Peran Keluarga dalam Mencegah Stunting di Indonesia: Ditinjau dari Keluarga Maslahah Kiai Sahal

Kolom Santri67 Dilihat

Stunting adalah  gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak akibat kekurangan gizi dalam jangka panjang. Stunting bisa disebabkan oleh malnutrisi yang dialami ibu saat hamil, atau anak pada masa pertumbuhannya.[1] . Menurut data, prevalensi stunting di Indonesia pada tahun 2021 mencapai 24,4%, menurun menjadi 21,6% pada 2022[2], dan 21,5% pada 2023. Pemerintah Indonesia menargetkan angka stunting dapat turun hingga 14% pada tahun 2024.[3]Meskipun ada penurunan, angka ini masih menunjukkan tantangan besar dalam mencapai kesehatan optimal bagi generasi mendatang.

Dampak stunting dapat dilihat dalam dua aspek, jangka pendek dan jangka panjang. Dalam jangka pendek, stunting meningkatkan potensi anak untuk mengalami sakit dan kematian dini. Selain itu, perkembangan kognitif, motorik, dan verbal anak dapat terganggu, sehingga menghambat kemampuan belajar dan interaksi sosial mereka. Dalam jangka panjang, stunting berdampak pada postur tubuh yang tidak optimal saat dewasa, serta meningkatkan risiko obesitas dan penyakit tidak menular (PTM). Anak yang mengalami stunting juga cenderung memiliki kapasitas kerja yang rendah dan kualitas kesehatan reproduksi yang menurun ketika dewasa.[4]

Menurut Kiai Sahal dalam salah satu makalah beliau yang berjudul keluarga Maslahah dalam Kehidupan Modern yang ditulis pada 30 Mei 1998. ‘keluarga maslahah’ bisa disebut keluarga ideal. Keluarga ideal adalah keluarga yang dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan fisik mendasarnya (biasanya dirumuskan sebagai sandang, pangan, papan) dengan baik, dan masing-masing anggota keluarganya memiliki kualitas yang memadai sebagai bagian dari bangunan masyarakat. Yang terakhir ini menuntut keluarga untuk mengupayakan agar masing-masing anggota mampu memahami dan melaksanakan berbagai aturan dan kesepakatan sosial, menjadi manusia baik-baik yang tidak membebani kehidupan bersama.[5] Negara tidak akan kuat, jika pribadi pribadi yang ada dalam rumah tangga tidak saling menguatkan satu dan lainnya. Demikian pula Islam sebagai agama juga tidak akan kuat, apabila pribadi-pribadi yang terdapat dalam keluarga, tidak mampu menghadirkan kemaslahatan bersama.[6]

Dalam kitab al-Asybah wa al-Nadho’ir, Imam al-Suyuthi menyebutkan kaidah fiqh yang berbunyi الدفع أولى من الرفع(menolak atau mencegah lebih utama daripada mengobati). Kaidah ini memiliki relevansi yang kuat dalam konteks pencegahan stunting. Mencegah lebih baik daripada mengobati, karena pencegahan dapat dilakukan lebih awal melalui pemberian imunisasi yang tepat, pemberian ASI eksklusif, dan pemenuhan gizi sejak usia dini. Tindakan preventif seperti ini terbukti lebih efektif dan lebih mudah dibandingkan dengan mengobati stunting setelah masalah tersebut muncul. Maka dari itu, upaya untuk mencegah stunting harus dilakukan sejak dini dengan memastikan ibu hamil mendapatkan nutrisi yang cukup dan anak-anak menerima makanan bergizi. Selain itu, imunisasi juga merupakan langkah penting dalam meningkatkan daya tahan tubuh anak terhadap berbagai penyakit yang dapat memengaruhi tumbuh kembang mereka.[7]

Jika dipandang melalui perspektif keluarga maslahah, pencegahan stunting bukan hanya tugas pemerintah atau lembaga kesehatan, tetapi juga tanggung jawab keluarga. Keluarga memiliki peran sentral dalam menciptakan kesejahteraan, baik fisik, emosional, maupun sosial. Oleh karena itu, keluarga harus menjadi lini pertama dalam upaya pencegahan stunting dengan berbagai langkah yang bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Antara lain:

  1. Pemenuhan Gizi Seimbang di Keluarga.
    Keluarga harus memastikan bahwa anak-anak mendapatkan makanan yang bergizi dan seimbang, yang mencakup karbohidrat, protein, lemak sehat, serta vitamin dan mineral yang mendukung tumbuh kembang mereka. Orang tua, terutama ibu, perlu memiliki pengetahuan yang baik tentang pentingnya gizi seimbang dan mampu merencanakan pola makan yang sehat untuk anak-anak mereka. Oleh karena itu, pendidikan tentang gizi sangat penting, agar setiap keluarga dapat memastikan pemenuhan gizi yang optimal untuk anak-anak mereka.
  2. Pemberian ASI Eksklusif.
    Untuk mencegah stunting juga mengedepankan pemberian ASI eksklusif selama enam bulan pertama kehidupan anak. ASI adalah sumber gizi terbaik bagi bayi, yang tidak hanya memberikan nutrisi, tetapi juga mengandung antibodi yang penting untuk memperkuat sistem imun bayi. Oleh karena itu, pemerintah perlu mendukung ibu untuk memberikan ASI eksklusif melalui berbagai kebijakan dan fasilitas, serta program edukasi kepada keluarga mengenai pentingnya ASI.
  3. Edukasi Kesehatan bagi Orang Tua.
    Pemerintah dan masyarakat perlu bekerja sama untuk memberikan edukasi yang komprehensif kepada orang tua, terutama ibu, mengenai pentingnya pola hidup sehat, kebersihan lingkungan, dan cara memantau tumbuh kembang anak secara teratur. Keluarga harus dilibatkan dalam setiap langkah pencegahan stunting, karena tanpa pemahaman yang cukup mengenai pentingnya gizi, imunisasi, dan pola hidup sehat, usaha pencegahan stunting tidak akan efektif.
  4. Pemantauan Tumbuh Kembang Anak.
    Penting bagi orang tua untuk memantau tumbuh kembang anak mereka secara rutin, seperti mengukur berat badan, tinggi badan, dan perkembangan motorik. Jika ada tanda-tanda stunting, orang tua harus segera berkonsultasi dengan tenaga kesehatan untuk mendapatkan penanganan yang tepat. Pemantauan yang rutin dan kesadaran orang tua terhadap tumbuh kembang anak dapat mencegah terjadinya stunting sejak dini.

Dalam menghadapi masalah stunting yang masih menjadi tantangan besar bagi Indonesia, peran keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat sangatlah krusial. Dengan mengintegrasikan konsep keluarga maslahah yang digagas oleh Kiai Sahal, keluarga dapat menjadi lini pertama dalam mencegah stunting. Pencegahan yang dilakukan sejak dini, melalui pemenuhan gizi seimbang, pemberian ASI eksklusif, dan pemantauan tumbuh kembang anak, akan menciptakan generasi yang lebih sehat, produktif, dan siap menghadapi tantangan masa depan. Oleh karena itu, kolaborasi antara keluarga, pemerintah, dan masyarakat sangat penting untuk mencapai Indonesia bebas stunting.

[1] https://www.alodokter.com/stunting

[2] https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/rilis-media/20230125/3142280/prevalensi-stunting-di-indonesia-turun-ke-216-dari-244/

[3]https://www.setneg.go.id/baca/index/buka_rakornas_stunting_wapres_ungkap_keberhasilan_pemerintah_turunkan_prevalensi_lima_tahun_terakhir

[4] https://dinkes.semarangkota.go.id/content/post/295

[5] https://www.nu.or.id/lapsus/artikel-kh-sahal-mahfudh-pada-1998-keluarga-maslahah-dalam-kehidupan-modern-aiKAk

[6] https://www.ipmafa.ac.id/keluarga-maslahah/

[7] Makalah kiai sahal ‘’MEMBANGUN RUMAH TANGGA BAHAGIA’’

Humairah Almuyassarah, Santri Semester 6

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *