Istilah KB ini memiliki makna yang sejalan dengan istilah yang sering digunakan di tingkat internasional, yakni family planning atau planned parenthood, seperti organisasi International Planned Parenthood Federation (IPPF), yang merupakan sebuah lembaga KB internasional dengan markas besar di London.

Keluarga Berencana juga sepadan dengan istilah dalam bahasa Arab yaitu    تنظيم النسل yang berarti pengelolaan kelahiran atau keturunan, dan bukan تحديد النسل atau Birth Control dalam bahasa Inggris yang berarti pembatasan kelahiran.

Keluarga Berencana/ Family Planning atau Planned Parenthood berarti pasangan suami-istri memiliki rencana yang jelas mengenai kapan mereka menginginkan anak-anak mereka lahir, agar setiap anak disambut dengan kebahagiaan dan rasa syukur. Selain itu, pasangan tersebut juga merencanakan jumlah anak yang diinginkan, yang disesuaikan dengan kemampuan pribadi serta kondisi masyarakat dan negara. Dengan demikian, Keluarga Berencana/Family Planning atau Planned Parenthood lebih menekankan pada perencanaan, pengaturan, dan tanggung jawab orang tua terhadap anggota keluarga mereka. Hal ini berbeda dengan pengertian birth control yang mengacu pada pembatasan atau peniadaan kelahiran. Istilah birth control seringkali memiliki konotasi negatif, karena bisa mencakup kontrasepsi, sterilisasi, aborsi, dan penundaan pernikahan hingga usia lanjut. (1)

Sekitar 20% kehamilan di Indonesia terjadi tanpa perencanaan, yang mana mencerminkan kurangnya pemahaman dan akses terhadap informasi kontrasepsi. Berbeda dengan program kehamilan (promil), kehamilan yang tidak diinginkan bisa dialami oleh perempuan yang belum atau sudah memiliki anak, namun sedang tidak merencanakan kehamilan, termasuk jika jarak antara anak terlalu dekat. Kondisi ini berpotensi menimbulkan berbagai masalah kesehatan, seperti kelahiran prematur, berat badan bayi yang rendah, hingga kelainan bawaan. Sementara itu, ibu hamil juga berisiko mengalami depresi maupun komplikasi saat persalinan. WHO menegaskan bahwa kontrasepsi dapat membantu mencegah risiko kesehatan jangka panjang akibat kehamilan, sehingga penting bagi pasangan untuk memahami manfaat keluarga berencana dan merencanakan kehamilan dengan bijak. (2)

Manfaat program keluarga berencana (KB) tidak hanya berdampak positif bagi keluarga, tetapi juga memberikan keuntungan bagi masyarakat secara keseluruhan. Dengan mengatur jumlah kelahiran, laju pertumbuhan penduduk dapat dikendalikan, sehingga berbagai persoalan sosial dan ekonomi bisa ditekan. Masalah seperti kemiskinan, pengangguran, serta keterbatasan sumber daya dapat dikurangi. Masyarakat yang terkelola dengan baik cenderung memiliki taraf hidup yang lebih baik dan lingkungan yang lebih makmur. (3)

Para ulama yang membolehkan program Keluarga Berencana (KB) sepakat bahwa KB yang sesuai dengan syariat adalah upaya untuk mengatur atau menjarangkan kelahiran, atau menunda kehamilan untuk sementara waktu dengan berdasarkan kesepakatan antara suami dan istri, karena kondisi dan situasi tertentu demi kemaslahatan keluarga. Oleh karena itu, KB dalam konteks ini dipahami sebagai tanzhîm an-nasl (pengaturan keturunan). Selama tujuan KB adalah pengaturan keturunan dan bukan tahdîd al-nasl (pembatasan keturunan) dalam bentuk sterilisasi permanen (ta’qîm) atau tindakan aborsi (isqâth al-haml wa al-ijhâdh), maka praktik tersebut tidak termasuk hal yang dilarang dalam Islam. (4)

KB bertujuan untuk mengatur jarak antara kehamilan atau menentukan waktu kelahiran demi kesejahteraan keluarga serta mencegah resiko bagi salah satu pasangan jika suami atau istri mengalami penyakit serius yang dapat diwariskan kepada anak-anak mereka. Oleh karena itu, penggunaan KB akan mendukung terwujudnya keluarga yang harmonis dan makmur, yang sering disebut sebagai keluarga sakinah. (5)

Banyak sekali alasan yang mendukung pelaksanaan program Keluarga Berencana, diantaranya adalah:

  1. Kekhawatiran mengenai keselamatan atau kesehatan sang ibu jika mengalami kehamilan atau persalinan, setelah menjalani pemeriksaan dan konsultasi dengan dokter yang terpercaya.
  2. Rasa cemas akan munculnya bahaya dalam kehidupan yang terkadang dapat mengganggu aktivitas ibadah, yang berpotensi mendorong orang untuk menerima barang yang tidak halal dan melakukan hal-hal yang terlarang, semata-mata demi kebutuhan anak-anak mereka.
  3. Dengan memiliki banyak anak, orang tua tentu akan memerlukan lebih banyak waktu untuk merawat anak-anaknya. Selain itu, secara finansial, mereka juga harus menyiapkan lebih banyak dana baik untuk kebutuhan sehari-hari maupun untuk layanan kesehatan. Jika kedua kebutuhan ini tidak bisa terpenuhi, hal ini tentu akan menimbulkan masalah baik bagi anak-anak maupun untuk orang tua mereka.
  4. Kekhawatiran mengenai kondisi ibu yang sedang menyusui jika hamil lagi dan melahirkan anak baru, karena kehamilan selanjutnya dapat mempengaruhi kualitas ASI. (6)

Dengan demikian, Islam mengakui pentingnya menjaga kesehatan keluarga, baik secara fisik maupun mental. Dalam perspektif syariat, menjaga kesehatan merupakan bagian dari maqashid al-syariah (tujuan-tujuan syariah) yang harus dijaga. Prinsip-prinsip maqashid syariah mencakup lima hal pokok, yaitu menjaga agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Dalam kaitannya dengan program keluarga berencana, kelima tujuan ini saling mendukung demi terwujudnya kesejahteraan keluarga. Penggunaan alat kontrasepsi yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam dapat membantu menjaga jiwa dengan melindungi kesehatan ibu dan anak, menjaga akal dengan mengurangi tekanan psikologis orang tua, serta menjaga keturunan dengan memastikan anak lahir dalam kondisi yang layak dan sehat. Di sisi lain, keluarga berencana juga berperan dalam menjaga harta karena memungkinkan perencanaan keuangan yang lebih matang dan membantu mencegah kemiskinan.

Secara keseluruhan, penerapan prinsip-prinsip ini mendukung terciptanya kehidupan keluarga yang harmonis, baik secara fisik, mental, ekonomi, maupun sosial, sejalan dengan nilai-nilai Islam. Salah satu ayat Al-Qur’an yang sering dikaitkan dengan keluarga berencana adalah Q.S. An-Nisa’ ayat 9.

وَلْيَخْشَ الَّذِيْنَ لَوْ تَرَكُوْا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعٰفًا خَافُوْا عَلَيْهِمْۖ فَلْيَتَّقُوا اللّٰهَ وَلْيَقُوْلُوْا قَوْلًا سَدِيْدًا

 Inti dari ayat ini menekankan pentingnya menjaga hak anak-anak, termasuk anak yatim, serta tanggung jawab dalam merawat keturunan. Hal ini berkaitan erat dengan konsep KB, yang berfungsi untuk mengatur jumlah anak agar dapat diasuh dan dipelihara dengan baik, menghindari kesulitan ekonomi, serta memastikan kehidupan keluarga yang sejahtera. Oleh karena itu, keluarga berencana merupakan salah satu cara yang diperbolehkan dalam Islam untuk menjaga amanah Allah dalam mengasuh keturunan dan menghindari kondisi yang dapat merugikan masa depan anak-anak. (7)

Referensi:

(1) Abror Sodik, Fikih Keluarga Muslim (Yogyakarta: Aswaja Pressindo, 2015), 75-76.

(2)https://hellosehat.com/seks/kontrasepsi/program-keluarga-berencana-kb/ diakses pada 20 Mei 2025 pukul 18.45 WIB.

(3)https://kuripankidul.desa.id/memahami-manfaat-kb-kunci-keharmonisan-keluarga-dan-kesejahteraan-masyarakat/  diakses pada 20 Mei 2025 pukul 18.52 WIB.

 (4) Cholil Nafis, Fikih Keluarga (Jakarta Selatan: Mitra Abadi Press, 2009), 73.

(5) Yunika Isma Setyaningsih, Malik Ibrahim, “KELUARGA BERENCANA DALAM RANGKA MEWUJUDKAN KELUARGA SAKINAH”, Al-Ahwal, Vol. 4. No. 2 (2012), 118.

(6) Cholil Nafis, Fikih Keluarga (Jakarta Selatan: Mitra Abadi Press, 2009), 76-77.

(7) M. Yusran. S, Astri Aulia, Mutiara Ivonni Rahmadani, Kurniati, “Keluarga Berencana dalam Hukum Islam(Analisis Maqashid Al-Syari’ahmengenai Dampak Kesehatan, Ekonomi dan Sosial)”, AL-FIQH: Journal of Islamic Studies, Vol. 3. No. 1 (2025), 28.

Daniya Daris Diniyati, Santri Aktif Semester 5.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *