Gangguan kesehatan mental atau depresi merupakan masalah kejiwaan yang rentan terjadi pada remaja. Data prevalensi gangguan kesehatan mental di Indonesia menunjukkan sebanyak 6,1% penduduk Indonesia berusia 15 tahun keatas mengalami gangguan kesehatan mental.[1] Parahnya, beberapa orang yang mengalami gangguan ini mencoba mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri.[2] Gangguan kesehatan mental ini, diantaranya disebabkan oleh ketidakmampuan dalam mengendalikan perilaku dan emosi. Oleh sebab itu, penting mengendalikan perilaku dan emosi dengan cara menenangkan hati.
Ketenangan hati merupakan suatu keadaan dimana hati seseorang merasa tenang, damai, dan tidak ada rasa takut atau cemas. Dengan ketenangan hati, seseorang dapat lebih mudah menghadapi stres dan depresi. Hal ini dapat membantu dalam meningkatkan kesejahteraan mental seseorang. Selain itu, ketenangan hati juga dapat membantu dalam meningkatkan kualitas hidup. Dengan ketenangan hati, seseorang dapat lebih fokus dan produktif dalam melakukan tugas-tugasnya. Ia juga dapat lebih mudah berinteraksi dengan orang lain dan memiliki hubungan yang lebih baik. Hal ini dapat membantu dalam meningkatkan kesejahteraan mental seseorang baik di lingkungan sosial maupun individual.
Ketenangan hati ini sangat penting bahkan konsep ketenangan hati disebutkan dalam Al-Qur`an. Allah Swt. berfirman:
اَلَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡا وَتَطۡمَٮِٕنُّ قُلُوۡبُهُمۡ بِذِكۡرِ اللّٰهِ ؕ اَلَا بِذِكۡرِ اللّٰهِ تَطۡمَٮِٕنُّ الۡقُلُوۡبُ ؕ
Artinya: “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram”. (Surah Ar-Ra`d [13]: 28).
Ketenangan hati menjadi penting sebagai bentuk penjagaan terhadap jiwa. Penjagaan terhadap jiwa menjadi salah satu komponen dalam māqoṣid as-syarī`at (tujuan pensyariatan hukum Islam) yakni ḥifẓ an-nafs.
Ketenangan hati dalam Islam dapat dicapai melalui berbagai cara, salah satunya adalah dengan beribadah mendekatkan diri kepada Allah. Untuk mendekatkan diri kepada Allah, seseorang diharuskan beriman dan bertakwa, berzikir, bertobat, memperdalam ilmu agama serta menolong sesama.[3] Dengan beribadah kepada Allah, seseorang dapat merasa tenang dan damai karena ia telah menyerahkan diri kepada-Nya.
Dari sisi lain, hubungan manusia dengan Allah dalam bentuk ibadah tidak akan mencapai sasarannya jika tidak dengan kebersihan hati dan selalu ingat dengan Sang Penciptanya. Misalnya adalah salat. Salat diperintahkan oleh Allah, karena dapat mencegah manusia dari berbuat tidak baik. Namun, hal ini tidak dapat dicapai oleh manusia jika salat itu tidak dikerjakan dengan penuh keikhlasan dan kekhusyukan.[4]
Kebersihan hati dapat tercapai apabila seseorang dapat menerapkan akhlaq tasawwuf. Fungsi akhlaq tasawwuf secara khusus adalah berkaitan dengan kesehatan mental atau jiwa manusia. Fungsi tersebut diantaranya adalah membersihkan hati dalam berhubungan dengan Allah dan membersihkan jiwa dari pengaruh materi. Dalam akhlaq tasawwuf terdapat beberapa sifat terpuji seperti sabar, ikhlas, dan tawakal.
Sabar adalah suatu sikap menahan emosi dan keinginan, serta bertahan dalam situasi sulit dengan tidak mengeluh. Seseorang yang memiliki sifat sabar dapat mengahadapi segala macam kesulitan dengan tenang. Adapun ikhlas artinya melakukan sesuatu hanya karena Allah. Dengan bersikap ikhlas seseorang dapat merasa tenang karena ia tidak berusaha mencari pujian atau keuntungan di dunia. Sementara tawakal berarti menyerahkan segala sesuatu hanya kepada Allah. Dengan bersikap tawakal seseorang dapat merasa tenang karena ia tidak berusaha mengendalikan segala sesuatu.
Dari penjelasan di atas, konsep ketenangan hati dalam Islam memiliki keterkaitan yang sangat signifikan dengan kesehatan mental. Dengan ketenangan hati, seseorang dapat mengurangi gangguan mental, meningkatkan kualitas hidup, dan mencapai kesejahteraan mental yang lebih baik serta menjadikan hubungan semakin dekat dengan Sang Pencipta. Oleh karena itu, ketenangan hati dalam Islam merupakan suatu hal yang sangat penting dalam kesehatan mental seseorang.
[1] Siti Nadia Tarmizi, “Menjaga Kesehatan Mental Para Penerus Bangsa”, Sehat Negeriku Sehatlah Bangsa, https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/rilis-media/20231012/3644025/menjaga-kesehatan-mental-para-penerus-bangsa/, diakses pada tanggal 20 Juli 2024 pukul 06.50 WIB.
[2] Mb Dewi Pancawati, “kasus Bunuh Diri, “Alarm” Urgensi Mengatasi Problem Kesehatan Mental”, Kompas.id, https://www.kompas.id/baca/riset/2024/03/14/kasus-bunuh-diri-alarm-urgensi-mengatasi-problem-kesehatan-mental, diakses pada tanggal 20 Juli 2024 pukul 06.15 WIB.
[3] M. Tatam Wijaya, “Khutbah Jumat: 5 Kunci Ketenangan dan Kelapangan Hati”, NU Online, https://islam.nu.or.id/khutbah/khutbah-jumat-5-kunci-ketenangan-dan-kelapangan-hati-02U8a, diakses pada tanggal 18 Juli 2024 pukul 14.20 WIB.
[4] M. Fahli Zatra Hadi, “Tasawuf untuk Kesehatan Mental”, An-Nida`: Jurnal pemikiran Islam, Vol. 40, Januari-Juni, 2015.
Nisroh Saniyah, Santri Semester 5