Ulang tahun adalah sebuah fenomena global yang dirayakan oleh jutaan orang di seluruh dunia sebagai peringatan hari kelahiran seseorang. Dalam kacamata fikih, hukum merayakan ulang tahun masih terdapat perdebatan. Namun, di luar pembahasan halal dan haram ada beberapa hal yang harus diperhatikan bagaimana praktik merayakan ulang tahun agar hari tersebut menjadi hari yang benar-benar spesial.
Tradisi merayakan hari ulang tahun yang biasanya melibatkan potong kue, pemberian hadiah, dan kumpul-kumpul, telah mengakar kuat di berbagai budaya, melintasi batas geografis dan keyakinan. Di Indonesia sendiri, perayaan ulang tahun, baik yang meriah maupun sederhana, sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari siklus kehidupan sosial. Namun, di tengah kebiasaan yang begitu jamak ini, muncul pertanyaan di benak penulis: bagaimana cara yang tepat untuk merayakan hari ulang tahun? Beranjak dari sini penulis berinisiatif untuk menulis bagaimana cara memanfaatkan hari spesial ini dirayakan.
Pembahasan
Ulang tahun atau hari lahir adalah hari kelahiran seseorang, menandai hari dimulainya kehidupan di luar rahim.[1] Di Indonesia, perayaan ulang tahun sering diwarnai dengan tradisi potong tumpeng. Tumpeng, nasi berbentuk kerucut yang dikelilingi lauk-pauk, melambangkan rasa syukur kepada Tuhan. Potongan pertama diberikan kepada orang yang dianggap paling penting, seperti orang tua atau tokoh yang dihormati, sebagai tanda penghormatan. Selain itu, perayaan ulang tahun anak-anak biasanya diiringi acara sederhana dengan kue ulang tahun dan permainan.[2]
Namun dibalik acara simbolis tersebut, sebagai seorang muslim seharusnya bisa menjadikan hari tersebut sebagai waktu berintrospeksi diri dari amalnya selama setahun, apakah lebih atau kurang baik dari tahun sebelumnya? Hal ini disampaikan oleh Syekh Muhammad bin Ahmad bin Umar al-Asha>t}iri di kitabnya Syarh al-Ya>qu>t an-Na>fi>s:
قد يفرح الإنسان ويتذكر ميلاده ، إنما على المسلم أن يجعل ميلاده مناسبة لمحاسبة نفسه ، ويعمل مقارنة بين عام وعام ، هل ازداد وتقدم أم نقص وتأخر ؟ هذا شيء جميل ، ولا يكون ذلك لمجرد التقليد ، ولا للسرف.
والأعياد المجازية والتقليدية كثيرة ، وكل فرد يتمنى أن يعود عليه العيد في خير وعافية ، ولطف وسعادة ، وإلى زيادة ، نسأل الله أن يعيد علينا عوائده الجميلة.[3]
Dari penjelasan tersebut sudah jelas bahwa agar hari ulang tahun tersebut tidak lewat begitu saja hanya dengan mengadakan acara simbolis, sebaiknya orang yang sedang berulang tahun di hari tersebut berintrospeksi diri, apakah ia lebih atau kurang baik dari tahun sebelumnya, kemudian setelah introspeksi diri orang tersebut hendaknya menata ulang niat dan tekatnya untuk satu tahun ke depan, dengan begitu orang tersebut akan mengalami kemajuan.
Penutup
Terlepas dari perdebatan hukum merayakan ulang tahun, esensi penting dari hari tersebut adalah menjadikannya sebagai momentum refleksi dan introspeksi diri. Sebagaimana yang disampaikan oleh Syekh Muhammad bin Ahmad bin Umar al-Asha>t}iri, seorang Muslim seharusnya membandingkan kondisi dirinya dari tahun ke tahun, apakah ada peningkatan dalam kebaikan atau justru kemunduran. Dengan demikian, hari ulang tahun bukan sekadar acara seremonial seperti potong kue atau pemberian hadiah, melainkan kesempatan untuk menata ulang niat dan tekad demi kemajuan diri di masa mendatang. Dengan menjadikan ulang tahun sebagai waktu untuk muhasabah dan syukur, hari spesial ini akan menjadi lebih bermakna dan benar-benar bermanfaat.
[1] Wikipedia. Ulang tahun. https://id.wikipedia.org/wiki/Ulang_tahun. Diakses tanggal 20 Juli 2025.
[2] Agnes Ramadhani. Tradisi Perayaan Ulang Tahun di Berbagai Belahan Dunia. https://rri.co.id/hiburan/1262046/tradisi-perayaan-ulang-tahun-di-berbagai-belahan-dunia. Diakses tanggal 10 Juli 2025.
[3] Muhammad bin Ahmad bin Umar al-Asha>t}iri, Syarh al-Ya>qu>t an-Na>fi>s, Cet. ke-3, (Lebanon: Dar al-Minhaj, 2011), hlm. 175.