Bagaimana Jika yang Salah Tidak Lagi Dianggap Salah?

Artikel195 Dilihat

Belakangan ini dunia maya sedang ramai dengan trend yang muncul dari sebuah drama korea berjudul S-Line. 

Banyak orang Indonesia yang turut meramaikan tren tersebut. Ironisnya, alih-alih membicarakan garis merah di kepala orang lain, justru mereka menampilkan dirinya sendiri ke publik. Tanpa disadari, tindakan ini sama saja dengan membuka aib pribadi. Perilaku semacam ini dalam islam dikenal sebagai mujāharah, yakni sengaja menampakkan maksiat secara terang-terangan.

Dalam sebuah hadits  dari Abu Hurairah, Rasulullah saw. pernah bersabda: 

وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: «كُلُّ أُمَّتِي مُعَافًى إِلَّا الْمُجَاهِرُونَ وَإِنَّ مِنَ الْمَجَانَةِ أَنْ يَعْمَلَ الرَّجُلُ عَمَلًا بِاللَّيْلِ ثُمَّ يُصْبِحَ وَقَدْ سَتَرَهُ اللَّهُ. فَيَقُولَ: يَا فُلَانُ عَمِلْتُ الْبَارِحَةَ كَذَا وَكَذَا وَقَدْ بَاتَ يَسْتُرُهُ رَبُّهُ وَيُصْبِحُ يَكْشِفُ سِتْرَ اللَّهِ عَنْهُ». مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

Artinya: Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah ﷺ bersabda:
“Setiap umatku dimaafkan (diberi ampunan) kecuali orang-orang yang terang-terangan (berdosa). Dan sesungguhnya termasuk perbuatan terang-terangan adalah seseorang melakukan suatu perbuatan (dosa) di malam hari, kemudian ketika pagi hari Allah telah menutupinya (dosa itu), lalu ia berkata: ‘Wahai fulan, tadi malam aku telah berbuat begini dan begini.’ Padahal semalam Tuhannya menutupi dosanya, tetapi di pagi hari ia sendiri membuka tabir Allah yang menutupinya.”
(Muttafaqun ‘alaih)

Namun bagaimana jika orang tersebut hanya sekedar mengikuti tren tanpa bermaksud melakukan mujaharah?

Syaikh ‘Abdullāh ibn Sa’īd al-Laḥjī dalam kitab Muntahā al-Sūl ‘Alā Wasā’il al-Wuṣūl ilā Syamā’il al-Rasūl menjelaskan:

(«اتّقوا مواضع التّهم») ذكره في «كنوز الحقائق» . ورمز له برمز البخاري في «التاريخ» . وقد أرشدنا النبي ﷺ كيف نتقي مواضع التّهم؛ حيث قال لمن أبصره مع زوجته صفيّة: «إنّها أمّكما صفيّة» فاستعظما ذلك! فقال: «إنّ الشّيطان يجري من ابن آدم مجرى الدّم، وإنّي خشيت أن يقذف في قلوبكما شيئا» .

Ungkapan “Hindarilah tempat-tempat yang bisa menimbulkan tuduhan” disebutkan dalam kitab Kunuz al-Haqā’iq, dan hadis ini diberi rumus yang mengarah kepada Imam Bukhari tercantum di dalam kitab at-Tarikh al-Kabir. 

Nabi Muhammad ﷺ telah memberi teladan kepada umatnya bagaimana cara menghindari situasi yang rawan menimbulkan prasangka buruk. Suatu ketika, beliau berjalan bersama istrinya, Shafiyyah. Lalu ada dua sahabat yang melihat mereka. Nabi ﷺ pun segera berkata, “Ini adalah ibu kalian, Shafiyyah.”

Kedua sahabat itu merasa heran dengan penjelasan tersebut, seolah tidak mungkin mereka berprasangka buruk kepada Nabi. Namun Rasulullah ﷺ menjelaskan, “Sesungguhnya setan mengalir dalam diri anak Adam seperti darah mengalir di tubuhnya. Aku khawatir setan akan menanamkan sesuatu (prasangka buruk) ke dalam hati kalian berdua.”

Meskipun tidak bermaksud melakukan mujaharah, namun tindakan tersebut berpotensi menimbulkan persepsi negatif di mata orang lain. Maka mengikuti tren seperti “S-line” bisa masuk dalam kategori مواضع التهم (tempat-tempat tuduhan) walau niatnya cuma lucu-lucuan. 

Selain itu, terdapat hal penting yang cukup mengkhawatirkan dari tren ini. Tren ‘S-line’ ini berpotensi mendorong terbiasanya masyarakat terhadap kemaksiatan. Jika tren ini terus berlangsung, akan timbul persepsi bahwa hal-hal yang menyimpang adalah sesuatu yang wajar, sehingga kezaliman tak lagi dipandang sebagai kesalahan, melainkan dianggap lumrah.

Sebagaimana yang telah diperingatkan oleh Ibnu Khaldun dalam Tarikhnya:

تاريخ ابن خلدون ج١ / ص٥١

أنّ الظّلم مؤذن بخراب العمران المفضي لفساد النّوع وغير ذلك من سائر المقاصد الشّرعيّة في الأحكام فإنّها كلّها مبنيّة على المحافظة على العمران

“Sesungguhnya kezaliman merupakan pertanda akan kerusakan peradaban yang mengantarkan pada kerusakan jenis manusia, dan selain itu juga (mengantarkan pada) rusaknya berbagai tujuan syariat dalam hukum-hukum, karena sesungguhnya semuanya dibangun atas dasar menjaga peradaban.”

Menormalisasi keburukan, mempertontonkan aurat, atau membuka aib sendiri di hadapan publik adalah bagian dari bentuk-bentuk kezaliman terhadap diri sendiri dan masyarakat. Ketika hal-hal semacam ini dianggap biasa dan tidak lagi dikritik, maka kerusakan sosial dan hilangnya keberkahan menjadi konsekuensi logis.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *