Peran Fikih Ekologi dalam Mengatasi Krisis Lingkungan

Artikel100 Dilihat

 

Krisis lingkungan semakin mendesak dan membawa dampak serius pada kehidupan manusia serta ekosistem di bumi. Masalah-masalah seperti emisi gas rumah kaca, penebangan hutan, pencemaran air dan udara, serta hilangnya keanekaragaman hayati menjadi bukti nyata kerusakan lingkungan. Menurut Siaran Pers Nomor: SP. 150/HUMAS/PPIP/HMS.3/7/2024 Krisis lingkungan, yang dikenal sebagai triple planetary crisis, merupakan masalah global yang membutuhkan kerja sama seluruh aktor baik negara, organisasi internasional, perguruan tinggi, pelaku usaha hingga masyarakat. Oleh karena itu, Indonesia turut berupaya melakukan pelestarian lingkungan berkelanjutan.(1) Situasi ini menunjukkan perlunya bagi kita untuk selalu mengevaluasi agar hal tersebut dapat menjadi catatan penting bagi penghuni bumi.

Pandangan islam menegaskan bahwa manusia memiliki tanggung jawab besar terhadap lingkungan. Menurut Mbah Sahal, manusia diciptakan sebagai hamba Allah dengan tugas utama beribadah kepada-Nya (ibadatullah). Selain sebagai hamba, manusia juga diberi amanah sebagai khalifah, wakil Allah di bumi, dengan tugas utama mengelola dan memelihara bumi. Dalam Al-Qur’an, tugas ini disebut sebagai imaratulardhi, yang berarti merawat dan memelihara bumi dengan penuh tanggung jawab.(2) Namun, pembangunan yang tidak diimbangi dengan pemeliharaan lingkungan hanya akan membawa kerusakan dan kehancuran bagi alam sebagai tempat hidup manusia dan makhluk lainnya.

Untuk menjaga kelestarian lingkungan di tengah keinginan manusia untuk menguasainya sesuka hatinya, maka perlu diberikan pendidikan tentang alam dan lingkungan. Mbah Sahal mengingatkan adanya pembinaan dan pelestarian lingkungan sangat penting untuk kesejahteraan hidup, baik di dunia maupun di akhirat. Semua aspek kehidupan, seperti air, hewan, tumbuhan, dan benda-benda lainnya, merupakan unsur pendukung yang tidak dapat dipisahkan. Keseimbangan dan keharmonisan antara semua unsur ini sangat dipengaruhi dan mempengaruhi sikap manusia, yang seharusnya berorientasi pada kebaikan dan kemanfaatan bagi semua makhluk.(3)

Lingkungan sebagai lahan ibadah seringkali terabaikan oleh umat islam. Oleh karena itu, muncul konsep fikih ekologi atau yang dikenal sebagai fiqh al-bi’ah, yang merupakan terobosan baru dalam merespons masalah kelestarian alam dan hukum lingkungan. Fikih dan Al-Qur’an tidak hanya menyampaikan prinsip-prinsip konservasi dan restorasi lingkungan, tetapi juga memberikan dasar hukum yang jelas untuk memelihara alam. Fikih ekologi dalam Islam berarti fikih yang menjadikan lingkungan sebagai objek material kajiannya, dengan perumusannya berdasarkan ajaran dan nilai-nilai Islam. (4)

Fiqh al-bi’ah adalah bagian dari fikih modern yang fokus pada isu-isu lingkungan dengan pendekatan yang lebih praktis. Melalui fiqh ini, aturan-aturan dan hukum tentang pelestarian lingkungan bisa ditetapkan sesuai dengan tantangan zaman. Jadi, fiqh al-bi’ah bisa dianggap sebagai panduan dalam Islam yang membantu kita memahami betapa pentingnya menjaga alam sebagai tempat tinggal bagi manusia dan makhluk lainnya. (5)

Menurut Yusuf Qardhawi, menjaga kelestarian lingkungan adalah kewajiban. Tindakan merusak alam setara dengan mengancam jiwa, akal, harta, nasab dan agama. (6) Konsep fikih ekologi sebenarnya mengajak kita untuk kembali menjaga dan merawat lingkungan sebagai karunia dari Sang Pencipta. Manusia, sebagai khalifah di bumi, diberikan amanah untuk menjaga dan menjadi rahmat bagi alam ini. Oleh karena itu, menjaga kelestarian alam adalah kewajiban yang tidak bisa diabaikan dan menjadi tanggung jawab manusia. Prinsip maqashid syari’ah yaitu li jalbi al-maslahah wa li daf’i al-mafasid untuk mendatangkan manfaat dan menghindari kerusakan. Ketika alam terjaga, kesehatan dan kesejahteraan manusia juga akan terjamin. (7).

 

(1) https://ppid.menlhk.go.id/berita/siaran-pers/7786/puncak-peringatan-hlh-2024-wapres-ri-ajak-seluruh-elemen-bangsa-perkuat-komitmen-jaga-lingkungan

(2) Sahal Mahfudh, Nuansa Fiqh Sosial, cet. VII, (Yogyakarta: LKiS, 2011) hlm. 64

(3) Ibid hlm. 200

(4) Agus Hermanto, Fikih Ekologi (CV. Literasi Nusantara Abadi) 2021 hlm. 32-33

(5) Muhammad Harfin Zuhdi, Rekonstruksi fiqh al-bì’ah berbasis maslahah:solusi islam terhadap krisis lingkungan Vol. 14, No. 1, Juni 2015

(6) Agus Hermanto, Fikih Ekologi (CV. Literasi Nusantara Abadi) 2021 hlm. 37

(7) Ibid hlm. 41

 

Wilda Nabila, Santri Semester lima

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *